Oleh: Muhammad Nizarullah
Dua hari yang lalu, saya mengikuti Workshop Inovasi Pembelajaran dengan tema “Membangun Growth Mindset, Merancang Pembelajaran Mendalam dan Menghidupkan Kurikulum Berbasis Cinta.” Pematerinya adalah seorang akademika, dosen, guru sekaligus Praktisi dan pemerhati pendidikan Matematika dan penggiat kegiatan sosial. Beliau meraih gelar PhD di bidang matematika di University Kebangsaan Malaysia.
Terdapat sesuatu yang sangat menarik di hari pertama workshop. Bukan tentang inovasi pembelajaran yang diberikan, justru hal yang paling urgensi dalam pembelajaran mendalam adalah mindset. Katanya, pola pikir itu menentukan langkah untuk sampai di tujuan. Beliau menjabarkan ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan mindset atau pola pikir. Dalam Q.S. Al-Baqarah: 186, Allah menggambarkan betapa dekatnya Allah saat hamba-Nya berdoa. Dikuatkan dengan salah satu Hadits Qudsi: “Aku sesuai dengan perasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku.”
Pembukaan workshop dengan memaparkan growth mindset di awal, membuat peserta workshop menyadari satu hal dari kepribadian mereka. Ada yang beranggapan bahwa mereka sudah growth secara mindset dan ada yang masih bertahan dengan fixed mindsetnya. Menurut Bpk. Muzakkir, pola pikir adalah segalanya. Pola pikir menghasilkan tindakan, tindakan menghasilkan hasil. Pola pikir yang sudah bagus dapat dikembangkan dan ditransfer kepada peserta didik dan juga kepada rekan sejawat. Hasilnya, tentu akan menampilkan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat.
Jika ditinjau dari definisi, pola pikir merupakan kumpulan keyakinan yang akan menentukan cara seseorang “melihat dan berpikir” terhadap sebuah kejadian atau peristiwa. Sudut pandang menentukan cara berfikir seseorang. Seorang pendidik harus mampu beracting di dalam kelas untuk mempengaruhi cara berfikir peserta didik ke arah yang lebih berkembang. Bukan hanya stuck pada satu sudut pandang. Guru yang memiliki growth mindset akan menghasilkan anak didik yang growth mindset pula. Guru yang memiliki growth mindset, bisa memperbaiki pola pikir murid yang fixed mindset.
Tapi, jangan terpaku pada mindset yang diyakini benar. Murid juga merupakan sumber pembelajaran. Dari murid, guru belajar bagaimana cara menyublim pola pikir murid yang awalnya fixed mindset hingga bisa dikembangkan menjadi growth mindet. Cara berteman dengan murid agar bisa mengajak mereka ke arah yang diinginkan guru, juga bersumber dari murid. Jangan risau soal wibawa. Wibawa itu terbentuk disaat guru mampu menjadikan muridnya sebagai teman. Teman yang mau menceritakan persoalan kepada gurunya. Sebaliknya, wibawa itu akan hilang disaat kita meminta anak untuk menghormati kita.
Di sela-sela pemaparan materi, beliau meminta kami untuk memilih langkah apa yang akan kami ambil jika dalam kondisi yang telah ditentukan. Misal, growth mindset vs fixed mindset: Pola pikir yang berkembang jika diberikan challenge, ia lebih memilih menerima dibandingkan dengan menghindar. Jika diberikan pilihan obstacle, ia lebih memilih untuk bertahan dibandingkan dengan menyerah. Dari segi effort, ia menganggap sebagai peluang, bukan sesuatu yang mubazir. Jika dikritik, ia menganggap informasi, bukan sebagai serangan. Dan, jika ia melihat orang lain sukses, ia jadikan sebagai inspirasi, bukan sebagai ancaman.
Beliau memberikan tips agar suasana kelas menyenangkan, bermakna, dan menikmati. Salah satunya adalah begitu masuk kelas jangan langsung materi, tapi buat anak anak yakin apa yang dia pelajari itu penting untuk dia. Kebiasaan sehari-hari yang relevan dengan mereka, masukkan sebagai bentuk pembelajaran. Akhirnya, ia menganggap pembelajaran sebagai sesuatu yang bermakna bagi mereka.
Salah satu contohnya adalah mengaitkan pelajaran dengan ayat al-Qur’an di awal pembelajaran. Agar murid bisa menikmati dan merasa diperlukan ketika berada di dalam kelas, seorang guru perlu untuk memuliakan peserta didik dengan menghargai pendapatnya dan memintanya untuk memberitahukan kepada kawan yang lain.
Memperkenalkan konsep growth mindset kepada murid mampu menangkal pemikiran yang cenderung konservatif. Kebiasaan yang baik tentu harus dipertahankan. Tapi, tak ada salahnya jika dikembangkan ke arah yang lebih moderat. Tujuannya adalah memberikan ruang untuk memperluas wawasan. Apa yang sering disiram itu yang akan bertumbuh subur. Siramlah sesuatu yang membuat anak berkembang secara mindset agar pemikirannya pun berkembang ke arah yang lebih baik.
Sering kita jumpai di dalam ruang kelas murid laki-laki, suasana kelas yang tak pernah sunyi. Selalu saja dibumbui dengan suara yang berisik dan tak teratur seperti kelas murid perempuan. Di sini, seorang guru yang sudah memiliki growth mindset paham betul bahwa, mengatakan kepada anak laki-laki untuk tidak berisik dalam kelas, sama saja menfeminimkan anak laki-laki. Karena anak laki-laki memiliki sifat bawaan yang kreatif, lebih tepatnya tidak tetap.
Yang terpenting, mereka harus dipastikan tercapai profil lulusan berikut:
- Keimanan dan ketakwaan terhadap TME
- Kewargaan
- Penalaran Kritis
- Kreativitas
- Kolaborasi
- Kemandirian
- Kesehatan
- Komunikasi
Poin daripada pelaksanaan pembelajaran mendalam (Deep Learning) adalah Esensial. Seberapa sadar murid bahwa apa yang dia pelajari itu adalah yang terpenting dalam kehidupan pribadinya. Kemudian, pembelajaran yang didapatkan mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan terakhir adalah refleksi. Sebuah evaluasi yang terencana dan mendalam untuk mencapai pemahaman yang lebih substansial, bukan sekedar mengingat informasi faktual. Tujuannya adalah mendorong pertumbuhan intelektual, personal, dan emosional murid.[]
