Selamat Hardiknas, Merdekalah Pikiran

Oleh: Muhammad Nizarullah

Teringat saat masih mahasiswa dulu, kawan-kawan se-organisasi pers mahasiswa sering ngajak pembacaan. Analisis sosial kah, atau hanya sekedar membahas buku apa yang sedang kami ulik. Saat itu, saya masih amatir soal membaca buku, teman yang lain bisa melumat habis bacaannya dalam waktu 3 hari saja, tebal bukunya kira-kira 500-an halaman. Saya lagi seneng-senengnya baca buku ber-genre sosial-politik. Seperti “Zaman Bergerak” bukunya Takashi Shiraishi, Tetralogi-nya Pramoedya Ananta Toer, salah satunya berjudul “Bumi Manusia”.

Kedua buku itu tak luput dari organisasi yang dibangun pada masa Hindia Belanda, lima organisasi yang mashur saat itu, Seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, dan Pendidikan Nasional Indonesia. Ki Hajar Dewantara, dulunya pernah bergabung dengan  organisasi Budi Utomo, Nama aslinya Soewardi Soerjaningrat. Bersama kedua temannya dr. Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan partai politik pertama yang beraliran Nasionalisme Indonesia, Namanya Indische Partij, berdiri pada tanggal 25 Desember 1912.

Berangkat dari organisasi itu, Ki Hajar terus menggencarkan ideologi Nasionalisme Indonesia, yang saat itu sangat rawan di kalangan kolonial. Siapapun yang mencoba untuk memunculkan ide kemerdekaan akan dikecam bahkan diasingkan. Ki Hajar dan kawan-kawannya ga gentar, justru memantik semangat untuk terus berjuang. Karena keradikalannya dalam melancarkan ideologi Nasionalisme Indonesia, tiga serangkai itu di asingkan ke Belanda tahun 1913.

Sepulang dari pengasingannya tahun 1919, Pria Kelahiran 2 Mei 1889 itu mendirikan sebuah Lembaga Pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Taman Siswa) pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Sebuah Lembaga yang berkomitmen memajukan kehidupan bangsa.

Setelah Indonesia Merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1950. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Atas dedikasi yang diberikannya untuk negeri ini, ia dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Tanggal kelahirannya juga ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Iya, hari ini kita memperingati hari itu, Hari Pendidikan Nasional. Hardiknas bukan saja hari bersejarah bagi Indonesisa, namun juga merupakan momen istimewa untuk mengapresiasi jasa para pejuang pendidikan. Mereka yang memperjuangkan pendidikan bagi pribumi, bertujuan untuk membangun otonomi intelektual, menjadi kaum terpelajar, berdiri sama tingggi, duduk sama rendah dengan bangsa lain. Mereka yang sudah berjuang dalam getir cengkraman kolonial Belanda, demi mengangkat martabat Indonesia di mata dunia.

Hingga saat ini, kita diwariskan tiga semboyan pendidikan dan harapannya kita mampu melerai semboyan itu hingga menjadi pedoman dalam pendidikan di Indonesia. Bukankah tujuan utama dari Pendidikan adalah tindakan? Bahkan Abu Bakar, sahabat Rasulullah SAW. pernah berkata “tanpa pengetahuan, tindakan tidak berguna, dan pengetahuan tanpa tindakan adalah sia-sia.” Jadi, Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah Pendidikan sama sekali bukan?

Filosofi yang ditanamkan Ki Hajar dalam tiga semboyannya, “Ing Ngrasa Sung Tulada, Ing Madya Mangun karsa, Tut Wuri Handayani.” Patut kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pesan yang ingin beliau sampaikan, bukan sekedar menjadi pendidik yang hanya mengajarkan teori bagi muridnya, namun juga dapat menjadi panutan saat bertindak, juga sebagai pendidik yang senantiasa ada diantara murid-muridnya untuk menyuntikkan semangat belajar, memberikan ide-ide kepada murid untuk terus berkarya, pendidik yang terus menopang anak didiknya menuju arah terpelajar, Merdeka dari kejahilan, menjaga batin tetap bersih, menjadi amunisi bagi murid untuk mengajarkan kebaikan hingga ia mampu berdiri dengan kakinya diatas jalan yang benar.

Pemikirannya tentang Pendidikan mengarah kepada kemerdekaan lahir dan batin manusia, Pendidikan menciptakan eksistensi bagi manusia, sebagai makhluk sosial tak afdhol kiranya tanpa adanya pendidikan. Pendidikan yang bermutu menciptakan peradaban Indonesia yang cemerlang. Pendidikan itu ibarat senjata paling ampuh, ia akan menjadi alat untuk mengubah dunia.

Dulunya, Ki Hajar berjuang dengan sangat getol melawan ketidakadilan kolonial Belanda, organisasinya ia jadikan alat untuk menyatukan kaum tertindas, tulisannya ia jadikan senjata untuk menyerang ketidakadilan kolonial, tujuannya agar rakyat Indonesia bermartabat dengan memiliki pendidikan yang layak, sehingga merdeka dari penjajahan, terlebih merdeka sejak dalam pikiran.

Julukan Bapak Pendidikan Nasional yang ia sandang pantas ia dapatkan, mengingat kontribusinya yang begitu besar bagi bangsa ini. Pemikirannya tentang Pendidikan yang inklusif menghasilkan pengaruh yang luar biasa terhadap sistem Pendidikan di Indonesia. Selamat Hari Pendidikan Nasional, merdekalah pikiran.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *