Oleh: Muhammad Nizarullah
Kuseka setiap kali butiran air yang jatuh dari pelupuk mata
Pikiranku bernostalgia saat dirimu masih disisi
Tiupan lembut angin menemaniku menyelami malam
Di teras karyamu di pojok rumah, ku labuhkan lamunan ini
Ayah…
Inginku ungkapkan rindu saat aku hampiri rumah
Kepulanganku dari rantau kau tunggu-tunggu
Tapi, aku hanya lelaki beranjak dewasa
Yang aku tau, kaurindu layaknya kurindu.
Ayah…
Dirimu memang tak pandai ungkapkan rasa
Tapi setiap langkahku kau terka
Nampaknya, engkau tak peduli dengan kehidupanku
Kini, ku tau perasaan itu.
Ayah…
Seperti apa harapanmu padaku?
Hinggakau banggakan diriku ke sesiapa yang datang menghampirimu
Tak peduli ringkihnya tubuhmu saat itu
Kauterus banggakanku pada semua
Ayah…
Kauanggap diriku sudah dewasa saat itu, bukan?
Kausiratkan padaku untuk jaga keluarga ini
Kautau ayah? Diriku lemah tanpa hadirmu
Kautau ayah? kutiru gayamu menangis dalam kesunyian
Ayah…
Kaututup kesedihanmu di hadapanku
Kaudidik aku cukup keras hingga aku lupa kelembutanmu
Ibu inginkanku agar tak terjadi apa-apa
Tapi kautakutkan diriku tak menjadi apa-apa.
Ayah…
Layaknya aliran bait ini, pun demikian aliran rasa rindu ini
Kurindukan hadirmu, Ayah!
Hanya hangat dekapmu yang ada di benakku
Andaiku bisa selami waktu, yang aku damba hanya memelukmu
Ayah…
Tak pernah sekali pun keluar dari mulut ini kata rindu padamu
Bukan malu, hanya angkuh sebagai lelaki dewasa
Kau tau Ayah, kekhawatiranku di rantau sana?
Kau pergi tanpa hadirku
Untungnya kudengar kata hati
Ayah…
Suaramu di saluran telepon saat itu masih kuingat jelas
Jika sesuatu terjadi segera kembali
Kutau persis pesan itu
Baru 3 bulan 15 hari ku temani, dirimu sudah harus kembali
Ayah…
Hanya lantunan Surah Yasin yang bisa kuhadiahkan
Berharap sampai untuk kebahagiaanmu di alam sana
Maafkan ananda belum bisa seperti yang kau damba
Tuhan, Maafkan segala dosanya
Al-Fatihah!!!
Mantap , bagus kali puisinya
bait yg sgt berirama