Oleh : Zarifah Amalia (Kelas XI MIA 7 DJA)
Hari ini adalah hari minggu, hari yang special bagi Alisya, karena disetiap hari Minggu, paman Herman yang kaya dengan kisah petualangan akan datang berkunjung ke rumah Alisya membawa segudang cerita. Paman Herman adalah kakak dari pada ibu Alisya yang berprofesi sebagai photographer, paman Herman biasanya memotret panorama alam seperti gunung, air terjun, petak-petak sawah, dan banyak lagi. Karena itu paman Herman memiliki banyak cerita seru yang selalu membuat Alisya senang mendengarnya. Bukan karena itu saja, setiap kali paman Herman singgah kerumah Alisya, ia selalu menyerahkan satu buku kepadanya. Bukunya beragam, kadang tentang dongeng, cerita, sejarah, pengetahuan umum dan masih banyak lainnya. karena itu, setiap minggu pagi Alisya selalu bangun paling awal untuk menunggu paman Herman, saking antuasiasnya alisya.
Alisya adalah gadis berumur 13 tahun yang selalu ceria. Ia suka membuat puisi dan senang membaca, karena itu ia sangat senang ketika paman Herman datang membawa buku baru. Semua buku yang paman Herman berikan ia simpan sebagai koleksi.
Setelah selesai mandi pagi, Alisya bergegas untuk menyapu halaman, sengaja, karena ia ingin terlihat oleh pamannya yang datang dengan motor besar dengan suara bising khas moge. Alisya suka, baginya motor besar dan jaket kulit berawarna hitam sangatlah keren.
Jam menunjukkan pukul 08:15, seperti biasa, dari kejauhan suara motor paman Herman sudah terdengar, memecah keheningan pagi dengan suara rantai macetnya yang bising. Alisya girang bukan kepalang. Ia langsung meletakkan sapu lidi yang ia pegang disembarang tempat dan bergegas pergi membuka pintu pagar, begitu gerbang terbuka, terlihat seorang pria yang gagah berjaket kulit hitam menunggangi motor besar galak. Meskipun sudah melihatnya berkali-kali, Alisya tetap saja kagum dan terkesan ketika melihatnya lagi. Motor besar itu memasuki perkarangan rumahnya yang tidak begitu luas. Begitu sampai di depan pintu garasi, motor besar itu berhenti. Penunggangnya menurunkan cagak yang dapat menopah body besar si motor. Segera paman Herman mematikan mesin agar tidak membuat tetangga sebelah terganggu. Perlahan paman membuka helm yang bergambar tengkorak dibelakangnya. Maka terlihat rambut gondrong yang terikat rapi. Paman Herman tersenyum melihat Alisya yang berdiri terpatung di sebelah knalpot motor.
“Assalamualikum, pagi Alisya, apa kabarmu hari ini?” Sapa Paman Herman hangat.
“Waalaikumussalam paman, Alisya baik paman, paman gimana? Baik jugakan?! Paman seminggu ini pergi kemana saja?! Paman mendaki gunung melewati lembah langit tidak?! Paman, ada foto burung beo tidak?! Soalnya alisya suka banget sama burung beo. Oh ya! Paman ada bawa buku tidak?! Alisya udah gak sabar nih…” sahutnya Alisya girang penuh pertanyaan.
Paman Herman hanya tersenyum sambil turun motor, ia sudah tau rentetan pertanyaan Alisya yang diutarakan. Paman Herman menggendong tas hitamnya memasuki rumah, sementara Alisya mengekor sambil bersungut-sungut karena tak ada satupun pertanyaannya yang dijawab. Ibu Alisya langsung menyambut paman Herman di depan pintu dan mempersilahkannya untuk sarapan terlebih dahulu. Sebelum sarapan paman Herman menyerahkan kameranya kepada Alisya, agar ia tidak keccewa dan membuatnya berhenti bertanya untuk sementara waktu. Alisya senang karena bisa melihat foto terbaru yang paman Herman ambil.
Paman Herman hanya berkunjung ke rumah Alisya untuk beberapa jam. Setelah menunjukkan foto-fotonya, menceritakan pengalaman-pengalamannya, menyerahkan oleh-oleh, ia kembali berangkat berpetualang, tidak lupa menyerahkan buku kepada Alisya. Tapi kali ini bukunya agak sedikit berbeda dengan buku-buku lain yang pernah paman Herman berikan. Kali ini hanya berbentuk notes kecil yang bertulis kata-kata membosankan.
“Buku apa inin paman? Buku catatan?” Tanya Alisya penasaran.
“Iya, itu buku catatan kebaikan”. Jawab paman Herman.
“Ah, paman jangan bercanda… buku catatan kebaikan, kan cuman dipegang sama malaikat Raqib”, sanggah Alisya percaya diri.
“Maksud paman, buku itu berisi catatan dan motivasi motivasi kebaikan”, Alisya hanya menunjukkan wajah datarnya dan tidak antusias seperti biasanya. Tapi paman Herman tetap tersenyum “mulai sekarang, setiap hari cobalah Alisya merobek dua lembar buku ini dan menyerahklan ke dua orang teman Alisya. Setiap hari! Dua lembar, dua lembar, terus sampai lembarannya habis terobek semua, oke!” kata paman Herman meyakinkan Alisya.
Alisya tidak menggeleng dan tidak pula mengangguk, hanya menatap datar buku notes kecil itu. Sampai Paman Herman menunggangi kembali motor besarnya keluar pagar rumah Alisya, ia masih menatap datar buku tersebut dan kemudian mulai memonyongkan bibirnya.
“Paman kasih buku apa sih?! Gak menarik banget! Hhh…” Alisya menggerutu imut sambil membolak-balik halaman, yang hanya berisi kata-kata untuk berbuat baik.
“Membosankan..” lirih Alisya sembari kembali ke kamarnya.
Keesokan harinya, ketika hendak berangkat ke sekolah, Alisya teringat pesan paman untuk membagikan dua lembar kertas perhari dari buku tersebut kepada teman-temannya. Ia merasa sedikit malas membawa buku tersebut. Tapi karena itu adalah amanah, akhirnya Alisya memasukkan buku itu ke dalam tasnya.
Sesampai di sekolah, Alisya merobek 2 lembar kertas dari buku notes yang kira-kira berukuran sekitar 4 x 5 cm, kemudian menyerahkan kepada 2 sahabatnya Akila dan Naila.
“Apa ini? Kertas apa?” tanya Akila penasaran.
“Entahlah… Coba kamu baca, kalau tak suka kamu boleh membuangnya” jawab Alisya seenaknya. Kemudian Akila membaca isi dari kertas tersebut dengan suara keras. “Menabung bukan hanya untuk membuat rumah di dunia, tapi menabung juga untuk akhirat dengan bersedekah, untuk membuat rumah di surga kelak”. Selesai membaca Akila melirik Alisya dan Naila. Alisya hanya mengangkat bahu sementara Naila mulai membaca kertas kecil miliknya.
“Ayo, jangan sembunyikan lesung pipimu yang manis. Mulailah tersenyum kesemua orang yang kamu temui. Karena senyum itu adalah sedekah yang paling kecil”, mereka bertiga saling berpandangan.
“Sudah aku bilang kan?! Buang saja kalau tidak suka” kata Alisya memecah keheningan ketiganya.
“Buang apanya Alisya, kata-kata ini kan bagus, aku akan menempelnya di dinding kamarku” jawab Akila yang dibarengi anggukan Naila.
“Serius?!” tanya Alisya lagi. Kedua temannya mengangguk serempak.
“yasudahlah kalau memang kalian suka..” jawab Alisya kemudian.
Hari demi hari berjalan seperti biasanya. Kertas dari notes itu sudah hilang separuh, dirobek dan dibagikan Alisya ke teman-teman sekelasnya. Dan lambat laun Alisya menyadari ada yang berubah dari teman temannya, yang biasanya ada yang membawa bekal dan memakannya sendiri, kini sudah mau berbagi dan memakannya bersama sama. Yang dulunya sering berkerut dan jarang tersenyum, kini sudah mulai memperlihatkan giginya, kotak amal sekolah yang terletak di depan kantor guru biasanya hanya terisi sedikit, bahkan tak sampai seperempat, tapi sekarang sudah mulai terisi sampai separuh. Ada lagi perubahan yang terjadi yang membuat Alisya bingung, tapi ia diam saja karena menurutnya perubahan ini bagus.
Tak terasa, 2 minggu pun berlalu, lembaran-lembaran kertas dari buku notes kecil sudah habis dibagikan oleh Alisya. Sementara Alisya tak membaca selembar pun dari kertas itu.
Pagi itu, Alisya pergi sekolah seperti biasanya, ketika Alisya masuk kelas dan duduk di bangku miliknya, Alisya dihampiri oleh 2 orang sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Akila dan Naila.
“Sya, kamu masih punya kertas kecil seperti yang kemarin itu kamu kasih ke aku?!” tanya Akila tiba-tiba.
“Oh, kertas kecil dari notes itu?” Alisya kemudian mengeluarkan buku notes dari dalam tas dan ternyata lembaran notes itu sudah habis.
“Yahhh.. habis nih kertasnya” jawab Alisya sambil menyeringai. Kedua teman Alisya tampak sedikit kecewa.
“Kalian kenapa sih? Kalian suka ya dengan kertas yang kemarin itu aku berikan, kenapa?!” tanya Alisya penasaran.
“Kamu tidak tau ya Alisya?! Kami semua sangat terkesan dengan kertas-kertas yang kau berikan”
“Terkesan? Terkesan bagaimana?” tanya Alisya yang semakin membuatnya bingung.
“Jujur Alisya, aku sangat tersindir dengan kertas yang kau berikan waktu itu, karena aku selama ini selalu memimpikam rumah mewah yang bagus di masa depan, tapi lupa bahwa kita juga perlu membuat rumah di akhirat. Selama ini aku hanya menyisihkan uang jajanku untuk membeli hal-hal yang tidak dibutuhkan. Tapi lupa menyisihkannya untuk bersedekah. Terimakasih Alisya, Allah menyadarkan aku lewat kertas-kertas yang kamu berikan.” Terang akila panjang lebar.
Sementara Alisya hanya mematung tidak mengerti.
“Iya Alisya, Akila benar. Aku yang selama ini kurang tersenyum jadisadar bahwa tersenyum dapat membuat orang lain senang dan itu merupakan sedekah” Naila juga berterimakasih kepada Alisya. Tiba-tiba datang Reza teman sekelasnya.
“Alisya, terimakasih. Ternyata masih ada orang yang mau mengingatkanku tentang pentingnya berprasangka baik kepada orang lain. Ternyata kamu selama ini terlihat cuek, ternyata peduli juga kepada orang lain, hehe..” cengis Reza yang membuat Alisya salah tingkah.
“A..aku?! peduli?!! Aku hanya menyampaikan amanah pamanku untuk menyerahkan kertas-kertas itu. A…aku sendiri tidak pernah membaca isi kertas tersebut” jelas Alisya terus terang.
“Benarkah? Itu dari pamanmu, kalo begitu tolong kirimkan ucapan terimakasihku” kata Akila langsung.
“Ya..aku juga!” “aku juga!” kata reza dan naila hamper bersamaan.
Entahlah.. Alisya merasa aneh setelah pulang sekolah, melihat teman-teman yang berubah menjadi baik karena kertas-kertas yang ia berikan, sementara ia sama sekali tidak tertarik dengan kertas-kertas itu. Alisya merasa bersalah kepada pamannya karena menganggap kertas-kertas itu tidak berguna, padahal bagi orang lain sangatlah bermanfaat bahkan dapat mengubah kebiasaan mereka yang semula buruk menjadi baik. Alisya tidak menyangka hanya dengan menyerahkan kertas-kertas kecil berisi kata-kata akan bermanfaat dan membuat orang lain senang.
Sesampai di rumah, Alisya mengeluarkan buku notes itu yang hanya tinggal sampulnya, Alisya melihatnya dengan seksama kemudian membukanya. Alisya terkejut mendapati dua baris tulisan kecil yang terukir di sudut sampul buku notes tersebut, kemudian Alisya membacanya.
“Karya terbesar dari amal yang baik kepada orang lain adalah mengajak mereka menjadi baik juga.” –Amelia earhart-
Membaca itu Alisya tersenyum, seperti inilah catatan kebaikan yang tersisa untuk Alisya karena ia telah membagikan kebaikan untuk teman-temannya. Besok kalau paman Herman singgah lagi Alisya ingin meminta buku notes kecil lagi yang berisi penuh kebaikan.
-The End-
kelihatannya penulis amat mengerti content artikel ini, karena artikel ini sangatlah menimbulkan ide dan benar-benar menolong saya, mudah-mudahan penulis meningkatkan artikel ini, biar dapat bertambah memberikan inspirasi, mudah-mudahan penulis terus diberi kesehatan