Manusia selalu dihadapkan kepada benturan kehidupan berupa hawa nafsu dan godaan syaitan yang tak tekendalikan. Manusia pada akhirnya jatuh dalam pusaran kehidupan liar tanpa aturan. Allah menurunkan Rasul kepada manusia sebagai wujud kasih sayangNya. Rasul mempunyai tugas mengingatkan dan menyadarkan umat agar hidup dengan kehidupan yang diridai Tuhan.,yakni kehidupan yang penuh kebaikan dan keselamatan. Rasul mengingatkan bahwa manusia tidak boleh menjalani kehidupan dengan maksud nafsunya belaka.
Dalam perjalanannya, ada umat yang tunduk dan beriman,tapi banyak juga yang membangkang, hatta datang bala dari Allah Swt, tercatat dalam Al-Quran bagaimana kisah siksaan yang Allah berikan kepada kaum Tsamud, kaum ‘Ad sampai kepada kaum Luth. Umat-umat ini sudah Allah musnahkan dari muka bumi karena akhlak mereka melampaui batas. Harus diakui bahwa manusia cenderung ingin mendapatkan kebaikan, dan memperlakukan orang lain dengan baik, akhlak demikian menjadi fitrahnya setiap manusia. Kefitrahan tersebut menjadi hilang karena ketidakmampuan mendengar dan melihat setiap kebenaran. Pada tingkat yang lebih ekstrim, ada beberapa Rasul yang menjadi korban pembunuhan oleh umatnya sendiri.
Fase setelah masehi, bangsa Arab yang mendiami Mekkah tumbuh menjadi negeri yang maju dalam perdagangan, tetapi akhlak manusia saat itu semakin jauh dari fitrah. Persia dan Romawi yang mengapit Mekkah malah lebih buruk daripada itu. Disini peperangan antar cucu Adam kerap terjadi, siapa yang kuat dia akan berkuasa, dan yang berkuasa akan terus menginjak bawahannya. Allah telah mempersiapkan kahadiran seorang Rasul yang teristimewa, sebagai penyeru terakhir untuk seluruh alam, Rasulullah Muhammad. Perjalanan dakwah yang beliau emban sungguh sangat besar tantangannya. Beliau memikul tanggung jawab yang besar untuk seluruh umat manusia. Allah mempersiapkan Rasulullah menjadi insan yang kamil karena tanggung jawab yang sedemikian besar.
Dalam Al-Quran, Allah berfirman, wa innaka laala khuluqin adhim (QS Al-Qalam; 4) Ayat ini adalah pujian langsung yang datangnya dari Tuhan semesta alam kepada Rasulullah. Berbagai macam rujukan sirah mengabadikan momen indah dan mengharukan tentang akhlaknya Rasulullah, hingga fase hidup di Madinah dan wafatnya Rasulullah. Para sahabatnya mengambil langsung teladan akhlak dari Rasulullah, Ada Sayyidina Abubakar yang bergelar siddiq, karena kejujurannya. Ada Umar bin Khattab yang memiliki garis hitam di wajahnya disebabkan seringnya menangis mengingat kematian, Sayyidina Utsman yang santun dan pemalu, sampai kepada sayyidina Ali yang berani dan memiliki tingkat kasih sayang yang tinggi kepada kaum mukmin.
Allah menyebut Rasulullah dalam Alquran, laqad jaakum rasulun min anfusikum azizon alaihi ma anittum, harison alaikum bil mukminina raufur Rahim. Telah datang seorang Rasul dari kalanganmu, berat menanggung penderitaanmu, ingin kamu mendapatkan keamanan dan berkasih sayang kepada orang yang beriman. (QS. At-Taubah; 128). Rasulullah punya akhlak yang santun dan lembut, berkasih sayang. Ini hakikat dari akhlak Islam.
Saya tertarik dengan buku yang ditulis John D. Caputo, Agama Cinta, Agama Masa Depan. Dalam buku ini, Jonh D. Caputo banyak meneritakan tentang akhlak dalam perfektif Bibel. Ia mempertanyakan teori Nietzsche, yang menyatakan tuhan telah mati tetapi justru agama semakin berkembang. Saya menduga bahwa penulis sebenarnya ingin mengungkapkan fitrah manusia yang bermuara kepada akhlak. Pada akhirnya satu-satunya agama yang menjadikan akhlak teraplikasikan dalam dunia nyata adalah Islam.
Sebagai rujukan utama dalam akhlak, meneladani Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan bukanlah suatu yang mustahil, karena Rasul bukan malaikat, beliau manusia biasa yang di dalam dirinya ada mutiara akhlak yang agung. Suatu hari, pada peristiwa Fathul Mekkah, Rasulullah menanyakan kepada umatnya alla balaghtum, apakah sudah aku sampaikan, maka para sahabat menjawab bala ya Rasulallah, benar sudah engkau sampaikan ya Rasulallah. Ini menandakan bagaimana kasih sayangnya Rasul kepada umat. Beliau senatiasa menangis jika datang firman Allah yang menyebut umat Rasulullah banyak di neraka, lantas beliau memohon kepada Allah agar umatnya banyak di Surga.
Rasulullah seorang yang rendah hati, seorang penghulu segala Rasul, dipuji oleh Tuhan, tapi berjalan dimuka bumi tanpa meninggikan kepala, bahkan ketika Fathul Mekkah beliau menundukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan kepada kota Mekkah. Rasulullah tidak pernah menyimpan dendam kepada penduduk Mekkah yang telah mengusirnya, tidak ada terlintas amarah kepada penduduk Taif yang dulu melempari dirinya tanpa ampun sampai berdarah lututnya. Beliau memaafkan semuanya, dan maaf dalam Islam yang paling hebat itu adalah, fakfu wasfahu, maafkan dan lupakan semua kesalahan.
Alquran juga menyebutkan fabima rahmatim minallahi linta lahum walau kunta faddan galizal qalbi lam faddu min haulik. (QS. Ali Imran; 158) Ayat ini memberikan penjelasan kepada kita betapa seorang Rasulullah itu mempunyai kelembutan agar manusia tertaut hatinya menerima dakwah. Sekiranya Rasul keras, tentu banyak orang akan berpaling. Suatu hari seorang Badui kencing di masjid, lalu para sahabat datang untuk menahannya. Rasul datang memperlakukan sang Badui tadi dengan penuh kelembutan. Betapa Badui itu jatuh cinta kepada Rasul dan hanya mau mendangar apa yang Rasulullah nasihatkan.
Berakhlak Dalam Keluarga
Keluarga menjadi inti dari masyarakat Islam, keluarga menjadikan fondasi akhlak itu hidup sampai menjalar ke tengah-tengah masyarakat. Membina akhlak dari keluarga menjadi suatu hal urgen, nabi sudah memulainya melalui rumah tangga yang dihiasi akhlak mulia. Keluarga yang harmonis bukanlah keluarga yang tiada berkonflik. Harmonis dapat terwujud jika antar keluarga mampu mengelola konflik dengan baik dan bijaksana.
Kita dapat melihat bagaimana Rumah tangga Rasul ditimpa satu cobaan fitnah kepada Sayyidiah Aisyah, hingga turun wahyu membebaskan Sayyidah Aisyah. Diriwayatkan bahwa keseluruhan Istri Rasulullah mewakili karakter Rasulullah. Rasulullah seorang suami teladan, yang kesehariannya menjahit dan mencuci bajunya sendiri. Kita akan menemukan Rasulullah sebagai seorang ayah kepada anak-anaknya yang selalu memberikan kasih sayang, mengajarkan Sayyidah Fatimah doa sebelum tidur. Kita akan menemukan bagaima seorang Rasul yang menangis sampai air matanya jatuh ke pipi sang anak yang sudah wafat Ibrahim. Walhasil, Interaksi keluarga Rasulullah menjadi rujukan kita dalam berkeluarga.
Kehidupan Rasulullah bersama Sayyidah Khadijah berjalan selama dua puluh lima tahun lamanya, Sayyidah Khadijah telah mengajarkan kita bagaimana menjadi istri teladan, mengorbankan semua apa yang dimiliki untuk kemajuan dakwah Islam. Sampai suatu ketika menjelang wafat, Sayyidah Khadijah tidak lagi memilki kain kafan. Melalui Fatimah, beliau meminta surban Rasulullah untuk dijadikan kain kafannya. Di hadapan Rasul, beliau pernah berkata, jika aku wafat, aku sudah tidak bisa lagi membantu dakwah mulia ini, maka gunakanlah tulang belulangku sebagai jembatanmu untuk meniti jalan dakwah. Dalam sejarah Fathul Mekkah, Rasulullah mendirikan kemah dekat makam istri tercinta, Sayyidah Khadijah.
Dalam kehidupan Rasulullah, beliau selalu memotivasi para sahabatnya untuk meningkatkan taqwa kepada Allah, tentang siapa yang lebih cinta kepadaku, tentang siapa yang paling banyak bersalawat, beribadah. Tersebutlah beberapa nama diantara para sahabat yang mendapatkan jaminan masuk syurga.
Hal ini memantik energi para sahabat lain untuk terus berlomba lomba dalam kebaikan. Anas bin Malik menceritakan, aku pernah menjadi palayan Rasul selama sepuluh tahun, tidak pernah sama sekali beliau mengucapkan hus kepadaku, beliau tidak pernah membentakkku terhadap sesuatu yang aku kerjakan dengan ucapan, mengaka engkau melakukan ini, dan tidak pula terhadap sesuatu yang tidak kukerjakan, mengapa tidak kau kerjakan ini. (HR. Muslim)
Abu Hurairah sahabat Rasul menyaksikan insiden menarik terjadi di dekat kediaman nabi, beliau mencertitakan, suatu ketika seorang Arab Badui buang air kecil di dalam masjid, orang-orang lantas berdiri untuk memukulinya, namun Nabi menahan mereka, beliau berkata, biarkanlah dia, siramlah najisnya dengan seember atau segayung air, sesunguhnya kamu ditampilkann ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemudahan bukan untuk membuat kesukaran (HR. Bukhari). Nabi memahami kondisi arab Badui yang minim pengetahuan , nabi juga mencari celah untuk keluar dari dari masalah tanpa menimbulkan masalah baru.
Dalam sikabnya yang menyukai kemudahan, Rasul sangat rendah hati, santun, suka mengucapkan salam lebih dahulu dari orang lain, bila berbicara selalu menghadap tubuhnya kepada lawan bicara, baik ia anak kecil atau orang tua, tidak melepaskan jabatan tangannya sebelum orang lain menarik tangannnya, bila bersedekah selalu menaruh sendiri sedekah itu ditangan penerimanya, dan kalau mendatangi satu majlis selalu duduk disembarang tempat yang tersisa, beliau tak pernah keberatan melakukan pekerjaan apa saja untuk memenuhi kebutuhan beliau, sahabat atau tetangganya sekalipun.
Beliau biasa pergi ke pasar dan menjining sendiri belajaannya seraya berkata aku lebih layak membawanya. Beliau tidak merasa terlalu agung untuk melakukan pekerjaan kasar baik ketika membangun masjid Madinah maupun sewaktu menggali parit pada perang Khandak, padahal beliau panglima besar yang membawahi semua golongan (Adzim Irsad, 2013).
Melalui kepingan sirah Rasulullah, kita diingatkan bahwa akhlak merupakan warisan agama untuk kehidupan masa depan, Rasulullah menjadi acuan utama dalam segala aspek kehidupan. Rasul sebagai ayah, suami, masyarakat, panglima perang, pedagang, dan lain sebagainya. Semua teladan itu muaranya adalah Rasulullah, Islam akan terus menjadi agama akhlak. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (QS. An-Nashr;2).