Oleh: Cut Syarafina Fildzah
Nama saya Cut Syarafina Fildzah, saya sekarang kuliah di Universitas Negeri Malang atau dikenal dengan sebutan UM jurusan KSDP prodi PGSD. Saya ingin berbagi pengalaman kuliah di kota yang dikenal sebagai Parisnya Jawa Timur karena daerahnya yang bersih seperti di kota Paris. Sebagai alumnus yang baru selesai mondok, bukan hal mudah bagi saya berinteraksi dengan dunia luar. Banyak hal yang menjadi dilema dan tantangan agar bisa beradaptasi. Mulai dari budaya, kebiasaan dan teman-teman yang baru. Di mana semua itu menjadi pengalaman baru dan unik dalam hidup saya.
Sekarang saya akan bahas satu persatu pengalaman sebagai mahasiswa di kota Malang. Pertama, lingkungan tempat tinggal yang baru. Ketika tiba di Malang, hal utama yang harus saya pikirkan adalah di mana saya akan tinggal nanti, di tempat seperti apa saya akan tidur dan fasilitas apa saja yang saya butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan belajar. Akhirnya saya tinggal di asrama yang di fasilitasi oleh UM. Selain aman dan nyaman, alasan saya tinggal di asrama karena segala fasilitas yang saya butuhkan tersedia. Di asrama dengan satu kamar diisi oleh 3-4 penghuni. Seperti halnya di dayah, di asrama juga ada kakak-kakak PRTA (Pengurus Rumah Tangga Asrama) yang mengatur ketertiban kita di dalam asrama. Ada satu peraturan di asrama yang sangat menarik bagi saya yaitu Java day dan English day yang diadakan setiap Senin dan Jumat. Peraturan itu membuat saya harus belajar memahami dan berbicara bahasa yang sebelumnya tidak dimengerti sama sekali khususnya bahasa Jawa. Dengan adanya peraturan seperti itu, saya sekarang bisa atau terbiasa dengan bahasa Jawa.
Kedua, kebiasaan yang baru. Di sana kebiasaan bangun tidur dan salat Subuh sudah dimulai pukul 04.00, sementara kuliah dimulai pukul 06.30 dan Maghrib pukul 17.30. Satu hal yang menarik adalah kebiasaan hadir tepat waktu dalam pertemuan atau rapat, jika ada yang datang terlambat baik itu teman dekat atau bukan maka dikenakan denda. Ini merupakan salah satu sistem disiplin yang bagus untuk di terapkan.
Cerita unik lainnya di balik kurangnya kemampuan bahasa Jawa adalah ketika kami menjalani Ospek organisasi. Kami satu angkatan membuat kesalahan dan seniornya memarahi kami satu persatu. Setelah dimarahi mereka memberi kami hukuman. Tibalah giliran saya dimarahi senior dengan menggunakan bahasa Jawa yang kurang halus. Teman-teman menangis dan takut setekah dimarahi, tetapi saya masih bisa bersikap biasa saja. Saat ditanyai oleh senior, kenapa saya tidak takut atau tidak menangis, saya menjawab bahwa saya tidak mengerti dengan apa yang dikatakan tersebut dan hal itu membuat saya selamat dari hukuman yang diberikan.
Ketiga, teman -teman yang baru. Ini adalah salah satu yang sangat menyenangkan bagi saya manakala berjumpa dengan teman-teman dari berbagai daerah di Indonesia bahkan teman-teman dari manca negara. Inilah kesempatan yang bagus untuk kita jadikan wadah mempelajari hal-hal baru dari mereka. Kelas belajar kami sangat multi etnis, kami yang bukan dari Jawa terkadang sama-sama bingung karena sebagian dosennya berbicara bahasa Jawa. Persaingan di dalam kelasnya juga terasa. Teman-teman mempunyai antusiasme belajar yang tinggi, dengan begitu kita juga tidak mempunyai waktu bermalas-malasan. Saya memiliki beberapa dosen yang sangat saya kagumi, salah satunya mantan menteri pendidikan Bapak Muhajir Effendi dan beberapa dosen lainnya. Momen belajar saat ini adalah momen yang sangat saya nikmati karena dapat belajar dari para pakar pendidikannya langsung. Terakhir, selama saya kuliah di Malang saya mendapat banyak pengalaman yang sangat menunjang untuk pengembangan diri seperti kesempatan belajar bahasa Inggris di kampung Inggris Pare, pengalaman mengikuti kegiatan internasional dan pengalaman berorganisasi kampus bertaraf nasional.
Penulis adalah Alumni Dayah Jeumala Amal, Mahasiswi S1 di Univ. Negeri Malang, Jawa Timur.