Oleh: Mishbahul Munir, S.Hum., M.Pd.
Saya bertanya-tanya, mengapa tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh sehingga di kalender pun dibubuh tanggal merah alias hari libur. Dilihat dari sudut pandang santri, apa makna dan faedah dari peringatan hari ini? Hal apa yang bisa menjadi panutan bagi kita dalam peringatan ini.
Tanggal 1 Mei merupakan tanggal bersejarah, ia dikenal dengan sebutan Hari Buruh. Seluruh dunia turut merayakan hari tersebut untuk mengenang perjuangan para buruh yang menuntut keadilan dalam bekerja. Sebagaimana dahulu kala para buruh harus bekerja keras dengan jam kerja yang tak menentu. Misalnya di Amerika Serikat, para buruh di sektor industri harus bekerja 16 jam per hari tanpa ada jaminan Kesehatan dan keselamatan kerja yang memadai. Berkat perjuangan para aktivis yang menggerakkan massa untuk melakukan pemberontakan, akhirnya meletuslah peristiwa pada tanggal 1 Mei 1886. Dimana ribuan pekerja di Amerika Serikat melakukan mogok kerja demi memperjuangkan hak-hak mereka.
Sampai saat ini, tanggal 1 Mei masih dirayakan secara internasional. Indonesia juga turut berperan aktif hingga tanggal tersebut menjadi hari libur resmi negara. Masih teringat jelas saat menjadi mahasiswa, saya beserta rekan-rekan di organisasi turut aktif dalam demo besar-besaran yang dipelopori oleh para penggerak seluruh kampus di Yogyakarta. Nyanyian lagu Buruh Tani menggemparkan arena, teriakan “Buruh, tani, mahasiswa, rakyat miskin kota. Bersatu padu tuntut perubahan” masih terngiang-ngiang saat tanggal 1 Mei tiba. Berbagai tuntutan yang memihak pada para buruh dilontarkan, agar jauh dari tindakan rezim yang semena-mena. Haruskah santri merayakan hari buruh dengan cara berdemo seperti mahasiswa? Tentu saja tidak. Namun santri harus dapat mengambil peran dari peringatan May Day ini.
Animo orang tua belajar bertujuan untuk bekerja sangat melekat di pikiran santri. Seakan belajar itu untuk bekerja. Hasrat tersebut menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi santri. Sebelum memulai kerja ia harus mempersiapkan diri dengan bekal ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang cukup. Jangan sampai ketika di dunia kerja ia kehilangan jati dirinya sebagai santri, yang taat beribadah, santun tutur dan kata, dan saling menghormati antar sesama.
Harusnya santri bekerja untuk menghidupi kesantriaannya. Ia bisa berperan menjadi sosok panutan bagi rekan-rekan lain di lingkup kerja. Ia berperan aktif pada hal-hal kecil yang rutin dilaksanakan. misalnya menjadi imam Shalat dan lain-lain. Dengan demikian, santri tidak akan pernah hilang menjadi pekerja, akan tetapi santri akan senantiasa hidup dimana pun ia berada. Ia berkiprah dan berkarir dengan ruh santri yang melekat pada dirinya. Namun nyatanya, ada banyak santri yang melepaskan identitas kesantrinya secara total demi bekerja, seakan-akan ia tidak pernah menjadi santri.
Tantangan sekarang adalah bagaimana santri dapat mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja. Langkah strategisnya adalah santri mulai belajar dan mengenal akan dinamika dunia pekerjaan. Jangan sampai terjadi “culture chock” ketika mulai bekerja, karena ada perbedaan signifikan antara budaya kerja dan budaya santri. Di samping itu, santri harus membekali dirinya dengan skil yang memadai. Keahlian khusus adalah kunci penting dalam dunia kerja. Jangan sampai santri langsung terjun untuk bekerja tanpa menyiapkan diri secara matang.
Santri perlu menentukan tujuan karir yang ingin dicapai dan mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencapainya. Ia juga harus memastikan dirinya memiliki pendidikan dan keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan yang diinginkan. Jika perlu, ia perlu mengambil kursus tambahan atau pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tersebut. Untuk latihan, ia bisa melakukan magang atau kerja paruh waktu di tempat kerabat, guru, atau orang yang dikenalnya untuk mendapatkan pengalaman kerja yang relevan dengan bidang yang diminati. Tidak lupa membangun jaringan dan hubungan dengan orang-orang di bidang kerja yang diminati untuk memperluas peluang kerja.
Adapun hal terakhir yang perlu disiapkan adalah mempelajari etika kerja yang baik dan berusaha untuk selalu menjaga profesionalisme dalam bekerja. Santri memang unggul dalam bidang etika. Hal inilah yang perlu ditonjolkan secara profesional dengan tetap menjaga identitas kesantrian sebagaima halnya seorang santri. []