Harga Manyam Naik dan Semangat Menikah Anak Muda di Aceh

Oleh: Mishbahul Munir, S.Hum., M.Pd.

Isu perang dagang Amerika dan China sedang menjadi perbincangan hangat dan menarik atensi dari seluruh kalangan. Kebijakan tarif Trump terhadap ekonomi domestik dan global justru telah memicu polemik pada berbagai sektor. Harga Rupiah juga sempat merosot jauh mencapai Rp. 17.051,90 per Dolar pada 8 April lalu. Kenaikan tarif pajak impor Amerika terhadap negara-negara telah memberikan dampak signifikan terhadap turunnya kuantitas ekspor dan harga barang. Saat semua harga berang menurun, justru harga emas meningkat drastis. Bulan April ini saja harga emas mencuat naik mencapai 11,61%  pada harga Rp.1.857.969/gram hari ini (22 April 2025). Di saat isu ekonomi yang tidak stabil dan harga emas yang terus meningkat, di kalangan anak muda khususnya di Aceh justru manyam menjadi perbincangan hangat setiap harinya di media sosial dan surat kabar. Manyam menjadi simbol penting di Aceh sebagai mahar untuk pernikahan. 

Di Aceh, umumnya jeulamee atau mahar pernikahan berupa emas yang dihitung dengan takaran manyam. Ini merupakan takaran emas murni yang masyhur di Aceh setara dengan 3,3 gram untuk 1 manyam. Rata-rata mahar untuk pernikahan di Aceh berkisar antara 10 – 20 manyam. Untuk menuju pernikahan anak muda dituntut untuk mempersiapkan semuanya bagi mereka yang tidak mendapat “beasiswa” dari orang tuanya. Bagi mereka yang belum mampu, ia harus menunggu dan berjuang saat usia terus bertambah.

Untuk menyikapi keadaan ini, langkah apa yang harus ditempuh anak muda? Solusi apa yang agama tawarkan agar anak muda lebih tangguh dan bersemangat membangun mahligai rumah tangga, ibadah sepanjang masa ini?

Perlu diketahui bersama bahwa mahar bukanlah rukun menikah. Namun memberikan mahar kepada perempuan yang ingin dinikahi adalah wajib. Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya menekankan bahwa mahar bukalah tujuan utama sebuah pernikahan, namun menikah itu untuk meningkatkan ketakwaan dan akhlak (Al-Fath ar-Rabbani wa al-Faidh ar-Rahmani, Dar al-Kutub al-Islamiyah: 2003). Di sini terlihat jelas posisi mahar dalam Islam. Dalam konteks mahar di Aceh berupa emas dalam takaran manyam di Aceh, memang terjadi polemik tersendiri di kalangan anak muda. Mereka khawatir tidak bisa melamar wanita yang dicintainya. 

Untuk menghadapi hal ini, Imam Al-Ghazali memberi semangat kepada anak muda yang ingin menikah dengan niat benar-benar untuk menjaga diri dan agama. Dalam Ihya’ Ulumu al-Din jilid 2 halaman 34 Iman Al-Ghazali menulis “فإن نكحت لحفظ الدين، وقرار القلب، وسكن النفس، يسر الله تعالى أمرك، وأعانك على القيام بحقوق النكاح”, artinya jika niatmu menikah untuk menjaga agama dan mencari ketenangan hati, maka Allah akan mudahkan jalannya. Pandangan ini harus dipegang teguh oleh anak muda, berapa pun harga manyam, dengan tekat yang benar Allah akan memberikan jalan untuk mengapainya.

Harga manyam yang mahal sejatinya ujian menuju pernikahan. Sebelum meminang, diharuskan bagi laki-laki untuk berjuang demi menghalalkan gadis yang dicintainya. Islam mengajarkan kemudahan, bukan kesulitan. Saat muncul kesulitan dari pihak wanita, perlu diingat bahwa itu merupakan tantangan yang harus dilewati setiap orang.

Ulama Aceh juga mulai mengampanyekan kepada masyarakat agar senantiasa meringankan perkara dalam pernikahan, salah satunya mahar. Kegiatan ini menjadi angin segar bagi anak muda yang ingin menikah. Titik beratnya adalah yang mahal bukan manyam-nya, tapi komitmen menjaga pernikahan hingga akhir hayat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *