Oleh; Azmi Abubakar, Lc., M.H
Tujuan risalah Nabi dan Rasul adalah menyeimbangkan kembali kehidupan manusia agar memakmurkan bumi dengan taat kepada Allah (Hablum minallah) dan menjaga hubungan baik dengan manusia (hablum minan nas).
Dari sini manusia akan mendapatkan limpahan keberkahan dan keridhaan dari Allah SW. Sebaliknya apabila manusia tidak menngindahkan ajakan Rasul mereka akan mendapatkan siksaan dan azab sebagaimana umat para Nabi terdahulu.
Sejarah umat manusia pasca Nabi Adam sangatlah beragam dan penuh dinamika, Di mulai dengan kisah Habil dan Qabil yang memperebut saudarinya dan terjadilah pembunuhan pertama di dunia. Dari sini saham pertumpahan darah berkelanjutan dengan berbagai pemicu di belakangnya.
Nabi-nabi kemudian diutus Allah untuk menyeimbangkan kembali tatanan kehidupan, tahap selanjutnya Nabi Nuh menghadapi umat yang tidak lagi menyembah kepada Allah, ia diutus lama, akan tetapi hanya segelintir yang beriman. Kaum nabi Nuh lalu diazab Allah dengan banjir besar, sebagaimana firman Allah dalam surah Nuh 25; Artinya: Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah.
Tinggallah orang-orang beriman di muka bumi. Kehidupan menjadi normal kembali sesuai fitrah insaniyah. Risalah berlanjut hingga manusia kembali mengambil jalan kesesatan.
Nabi Ibrahim juga mendapati orang yang terdekatnya (Azar) tidak beriman, begitu halnya dengan penyimpangan kaum Nabi Luth. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah Asy-Syu’ara;165: artinya: Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks).
Juga kesombongan Firaun sebagaimana disebutkan. Dalam Alquran surah Yunus ayat 90; artinya: Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir‘aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir‘aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim (berserah diri).
Di antara tugas Rasul sejatinya adalah menyeimbangkan kembali kehidupan manusia yang telah porak-poranda itu, dengan penghambaan secara totalitas kepada Allah. Allah berfirman dalam surah al-Anbiya; 25 artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.
Minum minuman keras, berzina, berjudi dan maksiat lainnya menjadi laku sehari-hari yang mesti dibenahi, Peran Nabi ibarat orang yang kembali menyinari tanaman yang hampir mati, memperbaiki kembali tatanan prinsip hidup umat manusia.
Alhasil risalah Islam melalui Rasulullah Muhammad Saw berhasil mengembalikan tatanan insaniyah ke tempat semula. Sekitar 800 tahun Islam berjaya dengan hadirnya Umayah, Abasiyah, Andalusia, hingga Turki Usmani.
Sejarah mencatat bahwa di sela peradaban itu, berbagai maksiat masih terjadi di tengah kaum muslimin. Para ulama sebagai perwaris Nabi sebagaimana disebut oleh Rasulullah dalam Hadits nya: Ulama adalah pewaris para Nabi.(H.R. At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda Radhiallahu ‘Anhu).
Para ulama selalu mengingatkan kembali betapa pentingnya memahami risalah Islam. Alquran memerintahkan kita untuk berpikir dan selalu mengambil ibrah dari perjalanan kehidupan manusia masa lalu.
Manusia yang ingkar kepada Allah semisal umat Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi shalih dan Luth, semuanya musnah akibat maksiat yang mereka lakukan. Sebaliknya Alquran menyuruh kita memetik hikmah dan berkaca dari kehidupan orang orang salih. Dalam surah Ali Imran; 114 Allah berfirman: artinya: Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.
Jika kita lihat ke masa Bani Umayah, daulah ini mendapatkan kemajuan yang luar biasa, hingga lebih kurang 100 tahun lamanya, hingga akhirnya tumbang dan diganti oleh Bani Abbasiyah. Hal yang sama di alami Abbasiyah, tidak ada lagi persatuan, nihilnya semangat mempertahankan negeri menyebabkan kehancuran dinasti yang sangat digdaya itu. Di mana pada abad ke tujuh Hijriah tentara Mongol menyerang Abbasiyah, sebuah serangan yang amat ganas dan menghancurkan segala-galanya.
Serangan itu telah meruntuhkan peradaban Islam akibat kelalaian dan kemalasan. Siklus yang di alami kerajaan Islam di Andalus juga sama. Kemenangan dan keruntuhan itu tidak bisa dilepaskan dari bagaimana kemampuan orang beriman menjaga keseimbangan hidup sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
Kita perlu mengingat kembali bahwa Islam bukan hanya sebagai agama ibadah saja, ada nilai-nilai kehidupan yang diatur secara kompleks dalam Islam. Puncaknya kita bisa mengakui dan menghormati sesama, menempatkan sesuatu pada tempatnya, yang salah adalah tetap salah begitu sebaliknya.
Dalam khutbah haji wadak Rasul mengingatkan kembali bahwa keistimewaan manusia bukan terletak pada pada asal keturunan, atau warna kulit, tetapi pada iman yang mendalam dan perbuatan yang baik. Nabi bersabda: Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahwa Tuhan kamu adalah satu dan bapak kamu adalah satu. Ketahuilah, tidak lebih orang Arab atas orang yang bukan Arab. Tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan Ketakwaan. (hadist Riwayat Ahmad).
Rasulullah SAW juga berpesan kaum muslimin agar tidak berlaku kasar terhadap wanita, tidak menuntut balas terhadap kekejaman zaman jahiliyah, tidak mengambil keuntungan dari uang yang dipinjamkan, tidak murtad, dan tidak mengambil harta orang Islam dengan tidak benar.