Refleksi terhadap tahun baru Islam mesti diawali dari fitrah manusia sebagai makhluk hijrah. Manusia sebagaimana disebut Komaruddin Hidayat mempunyai dorongan untuk selalu ingin mengetahui hal-hal baru. Sekian banyak inovasi sains dan tekhnologi supermodern pada awalnya distimulasi oleh kekuatan imajinasi manusia yang tak ada batasnya (Komaruddin Hidayat, 2015). Peristiwa hijrah Rasulullah sejatinya adalah hijrah kemanusiaan dari lapangan kesesatan menuju fitrah manusia yang sebenarnya, sebagaimana yang dikehendaki sang Pencipta.
Hijrah Rasulullah menduduki tempat kesempurnaan karena sisi kemanusiaan begitu terlihat. Rasulullah berdua dengan sahabat Abubakar harus menyelinap tengah malam, dan bersembunyi di gua Tsur. Sepuluh tahun Rasul di kota Madinah, wal hasil Islam dan peradabannya berkembang di kota Madinah kemudian terjadi fathul Mekkah sampai berakhirnya misi kerasulan.
Pasca itu, Islam sebagai agama fitrah telah banyak melakukan hijrah demi hijrah yang mengantarkan kepada puncak peradaban. Semangat hijrah ini berlanjut pada masa sahabat, dimana dakwah dakwah kebaikan terus tersebar yang kemudian menjadi sebuah hijrah yang agung. Dinasti Bani Umayah dan Abbasiyah dikemudian hari melakukan inovasi besar besaran, melalui pembukaan wilayah Islam dan kebijakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Hijrah geografis kerap terjadi dalam rangka dakwah dan pembukaan wilayah Islam. Para habaib datang berdakwah dan berdagang ke Nusantara, abad 15-16 wilayah nusantara begitu ramai disinggahi para muhajirin kebaikan. Tak cukup itu, para ulama dari India dan Hijaz meramaikan ranah keilmuwan di tanah nusantara ini, khususnya Aceh. Maka tercatat, berbondong-bondong penduduk dunia masuk Islam melalui para muhajirin ini, betapa kemudian Islam menjadi agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia (Al-Salabi, 1989).
Kejayaan yang pernah diraih kaum muslimin dimaksud seperti kemenangan kaum muslimin dalam perang Badar, penakhlukan Persia dan Romawi, kemenangan dalam pertempuran Zallaqah dan Lembah Barbate di Andalusia, kemenangan perang Aceh-belanda 1873 merupakan sesuatu yang membangkitkan kemuliaan dan mengundang rasa bangga kaum muslimin, jelas ini merupakan bagian dari hijrah kemuliaan yang elegan.
Maqasid Hijrah
Maqasid meminjam defenisi Ibnu ‘Asyur adalah maksud Allah selaku pembuat syari‘at untuk memberikan kemaslahatan kepada manusia, yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan ḍaruriyah, hajiyah dan tahsiniyah agar manusia bisa hidup dalam kebaikan dan dapat menjadi hamba Allah yang baik. Agar tercapainya maqasid ini, maka hijrah mesti dilakukan dalam tiga hal sebagaimana disebut Jasser Auda, pertama mengintregrasikan ilmu pendidikan agama dengan non pendidikan agama Islam.
Seorang pakar nuklir ia juga harus mampu untuk mengimami salat misalnya. Kedua, menumbuhkan budaya literasi, kita tahu bersama bahwa era keemasan Islam dicapai melalui semangat literasi yang tinggi. Ketiga, memupuk budaya toleran, peduli dan menerima, disamping toleransi lintas umat beragama. Pada akhirnya umat Islam bukan hanya menjadi warga Negara saja tetapi mampu menjadi warga dunia (Jasser Auda , 2015).
Jasser Auda menyebut bahwa idealitas Islam seolah terbenam oleh peforma sebagian umat muslim yang serba canggung dan tanggung, bahwa berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi justru terjadi di kebanyakan negara berpedunduk Muslim. Jumlah kaum murtad semenjak Rasul wafat sampai sekarang terus berlanjut, miris, bahkan ada warga Aceh menjadi pendeta yang viral di dunia maya.
Musailamah al –Kazzab seyogyanya menjadi contoh lain daripada “:hijrah” kesesatan masa lalu. Tekhnologi informasi yang berkembang masih tidak bisa digunakan dengan baik, permainan game PUBG yang mendominasi anak anak muda di warung kopi adalah sebuah “hijrah” kearah kemunduran peradaban. Ditambah lagi minat membaca masyarakat kita yang tergolong rendah .
Disisi lain, Hijrah memiliki tantangan, salah satunya tantangan dari keluarga dan masyarakat, sebagaimana Rasulullah rasakan pada awal hijrah. Abu Lahab sebagai paman dan kerabat Nabi menjadi musuh dan arus utama dalam menghalangi dakwah Rasulullah. Bahkkan di Taif Rasul dilempari batu sampai berdarah wajah dan lututnya. Maka kesuksesan dan kemuliaan kehidupan ditentukan sebesar apa semangat kita berhijrah.
Sejarah kemanusian pernah hancur karena kaum muslimin tidak lagi berhijrah dari penyakit sosial. Bani Umayah, Abbasiyah sampai Andalusia hancur berantakan, penyebab utamanya karena penguasa dan masyarakat sudah jauh daripada nilai nilai agama, dan nyaris tak lagi memiliki semangat untuk melakukan hijrah kemanusian.
Maka kita manfaatkan momen tahun baru Islam tahun ini dengan berhijrah kembali kepada fitrah kemanusiaan. Agama telah mengajarkan kita untuk berlaku baik, mencontoh teladan Rasul, berkasih sayang terhadap sesama. Hijrah menjadikan totalitas manusia menuju maqam insaniyah, dimana insaniyah dalam al-Quran selalu berhubungan dengan ibadah dan penyucian jiwa. Maqasid hijrah pada akhirnya bertujuan agar tercapainya nilai kemanusian, yakni kemashlahatan dan kebahagiaan.