Kalor Laten: Sebuah Filosofi dalam Kehidupan

Oleh: Caca Candra Kirana, S.Pd ( Guru Fisika MA Jeumala Amal)

Pembaca tentu saja tidak asing lagi dengan istilah “kalor” jika pernah menempuh pendidikan di sekolah tingkat MTs atau MA. Dalam ilmu Sains, Kalor dilambangkan dengan huruf Q dan dikenal sebagai energi panas, atau panas yang dimiliki oleh suatu zat, baik zat padat, cair maupun gas. Kalor secara spontan mengalir atau berpindah dari zat bersuhu tinggi ke zat bersuhu rendah. Sehingga akan terjadi suatu kesetimbangan suhu. Nah, bagaimana dengan kalor laten ?.

Kalor laten (L) adalah salah satu istilah dalam ilmu sains khususnya fisika yang mendefinisikan besarnya energi panas yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat pada suhu dan tekanan konstan. Jika kalor (Q) sebatas energi panas yang dimiliki zat secara umum, kalor laten adalah energi panas yang khusus dibutuhkan pada saat suatu zat berubah wujudnya. Misalnya es yang didiamkan, maka lama kelamaan akan berubah wujud menjadi cair. Atau pada saat kita memanaskan air hingga mendidih. Maka sebagian air akan menguap menjadi gas.

Meskipun es hanya didiamkan saja, ternyata secara fisika, es memerlukan sejumlah energi panas yang disebut kalor laten untuk mengubah dirinya menjadi cair. Demikian pula pada kasus air yang dimasak hingga mendidih. Setelah mendidih, dengan adanya kalor laten, bulir-bulir air itu berubah wujudnya menjadi gas yang massanya lebih ringan dari wujud sebelumnya. Air yang sudah menjadi gas tersebut dapat terbang tinggi menunju langit dan berkumpul menjadi awan.

Ketika sudah berada di langit, maka gas yang tadinya air tadi dapat melihat permukaan bumi yang begitu luas. Dibandingkan ketika ia masih menjadi air dari sebuah sumur. Ketika masih di sumur, pemandangan yang ia lihat hanyalah dinding sumur yang gelap dan berlumut. Mungkin ia bisa berpuas diri dengan itu atau malah menggerutu. Ketika ia dipanaskan dengan api yang sangat panas, tentu ia akan berteriak dan mengeluh kesakitan, “aduh perih dan panasnya api”. Namun, setelah ia melalui itu semua, ia dapat terbang tinggi dan melihat lebih banyak hal yang belum ia bayangkan.  

Demikian pula jika diaplikasikan pada manusia. Seseorang yang ingin mengubah dirinya, ia memerlukan suatu energi yang cukup untuk melakukannya. Dalam proses belajar, terkadang kita bingung dan cemburu mengapa saya tidak lebih baik dari orang lain. Padahal jam belajar yang kita peroleh adalah sama. Mungkin saja itu karena kita terlalu berleha-leha dan malas. Tidak memanfaatkan waktu dan energi untuk memperbaiki kualitas diri menjadi lebih baik.

Misalnya seorang anak yang ingin bisa bermain voli, maka tentu ia harus rela menyisihkan waktu dan energinya untuk latihan voli setiap hari. Ia harus melawan dirinya saat melihat teman-teman yang lain asik tidur, bermain-main dan bersantai dalam hidupnya. Ia juga harus berkeras hati jika dikata-katai oleh temannya. Itu semua membutuhkan energi, baik energi fisik maupun mental. Siapa saja yang mau bertahan dan bersabar dalam kerasnya belajar, insya Allah akan dapat mengubah dirinya dari yang sebelumnya tidak bisa, tidak memiliki skill (kemampuan) menjadi bisa.

Energi yang diperlukan oleh tiap-tiap orang untuk merubah dirinya tentu berbeda. Sama halnya dengan kalor laten yang diperlukan oleh suatu zat untuk berubah, semua tergantung pada jenis zat tersebut. Kalor laten air untuk berubah menjadi gas adalah 539 kal/g. Kalor laten alkohol untuk berubah menjadi gas adalah 204 kal/g, sedangkan besi memerlukan kalor laten uap lebih besar yaitu 1520 kal/gram nya. Jadi, sebelum kita dapat melihat perubahan pada diri sendiri, maka jangan menyerah. Mungkin kita membutuhkan energi lebih banyak dibanding orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *