Oleh: Khairul Walidin (Alumni DJA 2020)
Kemarin, aku mengalami momen yang tak terlupakan ketika bertemu dengan seorang pria asal Arab. Pertemuan ini terjadi secara kebetulan di sebuah kafe kecil di pusat kota. Saat itu, aku sedang menikmati secangkir Qahwa khas Arab dicampur daun na’na hasawi sambil membaca beberapa lembar buku yang sedari tadi menyuguhkan dirinya untuk dibaca. Pria Arab tersebut mendekat dan bertanya apakah kursi di sebelah ini kosong?
“Ayyawaa.” Pronon pertama dalam bahasa Arabku pun keluar.
Kami pun mulai berbincang-bincang. Ternyata, dia adalah seorang pedagang pakaian didaerah tersebut. Percakapan kami berkisar tentang berbagai hal, mulai dari budaya, bisnis, hingga pendidikan. Yang paling berkesan bagiku adalah pandangannya tentang pentingnya pendidikan dalam mencapai sebuah kesuksesan. Dia menceritakan pengalamannya tentang bagaimana pendidikan telah mengubah hidupnya dan memberikan banyak peluang yang tak terduga.
Aku merasa sangat terinspirasi mendengar ceritanya. Kemudian, aku mulai berbagi banyak pengalaman hidupku dengannya. Aku bercerita tentang masa-masa pengabdian, tantangan yang aku hadapi, dan impian-impian yang ingin kucapai. Selama aku bercerita, dia hanya diam dan mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk atau tersenyum. Rasanya menyenangkan memiliki seseorang yang benar-benar mendengarkan tanpa menginterupsi atau memberikan nasihat yang tak diminta.
Ini adalah penerbangan pertamaku. Aku juga mengutarakan beberapa pendapatku tentang betapa cerdasnya sistem yang dibuat oleh airport, semua teratur rapi, agar tidak kehilangan barang-barang penumpang. Juga tentang bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat mudah digapai melalui sosial media. Bahkan aku sempat menyebut nama-nama besar seperti Albert Einstein, Nikola Tesla, dan ilmuwan lainnya. kemudian bertanya kepadanya.
“Menurutmu, siapa orang yang paling cerdas?”
Dia tersenyum, tampak berpikir sejenak,
lalu mulai bercerita. “Dulu itu di pedalaman Arabia, Seorang Badui pernah ditanya tentang ini, Siapa menurutmu orang yang cerdas?”
“Sang Badui menjawab, dia adalah orang yang pintar namun pura-pura menjadi bodoh.” Jelasnya antusias.
Kemudian dia melanjutkan. “Dia melihat kesalahan orang lain, namun dia seakan tidak melihatnya. Dia menyadari ada yang iri kepadanya, namun dia tidak peduli. Dia melihat orang yang memusuhinya, namun dia bahkan tidak menoleh. Dia tidak mudah jatuh cinta, tak mudah marah, tak perlu menganggap serius yang tak perlu. Dia melihat bibit petaka, dia tidak mendatanginya dan tidak penasaran. Dirinya juga jauh dari pergunjingan manusia. Lalu di malam hari dirinya tertidur lelap, sedangkan hatinya murni, jiwanya tenang tanpa beban.” Katanya sambil menatap mataku begitu dalam.
Kata-kata itu begitu dalam dan bermakna. Aku terdiam sejenak, merenungkan apa yang dia sampaikan. Sang pedagang pakaian telah memberi jawaban yang jauh lebih bermakna dari yang aku harapkan. Dia tidak hanya mengutip kata-kata seseorang yang bijak dari tanah kelahirannya, tetapi juga memberikan pandangan hidup yang sangat mendalam.
Meskipun pertemuan kami singkat, berkisar sekitar 30 menit, namun nasihat dan motivasi yang diberikannya sangat berharga. Aku merasa mendapatkan perspektif baru dan semangat untuk terus mengejar cita-citaku. terkadang, momen-momen kecil dan tak terduga bisa memberikan dampak besar dalam hidup kita.