Oleh: Afzal Rizki (Murid kelas XII MIA 3)
Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah untuk menentukan Gubernur dan Bupati telah berlangsung. Pesta demokrasi yang dilangsungkan sekali dalam 5 tahun sangat menentukan nasib suatu daerah di masa yang akan datang. Pada pilkada tahun ini, rakyat menginginkan kemajuan serta perubahan signifikan terhadap pemimpin yang tepat dan kompeten.
Dibalik itu semua terdapat suatu hal yang menjadi kultur bagi rakyat yang mengikuti pesta demokrasi ini. Money politic seolah menjadi keharusan dalam memilih salah satu paslon. Money politic atau politik uang merupakan praktik memberikan dan menjanjikan sejumlah uang untuk mempengaruhi keputusan politik. Biasanya hal ini dilakukan untuk mendapat dukungan suara dalam pemilu dan kebijakan tertentu dalam pemerintahan.
B.J. Habibie, Presiden RI yang ke-tiga pernah mengkritik praktik politik uang sebagai ancaman terhadap demokrasi. Menurutnya, money politic mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemilu dan merusak prinsip keadilan.
Belakangan ini, politik uang telah menjadi suatu hal yang biasa dalam masyarakat. Bahkan, masyarakat berkeyakinan tidak akan memilih salah satu paslon jika tanpa diberikan uang. Sehingga muncul persepsi ‘Saya akan memilih siapapun yang memberikan uang.’ Padahal politik uang telah dilarang tegas melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 280 ayat (1) tentang pemilihan umum yang menyatakan bahwa “Melarang pelaksana, peserta dan tim kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.”
Untuk mengatasi money politic dibutuhkan kerja sama pemerintah dengan lembaga penegak hukum serta kesadaran penuh dari masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan visi, misi dan kapasitas kandidat bukan karena uang.
Prof. Mahfud Md menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan. Menurutnya, politik uang merupakan tindak pidana yang harus dihukum keras karena merusak demokrasi. Selain itu, ia juga mendukung perbaikan sistem pemilu melalui regulasi yang lebih rinci dan ketat untuk mencegah celah hukum.
Money politic memang telah menjadi hal biasa dalam masyarakat. Tetapi, ini bukanlah sesuatu yang benar dan dapat diterima begitu saja. Fenomena ini mencerminkan tantangan besar bagi demokrasi di Indonesia dalam melahirkan generasi pemimpin di masa yang akan datang. Oleh karena itu, semua pihak masyarakat, pemerintah, dan partai politik harus bekerja sama untuk memutus rantai politik uang dan membangun demokrasi yang lebih sehat dan bermartabat.[]