Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, Menyelesaikan Kisruh yang Tidak Berkesudahan

Oleh: Azmi Abubakar

Secara fitrah manusia menghendaki adanya keteraturan dalam bermasyarakat dan bernegara. Namun berbagai benturan kepentingan lintas sektoral dapat memperkeruh keteraturan. Dalam catatan sejarah Islam, ishlah pernah terjadi saat adanya kekacauan politik sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang terjadi  pada masa Bani Umayah sebelum pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Saat itu terjadi ketidakseimbangan kehidupan ditandai dengan banyaknya pemberontakan, krisis ekonomi, dan lainnya selama kurang lebih 40 tahun.

Menariknya Umar bin Abdul Aziz menyelesaikannya dalam periode singkat kepemimpiannya sebagai khalifah dalam waktu kurang lebih dua tahun. Artinya persoalan politik yang telah berlangsung lama bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.   Sekilas Biografi Umar bin Abdul Aziz Ibnu Jauzi dalam kitabnya Khalifah Umar bin  Abdul Aziz, Al-Khalifah Az-Zahid bab pertama menyebutkan tentang kelahirannya tahun 63 Hijriah, tahun di mana Istri Rasullah Sayyidah Maimunah wafat. (Ibnul Jauzi, Sirah wa Manaqib, Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Az-Zahid, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah: 1984], halaman 9). 

Ia diangkat menjadi khalifah pada tahun 99 H di usia 37 tahun, dan wafat tahun 101 H  setelah memimpin selama 30 bulan atau 2 setengah tahun. Dengan masa kepemimpinan sesingkat itu berhasil menyelesaikan persoalan umat Islam secara sangat baik.  Berpijak kepada hadits Rasul, para ulama sepakat bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah pembaharu dalam Islam. Nabi Saw bersabda: 

 إن الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مئة سنة من يجدد بها أمر دينها  

Artinya, “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang yang memperbaharui agamanya.” (Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 2015], Nomor 4291).   Ayahnya Gubernur Mesir yang mengurus wilayah Islam hingga ke Libya dan Tunis. Abdul Aziz adalah putra mahkota dari Marwan bin Hakam, hanya saja meninggal sebelum Abdul Malik naik tahta. Sehingga yang menjadi khalifah setelah Marwan bin Hakam adalah Abdul Malik. Abdul Malik kemudian menikahkan putrinya dengan Umar bin Abdul Aziz.    Melalui pihak ibu, Umar bin Abdul Aziz merupakan keturunan Khalifah Umar bin Khattab, yaitu Umar binti Laila binti Ashim Bin Umar bin Khattab.  

Ketika ayahnya menjadi gubernur, Umar bin Abdul Aziz baru  berumur 5 tahun. Ibunda Umar dicegah agar Umar bin Abdul Aziz tetap tinggal di Madinah, sehingga semenjak kecil Umar bin Abdul Aziz digembleng oleh para ulama Madinah. Salah satunya ulama tabi’in  Saad bin Al- Musayyib yang umurnya sudah 50 tahun ke atas. Ia adalah guru Umar bin Abdul Aziz di Madinah. Abdul Malik meninggal diganti oleh anaknya Al-Walid bin Abdul Malik. Ia melihat bahwa ada beban politik yang yang luar biasa bagi Umayyah. Sebagai catatan bawah Bani Umayyah punya pengalaman pahit dengan Madinah, sewaktu terjadinya pembunuhan Husein di Karbala.  

Sejarah mencatat terjadinya perang Harrah di tahun 89 H sebagai gejolak reaksi terhadap pembunuhan Husein tersebut. Khalifah Walid menerapkan keputusan dengan mengangkat Umar bin Abdul Aziz tahun 86 H sebagai gubernur Madinah di usia 26 tahun. Hal ini menguntungkan dua pihak, baik pusat kekuasaan di Damaskus maupun Madinah.  

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Gubernur Madinah Ketika surat pengangkatan sebagai gubernur diterima, Umar bin Abdul Aziz tidak langsung merespon hingga Khalifah Walid penasaran. Kurir Walid ketika pulang menyampaikan tiga poin penting yang menjadi nilai tawar Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz tidak akan melaksanakan Khalifah Walid yang mengandung kezaliman. Ia minta independensi. Umar tidak mau menyerahkan sepersenpun pajak ke pusat pemerintahan. Terkait masalah hukum, Umar meminta pengadilan khusus di Madinah yang tidak terikat dengan Pengadilan Damaskus. Dalam usia baru menginjak 26 tahun, Umar bin Abdul Aziz sudah memiliki integrritas yang sangat hebat.   Kepemimpinan Akomodatif ala Umar bin Abdul Aziz di Madinah Secara umum, Umar bin Abdul Aziz berbeda dengan Bani Umayyah. Ia menerapkan prinsip damai dan musyawarah dengan melibatkan seluruh tokoh Madinah serta ulamanya, seperti Salim bin Abdullah bin Umar.

Beliau menulis surat  nasehat kepada Umar bin Abdul Aziz:  

ثم إنك  يا عمر قد وليت أمراً عظيماً، فإن استطعت أن لا تخسر نفسك وأهلك يوم القيامة فافعل   

Artinya, “Maka wahai Umar, kepadamu telah dipercayakan suatu urusan yang besar. Jika pada hari kiamat nanti kamu tidak sanggup kehilangan dirimu dan keluargamu, maka lakukanlah perkerjaan ini dengan benar.” (Ibnul Jauzi, 60).   Kebijakan kota Madinah diputuskan secara bersama. Tidak ada satupun keputusan Umar yang mendapatkan penilaian buruk dari rakyat karena diputuskan oleh ulama besar dan tokoh Madinah. Pengetahuan Umar bin Abdul Aziz sangat baik. Hal ini mendudukkannya sebagai seorang ulama, sehingga Madinah sangat damai berbanding terbalik dengan daerah lain dalam kekuasaan Bani Umayah.   Dicopot dari Jabatan Gubernur Madinah Dalam perjalanannya, Umar bin Abdul Aziz dicopot karena provokasi Hajjaj bin Yusuf sang Gubernur Irak terhadap kebijakan Umar di Madinah.

Setelah itu Umar pindah ke Damaskus, karena Umar sendiri adalah bagian dari Bani Umayah, artinya ia  ingin jumpa langsung dengan Walid sebagai sumber masalah di pusat.   Walid bin Abdul Malik berkuasa hingga tahun 96 H. Ia sendiri  punya masalah dengan putra mahkota Sulaiman bin Abdul Malik. Umar bin Abdul Aziz paham betul dengan masalah ini. Ia mendekat kepada Sulaiman karena Sulaiman juga membutuhkan pendukung.   Diangkat sebagai Penasihat Khalifah  Pasca Walid, Sulaiman naik tahta maka Umar diangkat oleh Sulaiman sebagai dewan penasihat.  Saat itu banyak kebijakan Sulaiman dipengaruhi oleh Umar bin Abdul Aziz.  

Tahun 99 Hijriah, khalifah Sulaiman mulai sakit, ia bertanya kepada penasehatnya apa yang terbaik aku lakukan hari ini. Tidak ada yang lebih besar selain menetapkan pemimpin yang terbaik. Maka tidak ada yang lain selain Umar bin Abdul Aziz. Ditulislah surat wasiat itu, di mana semua harus menerima keputusan sultan.   Diangkat sebagai Khalifah Ibnu Jauzi dalam kitabnya menukilkan surat wasiat tersebut:  

 بسم الله الرحمن الرحيم. هذا كتاب من عبد الله سليمان أمير المؤمنين لعمر بن عبد العزيز إني وليته الخلافة بعدي، ومن بعده يزيد بن عبد الملك فاسمعوا له  وأطيعوا، واتقوا الله ولا تختلفوا   

Artinya, “Ini adalah catatan dari Abdullah Sulaiman, Amirul Mukminin, kepada Umar bin Abdul Aziz. Aku jadikan dia khalifah setelah aku, dan setelah dia Yazid bin Abdul Malik. Maka dengarkanlah dia dan taatilah dia, dan bertakwalah kepada Allah, dan janganlah berbeda pendapat.” (Ibnul Jauzi, 60).   Pasca wasiat itu, semua menjadi terusik, Umar bin Abdul Aziz sulit untuk menerima. Ia sendiri tidak ingin jadi Khalifah yang bermakna akan mewarisi masalah yang bertumpuk selama puluhan tahun.   Umar kemudian berkata:  “Demi Allah aku tidak pernah meminta kepada Sulaiman dan tidak pernah berharap untuk menjadi Khalifah. Aku diangkat tidak berdasarkan musyawarah dengan kalian, maka aku anggap ini batal, aku kembalikan amanah ini sekarang.”   Menolak Diangkat Menjadi Khalifah Tanpa Persetujuan Rakyat Umar lalu mengirim surat ke semua wilayah jika ada yang menolak, maka isi surat itu menjadi batal.

Hasilnya semua tidak menolak, masyarakat secara luas mnerima kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Di sini Umar telah mengembalikan suksesi pemilihan kepada pemilihan rakyat. Bahwa seorang pemimpin dipilih oleh rakyat dan hak rakyatlah yang menentukan bukan karena ditunjuk. Pasca itu, gejolak politik termasuk dengan Khawarij sangat minim di masa Umar dan tingkat kepuasan kepada pemimpin sangat tinggi.   Stabilitas Politik di Masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz Selama kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, umat Islam dipenuhi dengan ketenangan, dimulai dari Asia Tengah hingga Andalus.

Ketenangan ini yang membuat Umar bisa membangun kebijakan dalam sektor lainnya. Umar mengawalinya dengan melakukan perbaikan birokrasi, mengganti pejabat pejabat yang bersih. Selama setahun masalah yang menumpuk itu  bisa di selesaikan. Pendidikan berjalan dengan sangat baik, Umar mengangkat orang berilmu dan punya integritas dan berakhlak.   

Dalam kitab Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Al-Asfahani mencatat riwayat akhlak Umar bin Abdul Aziz dan penasihatnya:   

حدثنا أبو حامد بن جبلة، ثنا محمد بن إسحاق، ثنا أحمد بن الوليد، ثنا محمد بن كثير، ثنا أبي كثير بن مروان، عن رجاء بن حيوة، قال: سمرت ليلة عند عمر بن عبد العزيز فاعتل السراج، فذهبت أقوم أصلحه، فأمرني عمر بالجلوس، ثم قام فأصلحه، ثم عاد فجلس فقال: قمت وأنا عمر بن عبد العزيز، وجلست وأنا عمر بن عبد العزيز، ولؤم بالرجل إن استخدم ضيفه   

Artinya, “Abu Hamid bin Jabbalah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq bercerita, Ahmad bin Al-Walid bercerita, Muhammad bin Katsir bercerita, Abu Katsir bin Marwan bercerita, dari Raja’ bin Haiwah, ia berkata: “Aku berbincang dengan Umar bin Abdul Aziz di malam hari, dan lampu (di ruangan hampir) terjatuh. Aku bergegas hendak berdiri untuk memperbaikinya, (dan) Umar menyuruhku untuk tetap duduk. Ia berdiri dan memperbaiki lampu tersebut, kemudian kembali duduk, sembari berkata:    “Aku berdiri, aku tetap Umar bin Abdul Aziz. Aku duduk, aku tetap Umar bin Abdul Aziz. (Tidak ada bedanya). Dan, (sungguh) tercela orang yang (membiarkan) tamunya melayani(nya)”.” (Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Al-Asfahani, Hilyatul Auliyâ’ wa Thabaqâtul Ashfiyâ’, [Beirut, Darul Fikr: 2019], juz V, halaman 264).  

Harta menjadi produktif karena kezaliman terhadap harta sudah diperbaiki. Ditambah keteladanan khalifah yang zuhud dan dermawan. Hasilnya ada kemakmuran yang luar biasa. Ibnu Jauzi menyebutkan:  

 قال : حدثنا اسحاق الفزاري ، عن الأوزاعي ، قال : كان عمر ابن عبد العزيز يجعل في كل يوم من ماله درهماً في طعام المسلمين، ثم يأكل معهم  

Artinya: Dia berkata: Ishaq Al-Fazari menceritakan kepada kami, berdasarkan riwayat al-Auza’i, dia berkata: Umar bin Abdul Aziz biasa memasukkan satu dirham uangnya ke dalam makanan kaum Muslimin setiap hari, dan beliau makan bersama mereka. (Ibnul Jauzi,192).   Prestasi Umar bin Abdul Aziz adalah prestasi yang ideal sebagai seorang pemimpin. Sejarah mencatat Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah melakukan perbaikan politik dengan baik (ishlahus siyasah). Perbaikan ini membawa dampak perekonomian dan kesejahteraan wilayah Bani Umayah. Wallahu a’lam. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *