Oleh: Azmi Abubakar, Lc, M.H
Suasana masih gelap, makanakala beberapa bus dan truk melintasi rute Banda Aceh-Medan, di tepi kiri dan kanan jalan, tampak para warga berlalu lalang, larut menyusun barang dagangannya. Mereka adalah para Nyak dan Abu yang siap menjajakan dagangan terbaiknya di Pasar Subuh Luengputu.
Apalagi hari Ahad di mana pusat keramaian terjadi dan merupakan Uroe Peukan bagi masyarakat Lueng Putu, Pidie Jaya. Sudah semenjak sebelum Shubuh para Nyak berdatangan menghampar tikar pandan dan menyusun dagangannya semisal gulee jampu (sayur campuran) cabai, tomat, bawang, dan berbagai jenis buah-buahan.
Lokasi Pasar Subuh Lueng Putu berdekatan dengan Dayah Jeumala Amal, para pembeli berasal dari kecamatan tetangga, hingga Kembang Tanjong Kabupaten Pidie. Tidak jauh dari Pasar Lueng Putu ada makam ulama besar, Syekh Ahmad Khatib Langgien, pengarang kitab Dawaul Qulub, salah satu bagian dari kitab Jam’ul Jawami’ al-Musannifat. Hal ini menambah gezah dan keberkahan melimpah-limpah bagi masyarakat Lueng Putu.
Barang dagangan dijual dengan harga murah, seorang Nyak tersenyum melayani pembeli, mengeluarkan uang pecahan ribuan bersamaan dengan terbitnya cahaya matahari perlahan. Sungguh pecahan ribuan yang sangat berarti dan semburat senyum berselimut sirih merah paling ikhlas dan bahagia. Alhasil kehidupan Subuh menjadi berkah, apalagi para Nyak yang beraktifitas setelah menunaikan salat Subuh, dibeli pula oleh jamaah salat Subuh, menghasilkan selaksa keberkahan dan kebahagian tidak terkira.
Betapa Pasar Subuh Lueng Putu telah menjadi simbol kegigihan berjuang bertahan hidup, kegigihan menunaikan kewajibannya kepada keluarga dan sang buah hati, ada tanggung jawab, nafkah juga kemuliaan. Dari pasar subuh kita belajar tentang makna kebahagiaan, keikhlasan dan kesederhanaan. Mari belajar menyara hidup dari geliat Pasar Subuh Lueng Putu.