Sebuah cakrawala pikir oleh Thasoedi (Guru MTs)
Pernah nggak ngerasa begini: dua hari terakhir hidupmu berjalan mulus, semua sesuai harapan, hati tenang, pekerjaan lancar, dan hubungan sama orang-orang terasa hangat. Tapi justru karena itu, kamu mulai cemas. “Jangan-jangan hari ketiga bakal zonk nih,” “Habis manis, pahitnya kapan datang?” Seolah-olah hidup yang berjalan baik justru bikin kita ketakutan.
Fenomena ini sebenarnya sering terjadi, apalagi di zaman sekarang di mana overthinking sudah kayak makanan sehari-hari. Kita seperti selalu merasa tidak layak untuk bahagia terus-menerus. Ada suara kecil dalam kepala yang bilang, “Pasti ada harga yang harus dibayar,” padahal belum tentu.
Kekhawatiran ini kadang datang dari pengalaman buruk masa lalu. Tapi, kalau kita terlalu larut dalam prediksi negatif, bukannya bersiap, kita malah mengundang rasa takut dan menciptakan ‘realita buruk’ dari pikiran sendiri. Padahal, menurut Islam, rasa was-was seperti ini bisa berasal dari bisikan setan yang ingin menjauhkan kita dari rasa syukur.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk berbaik sangka pada Allah (husnudzon). Ketika hidup kita sedang lapang, justru itu adalah waktu terbaik untuk bersyukur, bukan mencurigai.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
(QS. An-Nisa: 79)
Jadi kalau hidupmu lagi enak, ya itu karena Allah sayang. Nikmati dan bersyukurlah. Dan kalau pun nanti ada cobaan, itu bukan karena kamu bahagia sebelumnya, tapi karena memang hidup adalah kombinasi ujian dan rahmat.
Coba bayangkan hidupmu seperti anak muda yang lagi naik skateboard di taman kota. Hari pertama kamu belajar seimbang, hari kedua kamu mulai bisa ngelewatin tanjakan kecil tanpa jatuh. Lalu hari ketiga, kamu malah mikir, “Wah besok pasti jatuh nih, terlalu lancar kemarin.” Padahal kamu belum jalan, udah takut duluan. Akhirnya, karena takut, kamu jadi gemetar, jatuh bukan karena tanjakan, tapi karena kamu sendiri yang meragukan kemampuanmu.
Begitu juga hidup. Jangan takut hari ketiga hanya karena hari pertama dan kedua berjalan lancar. Allah tidak menciptakan pola nasib seperti grafik saham naik-turun secara acak. Dia Maha Pengatur yang adil dan bijak. Yang harus kita lakukan adalah tetap berprasangka baik, bersyukur, dan menjaga diri dari was-was berlebihan.
Pikiran negatif itu seperti hantu di lorong gelap. Semakin kamu takut, semakin besar bayangannya. Tapi begitu kamu nyalakan lampu iman dan keyakinan, kamu akan sadar bahwa tidak ada yang perlu ditakuti.
Saya punya kutipan yang pas untuk judul ini,
“Do not anticipate trouble, or worry about what may never happen. Keep in the sunlight.”
— Benjamin Franklin
Nikmati Terangnya, Jangan Undang Awan Sendiri
Hidup adalah tentang menikmati momen dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Kalau kamu hari ini sedang bahagia, tertawa, dan tenang—nikmatilah. Bukan berarti kamu lengah, tapi kamu sedang mensyukuri. Jangan jadi orang yang menaruh payung hitam di atas kepala hanya karena takut hujan, padahal matahari sedang bersinar cerah.
Kunci tenang adalah percaya pada Allah, bukan pada pola nasib buatan pikiranmu sendiri. Karena pada akhirnya, bukan harinya yang buruk, tapi cara pandang kita yang salah.