Memetik Hikmah dari Kisah Qarun

Oleh: Azmi Abubakar, Lc, M.H

(Tulisan ini telah dimuat di Nu.Online, 24 Mei 2024)

Kisah Qarun adalah salah satu kisah yang terdapat dalam Alquran, kisah seorang yang dianugrahi oleh Allah kekayaan lalu kufur nikmat. Karenanya Allah memberikan balasan dana azab kepada Qarun.

Dua pertiga isi Alquran berisi kisah kisah umat terdahulu untuk menjadi iktibar bagi umat kemudian. Ada kisah yang sangat terkenal, yaitu kisah Qarun,  seorang yang dianugrahi nikmat kemudian menjaid kufur. Allah swt berfirman:

  إِنَّ قارُونَ كانَ مِنْ قَوْمِ مُوسى فَبَغى عَلَيْهِمْ وَآتَيْناهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفاتِحَهُ لَتَنُوأُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ  

Artinya: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (QS. Al-Qashash: 76).

Awalnya ia adalah pengikut nabiyullah Musa, tidak ada harta apalagi kekuatan. Selanjutnya Allah membukakan pintu rezeki kepadanya berupa harta yang melimpah. Dalam ayat di atas Allah mengingatkan kita betapa kemudian Qarun memisah diri dari pengikut Musa, dimana redaksi ayatnya kemudian memposisikan ia sejajar bersama Firaun dan Hamman. Allah Swt berfirman:

وَقَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مُوسَىٰ بِالْبَيِّنَاتِ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الْأَرْضِ وَمَا كَانُوا سَابِقِينَ

Artinya: dan sesungguhnya Musa telah datang kepada mereka (Qarun, Firaun, dan Haman) dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di muka bumi, maka tidaklah mereka luput dari kehancuran” (QS Al ‘Ankabut: 39).

Selanjutnya Qarun pasca menjadi kaya  berubah total 180 derajat, kawan kawan dekatnya ia jauhi, bahkan ia sudah melupakan nabiyullah Musa alaihissalam. Ia telah menjadi hamba yang tidak lagi bersyukur akan nikmat Allah Swt.  Allah Swt berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيددٌ

”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7). 

Alquran ingin supaya kita semua belajar dari kisah Qarun, seorang yang Allah anugrahi nikmat kemudian lupa akan semua. Kecongkakannya telah  membinasakan dirinya, Ia kemudian menjadi semena mena kepada yang lemah, padahal sifat ini bisa membahayakan dan menjatuhkan seseorang ke jurang kehancuran, bahkan kemudian ia menjual dirinya kepada penguasa yang bernama Firaun, agar membantu kekuasaan Firaun dengan hartanya. Begitu lezat ia berbuat zalim dan sombong sampai kemudian tibalah masanya Allah menghancurkan dia dan seluruh hartnya dalam sekejap. Allah Swt berfirman:

  فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ  

Artinya: Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (diri),” (QS. Al-Qashash: 81).

Kisah Qarun menjadi iktibar kepada umat muslim saat ini, adakah diri kita berubah sesudah Allah memberi nikmat yang luas, berupa kekayaan, keuasaan, istri dan anak. Apakah kita masih tetap sebagai seorang yang dulunya rajin beribadah, mencium tangan orang tua, bertemu dan menyapa sahabat-sahabat seperjuangan, ataukah kita saat ini tak lagi mempraktikkan laku itu. Maka jangan jangan sifat Qarun sudah bersemayam dalam hati kita.

Betapa banyak sekarang fenomena perceraian, dimana seorang suami berubah sikabnya manakala harta dan kuasanya bertambah. Ia lupa diri dengan berselingkuh, ia lupa jika keberhasilannya juga atas dorongan dan dukungan  sang isteri. Terjadilah konflik rumah tangga yang berakhir dengan kehancuran dan air mata.

Orang beriman tak pernah merasa goyah dan berubah baik dia berstatus sebagai seorang miskin maupun kaya. Punya jabatan atau tidak, seorang mukmin tetaplah menjadi mukmin yang mempunyai sifat rendah hati kepada sesama, penyayang, murah hari, pemaaf, saling menolong serta menjadi teladan bagi siapapun. Akhlak  ini yang sesungguhnya yang dicontohkan Rasulullah kepada kita sebagai umatnya.

Begitupun ketika dunia Islam dimasuki dengan tekhnologi  dan budaya yang luar biasa. Seorang mukmin  tidak akan berubah, membenamkan diri dalam perubahan negatif, sebaliknya seorang mukmin akan memanfaatkan perubahan peruban dunia untuk kemajuan agamanya.

Sebagai penutup kita diingatkan kembali kepada khalifah Bani Umayah, Umar bin Abdul Aziz, menjelang wafat ia bacakan satu ayat yang menyadarkan diri kita akan hakikat kehidupan kita di dunia ini (Ibnu Katsir, juz, V h. 223):

تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِى الْاَرْضِ وَلَا فَسَادًاۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ

Artinya: Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan (yang baik, yakni surga) itu (disediakan) bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Qasas; 83).

Mari terus mensyukuri nikmat Allah dengan meningkatkan kualitas ibadah, semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk dari Allah swt. Amin ya Rabbal alamin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *