Pengalaman Mengikuti Lomba Tingkat Nasional, dari Jepara Hingga Banda Aceh

Oleh; Nur’aina

Tahun tahun terus berganti sedangkan memori masih menetap dalam kenangan yang sama.‘ Mungkin kalimat ini cocok untuk menggambarkan tahun 2017 lalu ketika saya berkesempatan mewakili Aceh ke tingkat nasional  pada ajang MQKN ke VI cabang debat bahasa Inggris  di Jepara,  Jawa Tengah.  Bukan hal yang mudah untuk unggul dari peserta lain di tingkat provinsi,  tapi saya berusaha semaksimal mungkin dan alhamdulillah bisa lulus. Menghabiskan waktu di hari training untuk mempelajari ilmu debat secara spesifik dan dituntun langsung oleh Doktor dan Expert dibidangnya adalah pengalaman yang sangat berharga.

Semua itu memperluas wawasan juga networking antara kami sehingga kami menjadi lebih siap berkompetisi. Di hari keberangkatan, kami menempuh perjalanan yang panjang, transit di dua bandara sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan dengan bis dari Semarang ke Jepara. Di sana kami tinggal di Pesantren Raudhatul Mubtadiin, tepatnya di Balekambang. Hari-hari sebelum kompetisi kami habiskan untuk terus mempersiapkan diri sambil terus berinteraksi dengan peserta-peserta dari provinsi lain. Cerita-cerita unik hadir setiap hari di mulai dengan drama kehabisan air karena harus berbagi dengan ribuan peserta lain, hingga rela bangun jam  tiga hanya untuk mandi pagi. Juga tak sedikit dari kami yang mencoba mempelajari bahasa daerah lain dan mempraktikkannya yang pada akhirnya memancing gelak tawa ketika peserta dari daerah lain yang mengerti  lalu menjawab ocehan kami. Dan yang paling terkesan adalah drama hilang signal ketika lagi asik browsing kemudian berinisiatif naik ke lantai empat tetapi sebelum sampai ke sana kami harus memutar arah karena hujan turun dan kami berlari sambil memeluk  buku debat masing-masing berharap supaya tidak basah. Malam yang dingin dengan segala ketidakberuntungan, lagi-lagi kami menertawakan kelakuan kami sendiri. Sebenarnya banyak sekali kisah-kisah unik lainnya yang tak akan selesai jika saya ceritakan disini. Begitulah  hari berlalu dan tanpa sadar hari H pun tiba,  kami mendapati Yogyakarta sebagai tim lawan. Pertandingan dimulai dan adu argumen terus berlanjut. Suasana yang dingin mencair ketika waktu habis dan kami saling tersenyum dan bersalaman.

Tiga tahun berlalu dan saya berkesempatan lagi untuk mengikuti National Leadership Summit 2020 yang tahun ini Banda Aceh berkesempatan menjadi tuan rumah. NLS ini merupakan pertemuan seluruh mahasiswa kedokteran seluruh Indonesia yang tergabung dibawah CIMSA Nasional. Dalam sebuah forum diskusi saya menemukan wajah yang tidak asing di antara yang lain. Kami saling bertatapan dan langsung saling mengenal, dia adalah rival debat saya tiga tahun lalu yang sekarang juga menempuh studi di kedokteran. Rasa haru dan antusias tidak dapat kami sembunyikan. Kami pun larut dalam obrolan hangat sambil mengenang pertemuan kali pertama di Jepara dulu. Begitulah hidup,  tidak ada satu pun hari di masa depan yang bisa kita tebak. Mungkin dulu kami adalah rival tapi sekarang kami adalah sahabat. Takdir selalu memberi kejutan yang tak terduga. Pertemuan dan perpisahan terjadi begitu cepat, tetapi ingatan yang tinggal selalu bermakna. Apa yang perlu kita lakukan hanyalah menjadi berani dan menjalani hari dengan luar biasa. 

Alumni Dayah Jeumala Amal, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Unsyiah, Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *