“Innalillahi” Adalah Kata Paling Romantis dari Tuhan

Oleh: Muhammad Nizarullah

Baru-baru ini saya sering melihat podcast dari Raim Laode yang bernama panjang La Ode Raimudin. Seorang penulis, penyanyi, pelawak, aktor, bisa juga dikatakan sutradara, bisa juga dikatakan podcaster, atau You Tuber atau pelaku produktif lainnya. Ia berasal dari Wakatobi yang katanya 97% berisi lautan dan 3% berisi daratan.  Kata-kata yang biasa disemburkan memiliki makna di luar nurul nalar. Tentang kehidupan, orang tua, cinta hingga maut. Terkadang, saya heran dengan sosok Raim yang ketajaman pikirannya tapi juga seorang yang agamis. Patuh betul dia dengan ajaran yang melekat padanya. Setiap pembicaraannya tak lupa untuk menyelipkan beberapa ayat al-Qur’an atau pokok ajaran Islam.

Janggut tipis yang selalu terawat membingkai wajahnya yang ekspresif—wajah yang dengan mudah beralih dari tawa lepas ke tatapan penuh makna dalam hitungan detik. Rambut keriting yang dibiarkan mengalun diudara yang sesekali ditutupi dengan topi yang selalu siap sedia ikut kemanapun kakinya melangkah. Sosok yang jika mengingat seorang bapak kadang harus menahan sedih dalam diam. Tapi, keadaan itu berhasil membawanya menuju orbit industri hiburan nasional.

Gaya berpakaiannya mencerminkan fleksibilitas karirnya—kadang kasual dengan kemeja bermotif etnik, kadang formal saat bertindak sebagai pembawa acara, atau penuh warna saat tampil sebagai komedian. Dualitas karakter yang sangat sudah ditebak oleh siapapun yang mencoba untuk membacanya. Lihat saja di berbagai media yang menampilkan sosoknya. Apa ga bingung bagaimana seorang Raim berdikari sejak masih ada sosok bapak hingga ia menyadari laku dari alm. bapaknya membuat etalase “lemari” yang di letakkan di balkon rumah. Hingga banyak tetangga menyakan “dijual berapa,” tanpa pre order etalase itu sebagai karya seni yang menular, merasuk berdarah daging dalam diri La Ode.

Coba saja mampir di podcast “Suara Berkelas” atau podcast “Daniel Mananta Network” yang banyak sekali bercerita tentang sosok bapak, sosok abang, sampai ia menciptakan “etalase” baru berjudul “Abangku,” untuk bapaknya berjudul “Suasana Rumah.” Dia ngomong “Ternayata ada ilmu yang hanya bisa dimengerti oleh waktu, ilmu ini sudah saya lihat semenjak kecil, but i never understand, karena belum waktunya.” Tiba-tiba raut wajah Raim berubah saat nbgomong “Setelah bapak meninggal, baru saya tahu, oh ini yang dimaksud bapak saya.” Dia menjelaskan kalau bapaknya membuat sebuah lemari yang tidak ada yang order sebelumnya, kemudian diletakkan di depan rumah. Saat ada orang yang lewat di depan rumahnya, ada juga orang yang menanyakan harga dari karya bapaknya Raim.

Ternyata, konsep hidup berkarya yang diwariskan bapanya, baru bisa diterapkan setelah bapaknya menemui lorong panjang pasca sejarah (akhirat). Bekerja dan berkarya itu dua hal yang berbeda, bekerja itu by orderan, berkarya itu u make it something and u sell it. Konsep inilah yang hingga detik ini menjadi pedoman karyaanya. Dia buat “lemari” pertamanya berjudul “Cemburu” hingga sampai ke “Komang” sebagai “lemarinya” yang keenam. Dari sana ia mengerti bagaimana sebuah karya bekerja.

Dalam podcast “The Maple Media” dia mengungkapkan rahasia dari kata “Innalillahi wa Innailaihi Rajiun.” Yang artinya—meminjam kalimat sari tilawah— “Sesungguhnya kita semua milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya.” Kalimat thayyibah ini bukan hanya diucapkan saat orang berduka. Bahkan, seoarang khalifah setelah zaman Rasulullah, setelah dilantik sebagaai Presiden, kalimat pertama yang ia  lantunkan adalah “Innalillahi wa Innailaihi Rajiun.” Karena menurutya, jabatan yang ia emban saat ini adalah teguran bahwa semua yang menjadi miliknya sekarang akan kembali pada-Nya. Bahkan, dirinya pun sama halnya dengan jabatan.

Firman Allah “Kamu itu milikku” adalah kata paling romantis yang pernah ada. Jika seorang hamba menyanyangi hamba lainnya, dia akan mengucap “Kamu itu milikku,” bukan “I Love You.” Menandakan Allah itu sangat sayang kepada hamba-Nya melebihi sayangmu kepada orang yang kau sayang. “Innalillahi wa Innailaihi Rajiun” adalah cara Tuhan menyampaikan pesan kepada hamba-Nya bahwa Allah sangat menyayangi Hamba. Kalimat tadi adalah bentuk retoris Tuhan kepada hambanya. Ia berpesan, “Kamu akan kembali kepadaku.” Bukti sayang Tuhan kepada hamba-Nya, rayuan Tuhan agar hamba tidak terlena.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *