Oleh: Muhammad Dany
Alumnus Dayah Jeumala Amal, Mahasiswa Univ. Al-Azhar Kairo Mesir
Kakiku sedikit pegal, ku coba mensiasatinya dengan sedikit mencondongkan badan ke kanan dengan satu tumpuan kaki, kemudian setelah kaki kanan pegal giliran kaki kiri yang menumpu berat badanku ini, begitu seterusnya. Berdiri salat berjam-jam memiliki kesan tersendiri dan kaya akan siasat, ada juga yang mensiasati dengan memulai takbiratul ihram saat imam hendak rukuk, ada yang salat (sunah tarawih) sambil duduk dan yang terakhir adalah ‘siasah ultimate’ dengan membaca ‘bismika allahumma ahya waamut’ langsung menuju ke ruangan bagian belakang masjid tempat istirahat jamaah i’tikaf.
Di luar siasat itu semua, ada seorang syekh yang umurnya menyentuh angka 60-an serta murid-murid seniornya yang istiqamah melakukan qiyamullail dari awal Ramadhan sampai malam akhir Ramadhan, beliau adalah Khatib sekaligus Imam Masjid Al-Asyraf Dr. Yusri Jabr, umurnya yang sudah tua ditambah lagi kesibukannya sebagai dokter spesialis bedah tidak meluputkannya dari mengajar dan ibadah. Jangankan ibadah sunah muakkad, fadhail-fadail a’mal kecil pun kerap dilaksanakan. Di antara kata-kata yang sering diucapkannya adalah “Nastarih fil qabr In Sya Allah” (Kita Istirahat di alam kubur In Sya Allah).
Qiyamullail dimulai jam 8.15 dengan salat Isya berjamaah kemudian disambung dengan salat tarawih. Usai tarawih rakaat ke-10 bertepatan jam 11 malam, qiyamullail dijeda dengan pengajian Kitab Bahjatun Nufus yang merupakan penjelasan dari ringkasan Kitab Shahih Bukhari, pengajian berjalan 1 jam, kemudian dilanjutkan lagi tarawih hingga 20 rakat sampai jam 1 malam. Kemudian istirahat selama 45 menit, aku memilih untuk keluar masjid buat ‘isi bensin’ melanjutkan perjalanan, susu kotak dan sepotong roti ‘Molto’ menjadi santapan.
Setelah mengumpulkan banyak tenanga, salat qiyamullail dimulai pukul 1.45-3.30, lama bukan? Alhamdulillahnya dengan bacaan ayat Al-Quran menggunakan qiraat a’syarah sedikit menjadikanku tidak berpikir ‘kapan selesai, makan sahur pake lauk apa yah?’
Setelah 8 rakaatdan 3 witir, qiyamullail pun selesai, hanya bermodalkan waktu 30 menit kami bersahur, meski sahur cuma 30 menit kami masih disempatkan dengan makanan ‘wellcome eat’ atau makanan pembuka dengan krem yoghurt dan manisan. Setelah itu baru makanan inti, menu full (bumbu kacang khas timur tengah) bersama roti isy menjadi santapan ditambah ada dua makanan lagi yang saya tidak tau namanya, rasanya seperti danging-danging gitu.
Setelah salat subuh aku berniat untuk ‘menunaikan’ kebiasan burukku, apalagi kalau bukan tidur subuh, wah gak kebayang gimana nikmatnya tidur subuh setelah ibadah sepenuh malam. Namun ku urungkan niatku itu, karena ternyata kegiatan di Masjid Al-Asyraf belum kelar, masih ada wirid setelah salat dan wirid sebelum syuruq (terbit matahari). Mau gak mau aku mengikutinya dengan mulut yang sudah menguap berkali-kali, setelah wirid disambung lagi dengan ngaji kitab Nabail Azim kitab tafsir, terus dilanjutkan dengan mengaji Musnad Imam Ahmad. Kalau boleh jujur setelah wirid tadi aku memang sudah mau pulang, tapi sungkan dan gak ada kawan pulang, aku berkali-kali melihat pintu keluar siapa tau ada yang mau pulang juga biar bisa bareng, ‘cuaksnya’ gak ada yang keluar satupun, akhirnya aku mengikuti pengajian dan mendapatkan banyak pencerahan.
Akhirnya pembacaan dua kitab itu selesai, aku pun siap-siap menggendong tasku, lagi-lagi aku mendengar Syekh Yusri berkata, “Kita salat dhuha, kemudian beranjak istirahat, istirathat dari jam 7.30 sampai zuhur jam 12.00, jadi kita istirahat berapa jam? 4 jam setengah In Sya Allah”
“Helwa kaza” katanya sambil ketewa tipis seakan mukanya mengeluarkan cahaya.
“Helwa ya maulana” jawab murid seniornya sambil ketawa juga.
“Masyi (baiklah), dunia bukan tempat beristirahat, nastarih fil qabr in sya allah” Balas Syekh.
Akupun langsung pulang menuju rumah, ada niat untuk salat dhuha di rumah, sesampai di rumah akupun langsung tidur dengan meninggalkan salat dhuha, Ya Rabb.
Masjid Al-Asyraf Muqattam, Kairo.
Kamis, 22 Ramadhan 1444 H