Potret Pendidikan yang Didambakan

Oleh: Muhammad Nizarullah

Deritan pintu kantor dewan guru membuyarkan lamunan saya. Seorang rekan kerja mengeluh soal pelajar yang hanya bisa menerima informasi mentah dari pendidik, tanpa pertanyaan, tanpa sanggahan dari materi yang dijelaskan pendidik, dan tanpa modal pengetahuan sebelum jam pelajaran berlangsung. Saya menjelaskan kepadanya bagaimana sistem yang sudah diterapkan oleh negara-negara maju mampu mengembangkan pola pikir pelajar untuk bertindak secara mandiri, mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, dan mampu menganalisis sendiri fenomena yang sedang berkecamuk di negerinya.

Harusnya pendidikan kritis mendorong pelajar untuk tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan yang mereka terima. Paulo Freire, seorang filsuf dan pendidik asal Brasil, menekankan pentingnya pendidikan kritis dalam bukunya “Pedagogy of the Oppressed” (1970). Freire mengkritik model pendidikan “Banking”, di mana guru hanya “Menyetor” pengetahuan ke dalam pikiran siswa yang dianggap kosong. Sebaliknya, ia mengusulkan model pendidikan yang lebih dialogis dan partisipatif.

Penerapan berpikir kritis itu tidak menunggu para siswa untuk siap menerima sistem pendidikan kritis. Fenomena yang terjadi saat ini di dunia pendidikan, “Fasilitator” merasa terancam dengan berkembangnya pemikiran siswa ke arah “Radikal.” Sistem ini dianggap dekadensi moral pelajar. Kritis dianggap subversif, mempertanyakan sumber dari selain buku yang ada dalam kurikulum dianggap menyimpang dari nilai etika. Bagaimana mungkin pendidikan yang seperti itu bisa membawa perubahan untuk negeri? Menciptakan kader perubahan yang disebut sebagai agent of change, dan menghadapi perkembangan zaman yang signifikan.

Di Indonesia, penerapan pendidikan kritis masih menghadapi berbagai tantangan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suyanto (2019), sebagian besar sekolah di Indonesia masih menerapkan metode pembelajaran yang berfokus pada hafalan dan ujian tertulis, bukan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis ini didapatkan dari bacaan yang mendukung pembelajaran. Baik dari segi sejarah, pengembangan skil, mempelajari hal baru dari sains, analisis sosial, public speaking, berhitung cepat, dsb. Jika pelajar abai akan pentingnya membaca, menulis, dan terus berlatih justru memperumit keadaan. Karena apa yang disampaikan oleh fasilitator tidak mampu diserap dengan baik, akhirnya keruwetan yang dialami pelajar membuat mereka enggan mempelajari hal baru atau sekedar evaluasi apa yang telah disampaikan pendidik.

Dunia pendidikan di negeri ini butuh kurikulum yang relevan dengan perkembangan zaman. Kurikulum itu bukan mengikat, kurikulum itu fleksibel. Yang dibutuhkan pelajar hari ini adalah mampu menyeimbangi diri dengan zaman dan teknologi. Mereka harusnya dipersiapkan untuk menghadapi persaingan global, kader yang berwawasan luas, mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan modal ilmu yang telah mereka perolah di sekolah.

Kurikulum yang Relevan dan Fleksibel

Jam istirahat setelah mengejar biasanya saya habiskan dengan membaca, sambil menikmati secangkir kopi di kantin sekolah, ditemani oleh beberapa rekan guru yang mempersiapkan materi ajar. Tapi Saat ini saya tinggalkan sementara bacaan yang diminta untuk segera melahap secepat mungkin agar bisa beralih ke bacaan selanjutnya. Pikiran saya tertuju pada kurikulum yang harusnya sudah diterapkan di negeri ini. Pikiran itu membawa saya menuju labirin kurikulum yang masih berseliweran di dalam kepala. Sekarang saya akan membedah puzle itu menjadi sebuah seni pendidikan yang sangat relevan untuk saat ini:

1. Bahasa dan Sastra:

– Penulisan kreatif dan jurnalistik

– Analisis karya sastra lintas budaya

– Sastra Indonesia

2. Matematika:

– Statistik terapan dan analisis data

– Pemrograman dan logika matematika

– Pemecahan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari

3. Sains:

– Proyek penelitian ilmiah interdisipliner

– Penerapan metode ilmiah dalam isu-isu kontemporer

– Etika sains dan teknologi

4. Ilmu Sosial:

– Studi kasus masalah sosial kontemporer

– Simulasi pemerintahan dan diplomasi

– Antropologi budaya dan etnografi

5. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education):

– Pemahaman sistem pemerintahan dan proses demokrasi

– Analisis hak asasi manusia

– Hak dan kewajiban warga negara

– Partisipasi aktif dalam masyarakat dan isu-isu kontemporer

6. Seni:

– Seni digital dan desain grafis

– Produksi film dan multimedia

– Seni pertunjukan lintas budaya

– Tari tradisional

7. Pendidikan Jasmani:

– Manajemen kesehatan dan kebugaran personal

– Olahraga tim dan pengembangan kepemimpinan

– Aktivitas petualangan dan survival skills

8. Teknologi:

– Pengembangan aplikasi mobile

– Kecerdasan buatan dan machine learning

– Keamanan siber dan etika digital

9. Kewirausahaan:

– Perencanaan bisnis dan manajemen keuangan

– Inovasi produk dan design thinking

– Kewirausahaan sosial

10. Keterampilan Hidup:

– Manajemen stres dan kesehatan mental

– Literasi keuangan dan perencanaan karir

– Keterampilan komunikasi interpersonal

11. Studi Global:

– Bahasa asing dan komunikasi lintas budaya

– Isu-isu global kontemporer

– Proyek kolaboratif internasional

– Studi komparatif peradaban kuno

– Analisis peristiwa penting yang membentuk dunia modern

– Pengaruh globalisasi terhadap budaya dan masyarakat

11. Studi Lokal:

– Sejarah peradaban bangsa

– Penelusuran akar budaya dan tradisi daerah

– Analisis perkembangan sosial, ekonomi dan politik daerah

– Studi tokoh-tokoh penting dan peristiwa bersejarah lokal

Untuk mencapai visi pendidikan yang didambakan, diperlukan komitmen dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, guru, orang tua, dan masyarakat. Investasi yang berkelanjutan dalam pendidikan, baik dalam hal infrastruktur, pengembangan kurikulum, maupun peningkatan kualitas guru, sangat diperlukan. Selain itu, evaluasi dan perbaikan terus-menerus terhadap kebijakan dan praktik pendidikan juga penting untuk memastikan bahwa sistem pendidikan dapat terus beradaptasi dengan kebutuhan yang selalu berubah.

Dengan upaya bersama dan fokus yang tepat, potret pendidikan yang didambakan ini bukan hanya angan-angan semata, tetapi dapat menjadi kenyataan yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *