Oleh: Ust. Hanafiah, S.Pd. (Guru MA DJA)
Hari ini, 25 November menjadi hari teristimewa bagi guru. Penuh suka cita mereka menanti dengan berbagai persiapan. Mulai dari latihan upacara, persiapan mengikuti lomba bahkan ada yang mempersiapkan mental menanti berbagai kejutan yang diberikan muridnya. Momen hari guru seolah menjadi penawar luka yang sering di alami oleh guru dewasa ini.
Sempat berfikir, mampukah luka yang menganga sering ditoreh murid terhapus dengan momen hari guru ? Lihat saja kisah Ibu Supriyani yang dituduh memukul muridnya, Bapak Zaharman yang mengalami kebutaan karena diketapel wali murid. Bapak Sambudi yang di kenai hukuman karena mencubit siswa yang tidak mau shalat dhuha. Cibiran murid karena dinasehati, dan pastinya masih banyak kisah pilu yang dialami oleh guru.
Bukan hendak menggugat. Hanya saja masih berfikir tentang keistimewaan hari guru. Sebegitu pentingkah peringatan itu bagi guru hari ini ? Inikah gugusan problematika yang mereka hadapi sehingga ingin sehari saja mereka diistimewakan ?
Menjadi pertanyaan dibenakku, seberapa penting hari guru bagi semua guru, bagi diriku yang juga seorang guru.
Mungkin terlalu naif. Namun setiap diri punya sisi yang berbeda. Bagiku sebuah kado dan sepotong kue di hari guru tidak memberikan makna apa-apa. Justru kadang terkesan sebagai formalitas atas sebuah status yang mulai hilang maknanya. Even-even yang diciptakan untuk membangkitkan gairah yang sudah mulai luntur. Ya, rasa hormat, kepatuhan, adab dan jati diri seorang murid yang mulai hilang. Begitu juga sebaliknya; kepedulian, cinta kasih dan citra diri seorang guru bagi murid-muridnya yang memudar. Ingin diukir secara gamblang dalam satu hari perayaan “momen hari guru” yang diabadikan lalu memenuhi media sosial dan status-status guru, murid, wali murid bahkan semua orang yang ingin menunjukkan betapa hari ini sangat istimewa.
Entahlah, karena setiap orang memiliki pemikiran berbeda, memiliki cara bahagia berbeda. Namun bagiku hanya ingin setiap hari bahagia bersama murid-muridku. Aku tidak pernah menanti hari guru. Meski ditempatkku sudah tiga tahun diperingati hari guru, namun kesannya hambar dan biasa saja. Bahkan terkesan terlalu dipaksakan dan menjadi semacam “bumerang”.
Bagiku, hampir setiap hari adalah istimewa, kala murid menunjukkan perilaku yang baik dan rajin, semangat belajar mereka yang luar biasa, daya juang dalam mengikuti setiap lomba, bangga ketika mereka mempersembahkan prestasi-prestasi di berbagai even. Bahagia setelah mereka tidak lagi bersamaku lalu datang dengan ketinggian adab dan nilai diri, hadir dengan sosok yang berhasil menjadi pribadi yang lebih bersahaja.
Untuk murid-muridku yang masih bersama, juga yang telah menjadi purna muridku, dimana saja berada, terima kasih atas semua momen istimewa yang kalian berikan. Atas rasa hormat, patuh dan semangat juang dalam meraih mimpi dan harapan kita. Terima kasih telah menjadi anak-anak terbaik bagi kami guru-gurumu. Terima kasih kepada guru-guruku, terima kasih untuk semua guru. Semoga Allah selalu memberikan hal terbaik dalam hidup kita, selamanya. []