Dilema Digital: AI itu solusi atau Justru Masalah Baru?

Seutas cakrawala pikir oleh Thasoedi (Guru MTs)

Apapun yang dikerjakan manusia, kalau sudah berlebihan akan pasti mendatangkan hal yang tidak baik. Seperti halnya fenomena yang mulai meresahkan penulis belakangan ini.

Di era digital seperti sekarang, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari asisten virtual seperti Siri, Google Assistant, hingga chatbot canggih seperti ChatGPT, AI semakin cerdas dan mampu meniru percakapan layaknya manusia. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul fenomena baru: ketergantungan emosional pada AI, di mana banyak orang—khususnya anak muda—yang bahkan curhat setiap hari kepada aplikasi tersebut.

Lantas, apakah ini tanda kemajuan teknologi atau justru peringatan akan bahaya kehilangan interaksi manusia yang sesungguhnya?

Mengapa Orang Mulai Curhat ke AI?

untuk menjawab pertanyaan diatas, kita coba berikan gambaran dalam tiga poin penting; pertama AI terbukti tidak “TOXIC”. Maksudnya alasan utama orang memilih curhat ke AI adalah karena merasa tidak akan dihakimi. AI tidak memiliki emosi, tidak memotong pembicaraan, dan selalu merespon dengan netral. Bagi mereka yang takut dianggap “lebay” atau “cengeng” oleh teman, curhat ke AI terasa lebih nyaman. Kedua, AI tersedia 24/7. “AI akan selalu menantimu, kapanpun kau siap”, mungkin begitulah kata-kata indah untuk itu. Manusia butuh waktu untuk merespon, tapi AI selalu siap kapanpun. Ketika seseorang merasa sedih di tengah malam dan tidak ingin diganggu orang lain, AI menjadi tempat pelarian instan. Ketiga, Solusi cepat tanpa komplikasi. Maksudnya adalah AI acapkali memberika saran berdasarkaan data dan algoritma, tanpa melibatkan drama atau konflik seperto dalam hubungan manusia. Bagi sebagian orang, hal ini lebih “enjoyable”.

Dampak Negatif Ketergantungan pada AI

Nah. Disini kita mulai menjabarkan hal yang mulai menganggu oleh karena ketergantungan terhadap hal ini. Meski terasa membantu, curhat ke AI bisa menimbulkna masalah serius:

  1. Mengurangi Kemampuan Sosial

terlalu bergantung pada AI bisa membuat seseorang meninggalkan fitrahnya sebagai manusia sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi dengan manusia nyata. Padahal, interaksi sosial yang sehat membutuhkan empati, bahasa tubuh, dan kedalaman emosi yang tidak akan pernah digantikan mesin.

2. AI Tidak “Sepeka” Itu

Perlu diingat, AI hanya merespon berdasarkan data, bukan perasaan. Ketika seseorang curhat tentang kesedihan, AI mungkin memberikan kata-kata motivasi, tapi tidak benar-benar merasakan apa yang kita alami, walaupun manusia tidak juga mengalami semua yang kita alami.

3. Candu dan Kesepian Semakin Dalam

Semakin sering curhat ke AI, seseorang bisa terjebak dalam ilusi bahwa mereka “didengarkan”. Padahal, yang terjadi adalah mereka justru menjauh dari lingkaran fitrahnya, yang pada akhirnya memperparah rasa kesepian. Semakin tinggi ekspektasi seseorang terhadap sesuatu, kemungkinan untuk menemukan hal lain yang mungkin disukai semakin berkurang, nah hal ini juga berlaku tentang kecanduan terhadap AI.

Al-Quran sebagai Pengingat Bagi Muslim

Bagi umat Islam, interaksi sosial dan saling berbagi dengan sesama manusia adalah hal yang dianjurkan. Allah SWT berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa manusia diciptakan untuk saling mendukung, bukan mengisolasi diri. Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya (dalam kesulitan).” (HR. Bukhari & Muslim)

Artinya, ketika kita memiliki masalah, sebaiknya kita mencari solusi dengan tetap menjaga hubungan dengan manusia, bukan hanya bergantung pada teknologi.

Seperti yang sudah disinggung di awal, sesuatu yang berlebih akan berdampak tidak baik, jadi diperlukan yang namanya keseimbangan. Muncul pertanyaan terakhir, yaitu

Bagaimana Menyeimbangkan Penggunaan AI dan Interaksi Sosial?

Tiga hal akan kita gunakan untuk menjabarkan jawaban atas pertanyaan ini. Pertama, gunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti insan manusia. AI bisa digunakan untuk mencari informasi atau saran cepat, jangan jadikan AI pelampiasan perasaan. Kedua, Bangun keberanian untuk bicara dengan orang nyata. Kalau kamu mencap dirimu sendiri Introvert tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan yang ahli dalam dunia psikologi, sudah sepatutnya kalau menggunakan “SKILL PASIF” kalian itu untuk berbicara dengan orang banyak. Sedikit demi sedikit membaur dengan keramaian, yakin deh, nanti ketagihan sendiri. Dan Terakhir, Perbanyak interaksi Offline. Ikut komunitas, kegiatan sosial, atau sekadar ngopi dengan teman bisa membantu mengurangi ketergantungan pada AI.

Akhir kata, artikel adalah sebagai pengingat untuk penulis sendiri dan Alhamdulillah kalau berhasil membuka perspektif pembaca terhadap dilema dunia digital selama ini. Kecerdasan buatan itu memang diciptakan untuk memudahkan hidup manusia, jangan serta merta mengganti peran manusia itu sendiri dalam dunia ini. Manusia butuh manusia, butuh pelukan, tatapan mata, dan tawa bersama yang tidak akan pernah diberikan oleh robot. Semoga ALLAH menjauhkan generasi kita dan generasi berikutnya dari “Jangan sampai kita terjebak dalam kesepian digital”.

Anak muda, bijaklah dalam menggunakan teknologi. nyanban.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *