Oleh: Mishbahul Munir, S.Hum.
Bulan suci nan Agung telah tiba di hadapan kita dan kita sudah memasukinya dengan hati penuh gembira. Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Muslim dunia, dimana rahmat dan ampunan menyelimutinya. Kita sebagai Muslim sering menjadikan bulan ini sebagai event untuk bertaubat dan mendekatkan diri kepada Rabb sang maha segala-galanya dengan melakukan berbagai kegiatan ibadah.
Namun, tak sedikit pula orang yang menjalani bulan ini dengan rasa yang biasa-biasa saja. Kualitas ibadah masih saja sama seperti bukan di bulan Ramadhan. Hari-harinya dilewati dengan main game dan scroll sosial media. Al-Qur’an tersusun rapi di rak mulai berdebu sudah tak pernah disentuh lagi. Bahkan ada yang sama sekali belum pernah bergabung dengan jamaah shalat Tarawih di masjid. Fenomena ini tak sedikit terjadi di sekeliling kita, bisa jadi kawan dekat, saudara, atau bahkan kita sendiri.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 183 Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman untuk berpuasa. Pada ujung ayat ditutup dengan la’allakum tattaqun, ini memiliki makna yang mendalam. Bahwa seluruh proses yang kita lakukan selama berpuasa dan menjaga diri dari segala perbuatan maksiat sekecil apapun serta istiqamah berta’abbud kepada Ilahi Rabbi adalah langkah untuk mencapai insan yang bertaqwa. Jadi maksud disini bukan hanya berpuasa dengan menahan lapar dan haus saja untuk mencapai predikat taqwa. Melainkan dengan segala ibadah lain yang mendukungnya.
Ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian kita bersama dalam menjalani hari di bulan Ramadhan ini di samping beribadah. Seyogyanya kita akan mengupas dengan singkat dan terperinci. Pertama, selain beribadah dengan shalat dan puasa, sebagai manusia yang juga makhluk sosial, selayaknya kita menjadi orang “baik” kepada orang lain. Baik memiliki makna yang sangat umum. Setiap orang memiliki cara penilaian tersendiri untuk melebelkan suatu perbuatan itu baik atau tidak. Sebagian besar “baik” sudah diatur dalam norma-norma Islam. Masih banyak hal-hal baik yang bisa kita lakukan dalam bermasyarakat. Islam telah mengaturnya dengan sangat terperinci. Kini tinggal kita laksanakan semampu kita agar kita menjadi orang baik yang disenangi oleh orang banyak dan diridhai oleh Allah. Maka tak salah ketika saya mengutip kata-kata Ayah Hamdani AR, “hate beu gleh, muka beu rumeeh”. Sudah sepantasnya kita selalu berbaik sangka sesama makhluk untuk keharmonisan yang sangat indah.
Kedua, menggunakan waktu luang untuk melakukan hal-hal yang positif. Jangan sampai ada waktu yang berlalu dengan sia-sia. Main hp secara berlebihan dengan scroll sosial media bukan lah langkah yang tepat untuk heeling. Alangkah indah jika waktu kita gunakan untuk membaca Al-Qur’an dan melakukan berbagai aktivitas positif yang berfaedah. Walau terlihat agak kesusahan bagi kita yang tidak terbiasa, senantiasa kita tetap harus mencoba melakukannya step by step hingga bisa istiqamah. Kita sebagai makhluk hanya perlu untuk berusaha, sedangkan hasilnya cukup Allah yang menentukannya. Imam Syafi’i pernah mengungkapkan sebuah bait tentang menggunakan waktu.
ُدَعِ الأَيَّامَ تَفْعَلُ مَا تَشَاءُ # وَطِبْ نَفْسًا إِذَا حَكَمَ اْلقَضَاء
“Biarlah hari-hari itu berlalu, kerjakanlah apa yang kamu sukai. Apabila takdir sudah menentukan maka berlapang dadalah.”
Bait sya’ir di atas mengajak kita sebagai manusia agar berserah diri dan menerima segala ketentuan (takdir) Allah Swt. setelah sebelumnya kita berusaha sekuat tenaga memperjuangkan harapan. Lapangkanlah dada kita terhadap segala hal yang akan terjadi dan serahkan segala sesuatu kepada Allah. Walau kebanyakan orang tidak sanggup beristiqamah dalam waktu yang lama, namun memperjuangkannnya akan menentukan hasil yang terbaik bagi kita. Kita selalu berdoa agar senantiasa menjadi orang baik. []