Oleh. Ustz. Busra Idris, S.Pd. (Guru MTs Jeumala Amal)
Saya coba hidupkan komputer yang kebetulan terkoneksi wifi, mencoba menghubungi seseorang melalui WA Web. Eh ternyata diminta barcode, saya masuk google mail juga di minta konfirmasi hp. Saya melirik jendela, dia terlalu kecil dan saya terlalu besar.
Namun, saya berpikir apa salahnya mecoba. Saya menaiki kursi lalu lanjut ke atas meja lalu ke atas jendela dan siap melompat. “Oh no,.. ini terlalu tinggi”. Saya membayangkan bahwa saya tidak akan bisa mendarat dengan sempurna karena berat badan yang hampir 60 kg ini. Saya coba angkat kursi malah tidak muat sama sekali. Saya senang karena ada yang lebih besar dari saya. Tapi percayalah saya tidak sesenang ini waktu itu.
Setelah mencoba berbagai hal, akhirnya saya hanya punya doa. Sambil duduk di atas jendela saya melihat ke luar arah Mesjid Raudhatuz Zahra kebanggaan Dayah Jeumala Amal, yang jaraknya sekitar 300 meter dari ruang lab gedung lantai 3 ini.
Mulut saya tak henti-hentinya beristighfar. Pasti saya punya banyak kesalahan ya Allah, tolong ampun kan daku wahai Sang Pengampun.
Sayup-sayup terdengar anak-anak sedang mengaji setelah shalat zuhur. Terlihat juga beberapa ustad yang mengawasi namun tidak terlalu jelas dari sini kelihatan hanya seukuran semut. Hingga akhirnya saya melihat ustad Mishbahul Munir dan ustad Salman beranjak dari mesjid mereka menuju kantor tempat mereka bekerja (SDM). Saya tidak ingin membuang kesempatan ini. Saya mulai melambaikan tangan dan berteriak memanggil nama mereka sekeras-kerasnya. Namun ustad Munir hanya melihat langit dan berpikir betapa cerah nya hari ini.
Gagal lagi. Persis seperti nasib ku yang selalu di penuhi kegagalan. Namun hati senang walaupun tak punya uang oiii.. Nyanyi dulu biar ga gimana kali.
Masih di atas jendela, ingin turun ke bawah sana apa daya, kaki tak sampai. Yang pasti bukan salah ibu mengandung. Tiba-tiba terdengar bunyi sepeda motor di bawah. Beberapa rekan terdengar sedang berbicara itu Eva, mungkin sedang mengobrol dengan Rahmah T. Ada undangan Khanduri di tempat Ustazah Fitriah . Tolooooong… Tolooooong tolooooong pekik ku dengan keras. Namun mereka hanya berlalu.
Rays, zimmmmiiii Zimmiati Ziepure rizaaaaa. Terus saja memanggil nama rekan kerja ku yang terakhir ku ingat masih berada di kantor. Tak satupun menjawab. Gedor pintu lagi, coba lompat lewat jendela, berteriak, memanggil dengan telepati tak satupun berhasil.
Peluh sudah membasahi seragam yang ku kenakan. Tapi tidak boleh panik. Lihat sekitar apa lagi yang bisa ku lakukan. Ternyata tidak ada. Berharap ada yang merasa kehilangan diriku dan melaporkan nya ke polisi. Tapi ini belum 1×24 jam.
Panasnya. Coba hidup kan kipas angin. Sepoi-sepoi . Jilbabku melambai, hatiku lunglai.
Suara ku hampir habis, tenggorokan kering tapi bibirku tidak Pecah-pecah, tidak juga sariawan jadi tidak perlu minum Lasegar. Andaikan ada sebotol Lee Minerale aku pasti akan sangat bersyukur, karena ada manis-manisnya.
Mulai berjalan mondar-mandir, melihat ke arah jam tanganku. Waktu berlalu sudah setengah jam tapi rasanya lebih dari itu. Tiba-tiba terdengar deru sepeda motor. Aku bergegas mencari sumbernya. Dari arah parkiran. Ustad Fachrizal, adik letting saya yang masih single namun sudah bertitel Master.
Tolooooong……. Ustaaaaaaad.
Suara sepeda motornya mengahalangi suaraku. Ku tunggu sampai dia mematikannya dan melepaskan helm keren yang dikenakan. Tinggal cari penumpang yang duduk di belakang saja pasti lebih keren.
Ustaaad …ustad Fachrizallll…. Fakhrijal huruf nya harus benar. Saya melihat dia masih mencari sumber suara.
Ustaaaaaaad… saya Kembali memanggil dengan sekeras-kerasnya hingga saya merasa muka saya memanas mungkin juga merah seperti kepiting rebus.
“Dimanaaa?” Sahutnya. “lantai 3 laaaabbbbb” Saya berteriak sekeras-kerasnya.
“Dimana??????” Sahutnya.
“Lantai tigaaaaa” Jawab ku.
“Ngapain Disituuuuu?”
Aku ingin sekali menjawab. Piknik.
Bersambung….. []