Meminjam bahasanya Napoleon Hill, mencari rezeki merupakan kerajinan mental pada diri seseorang, ia menyebut orang yang mempunyai semangat mencari rezeki adalah orang masih memiliki kekuatan hidup dan enerjik. Vitalitas kehidupan itu kemudian diarahkan sebagai sebuah energi baru untuk mencari nafkah berupa materi. Dalam hukum Islam mencari rezeki yang kemudian diterjemahkan sebagai nafkah menjadi kewajiban seorang suami sebagai pemimpin keluarga, sebaliknya Istri tidak ada kewajiban untuk itu. Rasulullah sudah meninggalkan kepada kita konsep utama dalam mencari rezeki.
Ketika membahas perjalanan Rasulullah berniaga ke negeri Syam, Syekh Ramadan Buti mengingatkan kita tentang betapa pentingnya mencari rezeki terutama untuk kelancaran dakwah. Beliau tidak pernah sama sekali menitipkan kambing gembalaannya kepada orang lain. Allah menghendaki agar manusia mengetahui ‘inayah Ilahiyah kepada Rasulullah sehingga akan memudahkan keimanan terhadap risalahnya, dan menjauhkan faktor-faktor keraguan terhadap kebenaran.
Dalam usaha Rasulullah Saw menggembala kambing terdapat tiga pelajaran, pertama, selera tinggi dan perasaan halus pada diri Rasulullah, dengan kedua sifat ini, Allah meperindah sifat Rasulullah. Abu Thalib-lah yang mengasuh Rasulullah dengan penuh kasih sayang, tetapi begitu Rasulullah merasakan kemampuan bekerja, Rasulullah segera melakukannya dan berusaha sekuat tenaga untuk meringankan sebagian beban nafkah dari pamannya. Barangkali hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dipilihkan Allah itu tidak begitu banyak dan penting bagi pamannya, tetapi ia
merupakan akhlak tinggi yang mengungkapkan rasa syukur, kecerdasan watak dan kebaikan perilaku.
Kedua, sangatlah mudah bagi Allah mempersiapkan kehidupan yang mapan kepada Rasulullah, dimana segala sarana kehidupan dan kemewahan yang dapat mencukupinya sehingga tidak perlu lagi memeras keringat dan menggembalakan kambing, tetapi hikmah Ilahi menghendaki agar kita mengetahui bahwa harta manusia yang terbaik adalaah harta yang diperoleh dari usaha sendiri, dan imbalan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan saudaranya. Sebaliknya, harta yang terburuk adalah yang didapatkan tanpa bersusah payah atau tanpa imbalan kemanfaatan yang diberikan kepada masyarakat.
Ketiga, para aktivis dakwah tidak akan diharga usaha dakwahnya manakala menjadikan dakwah sebagai sumber rezekinya atau hidup dari mengharapkan pemberian orang lain. Karena itu, para penggiat dakwah merupakan orang yang sudah selesai urusan ekonominya melalui usaha sendiri atau dari sumber yang mulia yang tidak mengandung unsur meminta. Hal ini dimaksudkan agar pendakwah tidak merasa berhutang budi kepada siapapun yang menghalangi dari menyatakan kebenaran.
Pada tahap selanjutnya yaitu periode Madinah, Rasulullah telah menjadi penasihat ekonomi bagi masyarakat Islam dan Madinah, setelah sebelumnya Rasulullah ikut berniaga ke negeri Syam, dan juga menjadi pembisnis yang sukses di periode Mekkah. Dari sini kita bisa melihat bahwa usaha mencari rezeki merupakan perintah syariat dalam rangka menjaga jiwa (hifz al-Nas). Maqasid al-Syariah menginginkan manusia hidup bahagia dan produktif sebagai bagian dari peran khalifah di muka bumi, untuk menghasilkan peran yang maksimal, manusia perlu mencari rezeki guna memenuhi kebutuhannya.
Bagi penganut teori sosial, kelas-kelas masyarakat dipercaya terbentuk karena bagaimana tingkatan seorang dalam memperoleh penghasilan materi. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perubahan status sosial dalam kelas atas dan bawah. Adanya kelas atas dan bawah yang diamini Marx disatu sisi sudah menjadi qudrah kesimbangan alam. Menanggapi realitas ini, Islam dengan sistim taawwanu ala birri telah mengajarkan pemeluknya untuk berlaku proposional terhadap kalangan bawah. Rasulullah telah mencontohkanya sebagai sosok yang sangat dekat dengan para fuqara, keberpihakan Rasulullah dapat ditemui dalam berbagai kisah beliau dengan para fakir dan miskin. Betapa Rasulullah mengangkat derajat orang miskin dan memuliakan mereka. Rasulullah mengajarkan bahwa orang yang meringankan maka ia akan diringankan termasuk dalam hal mencari rezeki.
Akhir kata, apa yang disebutkan Napoleon Hill dalam bukunya Think and Grow Rich, rahasia memperoleh kekayaan materi, secara kolektif sudah ada pada diri Rasulullah seperti, visioner, jujur, terpercaya, cerdas, kegigihan, komitmen dan perancang strategi yang ulung. Akhir dari eksplorasi ini, penulis ingin menyebutkan bahwa mencari rezeki adalah bagian dari mengikuti sunah Rasulullah, sebagai wasilah tercapainya kehidupan yang bahagia.