Filosofi Rendah Hati

Oleh: Naira Afifa Bahtiar

Pernahkah anda mendengar sebuah peribahasa mengenai tanaman padi? Peribahasa tersebut kira kira berbunyi “ semakin berisi setangkai padi, maka ia semakin merunduk.” Jika hanya diperhatikan sepintas, hal itu wajar saja terjadi karena massa benda juga berpengaruh terhadap percepatan.

Begitulah jika dipandang dari segi ilmu Fisika. Namun, di balik semua itu, ada sekeping hikmah yang dpat dipetik dari fenomena-fenomena yang basa terjadi dalam kehidupan sehari-hari semisal merunduknya tanaman padi tersbut.

Dalam Bahasa Arab, rendah hati sering disebut denga istilah tawadhu’. Inilah sifat yang sulit dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, manusia terkadang merasa hebat saat mampu meraih apa yang tidak dapat diraih manusia lainnya, memenangkan kompetesisi tingkat nasional misalnya, fakta tersebut membuat seseorang merasa tinggi hati jika gagal mengelola nafsunya.  Tidak dapat dipungkiri hal itu merupakan sifat dasar manusia.

Sebagai seorang pelajar, sifat tinggi hati muncul saat ia berhenti mempelajari suatu bidang ilmu karena merasa sudah cukup menguasai bidang ilmu tersebut. Padahal ilmu Allah sangat luas jika dibandingkan dengan ilmu manusia.

Perbandingannya bagai setetets air laut dengan seluruh lautan itu sendiri. Karena itu semakin dalam seseorang menuntut ilmu, semakin sadar pula ia bahwa masih sangat luas ilmu yag belum diketahuinya. Hal ini memicu seseorang untuk selalu bersikab rendah hati. Tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa semakin tinggi ilmu seseorang, semakin rendah pula hatinya.

Melihat kembali sejarah di masa lalu, tepatnya pada masa khulafaur Rasyidin, sepupu Rasulullah sekaligus menantu kesayangannya yaitu, Ali bin Abi Thalib, pernah berjalan seraya memperlambat langkahnya di belakang seorang guru yang hanya mengajarkan satu pengetahuan kepadanya.

Padahal tidak diragukan lagi betapa tingginya tingkatan ilmu sayyidina Ali. Rasululah sendiri menjuluki sayyidina Ali dengan sebutan babul ilmi yang artinya pintu ilmu. Kisah diatas adalah satu dari banyak kisah yang mencerminkan sifat rebdha hati yang patut diteladani.

Lukmanul Hakim adalah contoh ayah teladan yang tercantum kisahnya dalam al-Quran, pernah memberi nasihat kepada anaknya sebgaaimana kandungan dalam surah al-Luqman ayat 18 “ dan janganlah kamu memalingkan wajah wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”

Dalam kehidupan sifat tawadhu’ adalah kunci berkahnya suatu kesuksesan. Orang sukses yang merasa dirinya paling hebat akan kecewa saat kesuksesannya memudar. Namun orang sukses yang rendah hati  akan terus berusaha meningkatkan kadar kesuksesannya dan berupaya bangkit bila sekali waktu terjatuh. Demikianlah esesnsi sifat rendah hati yang sudah sepatutnya ditanamkan dalam setiap jengkal langkah kehiduan. Wallahu ‘alam

Penulis adalah murid kelas XI 7 MA Jeumala Amal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *