Betapa Berharganya Ilmu di Negeri Syam

Oleh Ilham Fajar

Negeri Syam sebutannya, negeri penuh berkah yang dijamin oleh Rasulullah. Mungkin hampir semua dari kita penah mendengarnya, sejarah menceritakan banyak tentang negeri ini dari  kekaisaran Romawi hingga Turki Utsmani. Damaskus menjadi pusat pemerintahan Dinasti  Umayyah yang kental akan peradaban, kebudayaan, serta ilmu pengetahuan. Ulama dan cendekiawan muslim tak pernah sunyi dari kota ini, generasi demi generasi terus membenah diri, dan tak sedikit juga ulama yang menimba ilmu disini mulai dari Ibn Katsir, hingga Syeh Buthi, dan  syekh Wahbah Zuhaili, maka tak heran jikalau Kota Damaskus menjadi salah satu tujuan favorit para penuntut ilmu dari  berbagai belahan dunia.

    Dengungan shalawat diiringi musik khas timur tengah begitulah cara mereka menyambut kedatangan kami para penuntut ilmu, kata-kata “ahlan wa sahlan wa marhaban” tak pernah berhenti dari lisan mereka, ditambah lagi segelas jus pisang dan makanan manis khas Negeri Syam  yang menggoyangkan lidah kami. Rasa gundah dan gelisah akan berpisah dengan keluarga hilang begitu saja, Kami disambut bagaikan keluarga yang sudah dinanti lama, momen ini mengingatkan kami akan peristiwa hijrah dimana kaum Ansar menyambut kaum Muhajirin dengan penuh kegembiraan.

     Di negeri Syam kami melihat keikhlasan, dan kesederhanaan  para Masyaikh yang membuat kami malu akan diri sendiri, mereka rela berjalan didalam derasan hujan, naik angkot, serta berjalan berkilo-kilo meter demi menyampaikan risalah agama ini. Masyaikh disini juga mengingatkan kami akan Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan cendekiawan muslim lainnya, tak hanya ilmu agama yang ditekuni, ilmu lainnya juga dimiliki, di samping beprofesi syaikh mereka juga berprofesi sebagai dokter, pengusaha, apoteker, bahkan ahli hukum. Maka tak heran jikalau mereka tidk pernah mengambil dana ketika berdakwah, bahkan mereka sendiri yang ikut membantu kelancaran dalam menegakkan agama ini.

    “Tidak ada kata terlambat” menjadi motto utama para penuntut ilmu disini, “Tidak ada kata gengsi” menjadi motto kedua. Di kelas di Damaskus kamu akan mendapatkan para bapak dan ibu yang memanfaatkan waktu pensiunnya dan waktu tuanya untuk memperdalam ilmu agama, dan beberapa sarjana dan master di dalam berbagai disiplin ilmu mendaftarkan diri nya di kampus agama hanya untuk memperdalam ilmu agama, tujuan mereka hanya untuk belajar dan mengharap ridha Allah semata. Para penuntut ilmu sangat di hargai dan dicintai di negeri ini, terkhususnya lagi penuntut ilmu agama yang non Arab. Salam tempel bukan hal yang tabu bagi kami, termasuk hadiah baju, barang, buku, dan  makanan gratis. Kami menyebut nya “tauzik“. Bukan dari segi material saja, para penduduk disini juga sangat akrab dan ramah tatkala berjumpa. Mereka tak segan dan tak pernah gengsi untuk mendoakan kami, serta senantiasa menolong kami dalam masalah.

     Majelis ilmu sangat mudah di jumpai dari dasar sampai yang bersanad tingi. majelis ini sangat memudahkan kami untuk mengambil sanad dari mereka dan menyambung silaturrahmi serta bertabaruk dengan para pewaris Nabi. Ulama disini sangat ramah dan bersahabat, mereka mengajari kami bagaikan ayah yang mengajari anaknya. Sungguh sangat benar janji  Rasul tentang keberkahan negeri ini, keberkahan ilmunya, tanahnya, serta penduduknya. Semoga Allah selalu menjaga negeri ini. Amin.

Penulis adalah alumni Dayah Jeumala Amal, Mahasiswa S1 di Damaskus, Syiria.

Masjid Umawi, Damaskus. Foto: Ilham Fajar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *