Oleh: Niswatul Khaira (XI MIA 4)
“Bundaa…” suara seorang gadis melengking ke seluruh penjuru ruangan.
“Ada apa Alisa sayang, kok pulang-pulang langsung teriak-teriak?.” tanya bunda menghampiri putri bungsunya dari ruang tamu.
“Bunda di depan kok ada mobil? kak Bara pulang?” tanya Alisa celingak-celinguk mencari keberadaan kakak kandungnya Bara Gazena Syakib.
“Oh itu ada tamu, teman lama bunda,” jawab bunda dengan santai yang dibalas anggukan. Alisan dan ibunya menuju ruang tamu. Tanpa sengaja iris hazel Alisa menangkap iris hitam pekat milik seorang pria yang diperkirakan satu tahun lebih tua darinya.
“Zara, kami pamit dulu”, ucap seorang wanita paruh baya kepada Zara bundanya Alisa.
“Kok buru-buru” balas Zara.
“Masih ada urusan, Zar.”
“Ooo.. iya.”
“Jangan lupa itu ditanyain” goda wanita itu memberikan senyuman kepada Alisa.
“InsyaAllah. Doain aja semoga berjalan sesuai rencana.” Zara mengedipkan sebelah matanya kepada putri bungsunya. Alisa tidak mengerti apa yang dibicarakan bundanya, ia hanya tersenyum kebingungan.
***
“Alisaa..” Zara menyusuri setiap ruangan rumahnya mencari keberadaan Alisa. “Alisa dimana ya, tumben nggak ribut” batin Zara.
“Shadaqallahul ‘Adzim”. Alisa baru saja menyelesaikan bacaan surat kesukaannya, Ar-Rahman.
“Oh, ngaji toh rupanya” gumam Zara. Ia mengintip putrinya yang sedang khusyuk melantunkan ayat suci Al-Qur’an dengan syahdu dari balik pintu.
“Bunda masuk, Bun.” Alisa menyadari kedatangan Bunda dan mempersilahkannya masuk sembari melipat mukena dan sajadah. Bunda pun masuk ke dalam kamar putrinya dengan wajah serius.
“Bunda kok tegang gitu?” Tanya Alisa penasaran, bingung dengan raut wajah Bunda. Sepertinya Bunda ingin membicarakan hal penting dengan Alisa.
“Duduk dulu sayang” titah Bunda menepuk-nepuk bagian kasur kosong di sebelahnya. Alisa pun menurut dan segera duduk di samping Bunda.
“Alisa, Bunda mau ngomongin hal penting sama kamu” ucap Bunda menegaskan pernyataannya. “Seperti yang ku duga” seru batin Alisa.
“Teman lama Bunda yang berkunjung tadi namanya tante Aisyah. Beliau pimpinan salah satu pesantren di Aceh. Kedatangan beliau dan keluarganya bukan hanya bersilaturahmi seperti biasa, tapi beliau berniat menjodohkan kamu dengan salah satu putranya.”
“Apa..?” teriak Alisa refleks. Zara terkejut mendengar teriakan putrinya spontan.
“Bunda, Alisa masih SMA, belum juga wisuda. Nggak mungkin Alisa menikah. Alisa juga mau kuliah, Bun. Alisa masih muda” ucap alisa penuh kesal.
“Alisa, tenang dulu sayang” balas Zara menenangkan putrinya yang sudah emosi.
“Bunda kenapa sih mau nikahin Alisa secepat ini? bahkan Alisa nggak tau siapa calon suami Alisa.” Alisa tak sanggup lagi menahan air yang sudah membendung di pelupuk matanya. Air mata mengalir begitu deras membasahi pipi mulus milik Alisa. Ia ingin kuliah di Rusia.
“Alisa, Bunda udah bicarain ini sama Abi kamu dari jauh-jauh hari. Kakak kamu juga sudah tau, dan mereka setuju. Ini semua demi kebaikan kamu, Bunda pasti memilih laki-laki yang tepat untuk putri Bunda yang cantik ini. Jadi, kamu tenang ya, sayang” jelas Bunda dengan suara lembut. Zara sangat menyayangi putrinya. Ia tidak ingin ketika putrinya kuliah tidak ada seseorang yang menjaganya. Apalagi universitas pilihan gadisnya ada di Rusia, negara yang terkenal dengan pergaulan bebas. Namun Zara harus bersabar membujuk Alisa yang masih remaja. Ia yakin laki-laki pilihannya adalah pasangan yang tepat untuk putri bungsunya.
“Alisa nggak mau nikah dulu, Bun. Alisa mau kuliah ke Rusia.”
“Kamu bisa kuliah setelah nikah kok, sayang. Bunda nggak bakalan khawatir lagi sama kamu, karena ada yang bisa Bunda percaya buat jagain kamu di sana.
“Tapi, Bun.”
“Alisa, percaya sama BUnda, besok kita adain acara pertunanganan.” ucap Bunda meyakinkan.
Alisa belum bisa menerima keputusan Bunda yang ingin menikahkannya dengan seorang pria yang belum dikenalnya. Ia percaya Bunda pasti akan memilih pria terbaik untuknya. Namun Alisa tidak bisa membayangkan di usianya yang masih muda ia akan menikah. Tapi Alisa juga tidak mau durhaka dengan kedua orang tuanya. Akhirnya Alisa pun menyerah, ia menerima keputusan Bundanya. Entah bagaimana kehidupannya ke depan, yang ia tahu masih ada harapan untuk melanjutkan kuliah di negara impiannya.
***
20.00
“Tiit, tit..” terdengan bunyi klakson dari luar rumah. “Assalamu’alaikum” ucap seorang wanita paruh baya dari luar.
“Wa’alaikum salam” jawab zAra dari dalam rumah.
“Silakan masuk” ia mempersilakan tamunya masuk dan menuntun mereka menuju ruang tamu. Terlihat Bara yang baru saja kembali dari Bandung dan Abi telah menunggu tamunya di sana. Sementara Alisa masih betah memainkan handphone-nya di dalam kamar tanpa menghiraukan kedatangan tamu. Tanpa sepengetahuannya, Bunda menatap Alisa dari balik pintu. “Alisa” panggil Bunda. “Keluar dulu nak, ada tamu” ajak Bunda tersenyum hangat.
“Hmm.” Alisa menghela nafas pelan dan memejamkan matanya sekejap turut membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Malam ini Alisa terlihat anggun dengan balutan gamis dan hijab, perpaduan antara pink soft dan abu-abu membuatnya tampak lebih elegan. Ia pun ikut mengekori Bundanya menuju ruang tamu.
Alisa dan Bunda duduk berdampingan dengan Abi dan Kak Bara. Alisa merasa canggung dengan suasana saat ini. Ia tidak tahu harus bagaimana ketika semua tatapan menuju kepadanya. Alisa melihat sosok wanita yang cantik sedang menatapnya ramah. Ia pun membalas senyuman dari wanita yang diketahuinya bernama Aisyah, teman lama ibunya yang berniat menikahkan Alisa dengan salah satu putranya. Lagi-lagi Alisa merasakan pipinya memanas ketika ia melihat dua orang laki-laki yang sepertinya pernah ia temui. Lelaki pemilik iris hitam itu pernah ia temui pada kunjungan mereka yang pertama. Namun lelaki yang sedang menunduk itu sepertinya ia pernah melihatnya, “Tapi dimana ya..” batin Alisa. Seketika bayangan beberapa hari yang lalu hadir kembali.
***
“Dulu, pada zaman jahiliah, wanita tidak dihormati bahkan mereka rela mengubur anak perempuannya karena malu. Mereka menganggap wanita itu lemah dan membawa kemiskinan. Namun ketika Rasulullah hadir, beliau menghapus semua pemikiran seperti itu. Rasulullah mengangkat derajat wanita hingga mereka dihargai dan dihormati. Tapi wanita zaman sekarang merendahkan diri mereka sendiri dengan berpacaran. Ustadz, pacaran itu apa sih? Pacaran adalah bermain-main seperti anak-anak, berbicara seperti sahabat, melindungi seperti saudara kandung, berdebat seperti suami istri, peduli seperti orang tua, dan masuk neraka bersama-sama seperti Abu Lahab dan istrinya. Makanya wanita lah pihak pertama yang paling dirugikan. Satu kata dari saya, MENIKAH!. Karena itu sebaik cara menghalalkan pacaran tanpa merugikan. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Suara tepukan bergemuruh di seluruh penjuru ruangan menyambut turunya seorang ustadz dengan wajah yang dipahat sedemikian sempurna.
Kenzi Kinan Elfatih, mahasiswa Rusia sekaligus ustadz muda putra Pimpinan Pesantren Sulaimaniah. Ia kembali dari Rusia untuk menggantikan sang ayah memberikan tausiah dalam rangka memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. di beberapa tempat, salah satunya di SMA Garuda Pancasila.
Siswa-siswi SMA Garuda Pancasila khidmat mendengarkan penuturan sang ustadz muda yang berbicara dengan gaya bahasa biasa namun menegaskan. Selain itu, ketampanan sang ustadz muda menarik perhatian kaum hawa.
“Calon suami idaman, udah ganteng, alim, pinter, sekolah di Rusia lagi, bungkus dah.” Celetuk Tasya seorang gadis di sebelah Alisa yang sedang memperhatikan ustadz sedang ceramah dari bangku penonton. “Biasa aja” beo Alisa. Walaupun hatinya tidak membenarkan ucapannya.
“Alisa, kamu norma?” tanya gadis tersebut. Namun Alisa hanya menaikkan alisnya mengiyakan pertanyaan temannya.
Acara peringatan Maulid Nabi selesai dilaksanakan. Terlihat siswa-siswi berdesak-desakan dekat koridor sekolah. Ternyata di sana Ustadz Kinan dan beberapa guru sedang berbincang. “Ustadz Kinan kita mau foto dong” teriang seorang siswi dari kerumunan tersebut. Tampaknya Ustadz Kinan sedikit ragu untuk mengabulkan permintaan itu. Namun dengan berat hati ia menyanggupi permintaan siswi-siswi tersebut.
“Maaf, jangan dekat-dekat, masih ada wudhu” pinta Ustadz Kinan di sela-sela bidikan kamera menuju arahnya. Foto bersama Ustadz Kinan terus berlanjut, para siswi yang berfoto diberi jarak atas permintaan beliau yang ingin menjaga wudhunya. Sementara Alisa dan Tasya hanya menatap dari kejauhan kebahagiaan teman-temannya setelah berfoto dengan sang Ustadz.
“AL, aku mau foto sama calon suami, mau ikut?” tanya Tasya. Tidak, lebih tepatnya Tasya mengajak Alisa foto bersama ustadz Kinan. “Nggak” ketus Alisa.
“Aku nggak mau tau, pokoknya kamu harus ikut” paksa Tasya segera menarik tangan kiri Alisa untuk ikut bersamanya.
“ALISA !!” seorang laki-laki menarik paksa tangan kanan Alisa.
“Aldo?” Alisa terkejut dengan kehadiran Aldo. Iya, Aldo, pria yang sangat dihindarinya. Aldo memiliki perasaan kepada Alisa, namun Alisa mengabaikannya. Aldo merupakan tipikal pria kasar ketika keinginannya tidak terpenuhi. Alisa segera menepis kasar tangan Aldo.
“Kamu nggak usah kesana, Al. Aku tahu kamu tidak tertarik sama ustadz sok keren itu. Mending kamu temenin aku jalan” ucap Aldo percaya diri.
“Heh. Aldo, ngapain kamu pegang-pegang Alisa. Nggak usah deketin dia, Alisa nggak suka sama kamu” pinta Tasya sedikit tersulut emosi melihat Aldo yang menyentuh Alisa seenaknya.
“Aldo, aku nggak mau berantem. Aku mau pergi” kata Alisa pelan dan beranjak pergi dari hadapan pria itu. Aldo tidak mau menyerah, otaknya berputar cepat, ia harus mendapatkan Alisa bagaimanapun caranya. Ia kembali menarik paksa lengan Alisa, hingga hampir jatuh dibuatnya. “Aldo, aku peringati kamu, aku nggak suka disentuh, kamu pikir aku apa? seenaknya kamu sentuh”. Alisa tak sanggup lagi menahan amarahnya kepada Aldo yang sama sekali tidak menghargai perempuan. Aldo menatap tajam Alisa, ia geram dengan gadis yang tak mau nurut.
“Nggak mau disentuh? hahaha, kamu kira kamu siapa. Sok suci bange, kamu cuma cewek biasa” remeh Aldo menyindir.
“Aku memang cewek biasa, tapi kamu memperlakukan cewek seenak jidatmu. Namanya apa kalau buka cowok brengsek” ucap Alisa menggeram. Aldo panas mendengar perkataan yang keluar dari mulut Alisa. Seketika ia melayangkan tangannya tepat pada wajah Alisa.
***
Dari kejauhan Kinan melihat dua orang gadis sedang berdebat dengan seorang pria. Matanya terus melirik memperhatikan apa yang mereka perdebatkan. Pemotretan pun selesai, Kinan segera pergi dari kerumunan dengan bantuan beberapa guru yang memberikan jalan kepadanya menuju mobil. Tanpa disangka, Kinan memutar langkahnya menuju ujung koridor tepat pada tempat yang telah dipantaunya. Kinan dengan sigap menahan tangan pria yang hendak menampar Alisa.
Alisa tidak merasakan apa-apa pada wajahnya. “Apa yang terjadi?” batin Alisa. Ia membuka matanya perlahan dan, “fabiayyi alai rabbikuma tukadzdziban” batinnya takjub. Seorang pria bertubuh tegap berdiri tepat di hadapannya menahan tangan Aldo yang hampir mendarat ke wajah Alisa. “Tangan kamu bagus juga ya, ringan gitu” ucap Kinan tersenyum miring. “Apa sih, nggak usah ikut campur” bentak Aldo melepaskan tangannya dari cekalan Kinan.
“Santai.. santai.. Kami tau kan dia itu perempuan?” tanya Kinan datar. “Siapa yang nggak tau, saya masih punya mata kali, pak Ustadz.”
“Nah, itu kamu tau dia perempuan. Dulu anak perempuan dikubur hidup-hidup tapi ketika Rasulullah datang beliau bersusah-payah mengangkat derajat mereka. Seharusnya kamu sebagai laki-laki menghargai perjuangan Rasulullah dalam memuliakan wanita. Coba kamu bayangkan saudara perempuan kamu berada di posisi yang ingin kamu tampar ini. Bagaimana perasaan kamu? Wanita itu dijaga bukan disakiti. Tanpa Wanita kamu tidak akan lahir menjadi seorang laki-laki yang gagah” tutur Kinan memberikan nasehat kepada Aldo. Alisa hanya bisa menatap sang ustadz dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Alisa, gimana, kamu setuju?” tanya Kak Bara membuyarkan lamunan adiknya.
“Eumm.. iya kak” jawab Alisa gagap mendengar pertanyaan dari sang kakak. Aisyah dan Zara tersenyum melihat ekspresi Alisa yang sudah seperti kepiting rebus. Ya, Alisa sama jawabannya sendiri. Tanpa sadar ia sudah menerima lamaran dari anak teman lama Bundanya, Malik Dzama Elfatih, adik kandung dari seorang ustadz muda yang baru saja kembali dari Rusia untuk menghadiri acara pertunangan adiknya Kenzi Kinan Elfatih. []