Tragedi di Kebun Durian

Oleh: Ustz. Busra Idris, S.Pd.

Pada tahun 1978 di sebuah desa  yang terletak di kawasan  Pidie Jaya. Terkisah sebuah cerita tentang seorang ibu yang bernama Aisyah. Ibu Aisyah adalah wanita tangguh yang bekerja bersama suami nya di kebun. Mereka memiliki kebun durian yang luas. Orang Pidie memang terkenal dengan kebun nya yang luas. Konon katanya mahar gadis Pidie lebih mahal.mungkin karena di samping mendapatkan istri, para calon suami juga akan mendapatkan property dari sang mertua.

Di saat itu sangat sulit mencari pekerjaan dan penghasilan. Bahkan bila anda memiliki kebun sekalipun belum tentu memiliki uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari. Kebun mereka terletak agak jauh dari rumah dan lumayan luas yang harus selalu di rawat agar terus mendapatkan hasil yang maksimal. Di kebun ini tidak hanya terdapat pohon durian, namun juga berjajar pohon buah-buahan tropis lain nya seperti, langsat,rambuatan dan manggis.

Bila musim buah tiba. Bu Aisyah dan suaminya akan  bermalam di sana. Karena pada malam hari babi hutan akan berkunjung ke sana untuk memakan buah durian yang jatuh dari pohon nya. Kadang-kadang, babi hutan  akan berlomba dengan babi ngepet (red: pencuri) untuk mencuri durian.

 Di kebun Durian terdapat sebuah Rangkang yang di bangun oleh suami bu Aisyah yaitu Pak Idris. Rangkang adalah  rumah panggung kecil yang di bangun di kebun untuk bermalam atau berlindung dari hujan dan panas serta dari binatang buas. Biasanya setiap kebun di sana pasti memiliki nya.Di malam hari pak Idris akan bermalam di kebun. Namun,pada siang hari Pak Idris harus pergi ke pasar untuk menjual buah durian mereka dan meninggalkan bu Aisyah dan putra nya di sana.

Sambil merawat kebun durian, Ibu Aisyah juga memelihara 10 ekor anak bebek yang lucu yang di kurung di bawah akar pohon nangka yang sudah lapuk. Mereka sangat aman berada di sana. Dia memberi mereka makan setiap pagi dan sore, serta memberikan air bersih untuk minum. Kadang-kadang, dia melepaskan bebek-bebek itu untuk berjalan-jalan di sekitar kebun, membiarkan mereka bereksplorasi dan mencari makanan sendiri seperti cacing tanah dan serangga. Anak-anak bebek tersebut adalah teman-teman setia Ibu Aisyah di kebunnya, dan mereka selalu memberinya kebahagiaan dengan kelucuannya.               

Namun, pekerjaan Ibu Aisyah tidak hanya berakhir di kebun durian dan merawat bebek. Dia juga memiliki tanggung jawab besar sebagai ibu dari seorang bayi laki-laki yang berusia satu tahun. Bayi laki-laki itu bernama Aiyub. Seorang bayi yang sangat sehat dan lincah. Selagi suami nya pergi berjualan ke pasar, Ibu Aisyah selalu membawa Aiyub bersamanya ke kebun durian. Dia membuat gendongan yang nyaman dan membawa bayinya bersamanya sambil merawat kebun.

Saat Ibu Aisyah bekerja di kebun durian, Aiyub duduk di gendongan dengan senyum lebar di wajahnya. Dia tertawa-tawa melihat bebek-bebek yang berlarian di dalam akar pohon tua tersebut. Ibu Aisyah selalu memastikan bahwa Aiyub aman dan bahagia sambil dia bekerja.

Suatu hari Ketika Aiyub sedang asik bermain di bawah Rangkang. Terdengar suara buah durian berjatuhan. Dia bisa menyaksikan langsung dari tempat duduk nya. Dengan gesit bu Aisyah mengambil keranjang rotan dan bergegas menuju pohon durian meninggalkan aiyub yang sedang asik bermain dengan berbagai macam benda di sekitarnya seperti kayu, batu, dedaunan dll.

Ketika bu Aisyah sedang mengambil durian yang lumayan banyak itu, dia terus saja mengamati Aiyub dari jauh. Dia khawatir akan keadaan nya . Bu Aisyah terus saja mengambil buah durian , membersihkan nya dan memasukkan nya ke dalam keranjang.

Setelah mengambil semua buah durian, memasukkan nya ke dalam keranjang, kemudian bu Aisyah mengangkat keranjang itu ke atas kepala nya sendiri. Tiba-tiba dari jauh dia menyaksikan Aiyub anak lelaki nya sedang meremas anak bebek satu per satu dengan sekuat tenaga dan perasaan geram. Anak-anak bebek yang masih berusia 20 hari dan berwarna kuning itu lemas tak  berdaya dan menemui ajal nya seketika.

Menyaksikan itu dari jauh. Bu Aisyah menurunkan keranjang buah dari kepalanya dan berlari secepatnya ke arah Aiyub hingga dia tersungkur terkena akar pohon berkali-kali. Memang jalan di sana tidak lah mulus seperti jalanan setapak pada umumnya. Ada banyak akar pohon dan tumbuhan menjalar. Sebenarnya ini lebih pantas  di sebut hutan dari pada kebun.

 Jatuh bangun berlari sambil berteriak memanggil anak nya. “ Gaaaam, beeeekkk”.( anakku , jangan). Tapi apa hendak di kata. Untung ada di Medan dan Malang ada di Jawa. Anak bebek peliharaan bu Aisyah menghadap Ilahi dengan tragis di tangan Aiyub kecil.

Sesampai nya di Rangkang sambil terengah-engah, Bu Aisyah langsung menggendong Aiyub bersamaan dengan anak bebek yang masih berada di tangan nya. Aiyub dengan tanpa rasa bersalah menampakkan anak bebek itu kepada ibunya dan berkata, “ itek” yang berarti bebek dalam Bahasa Aceh dengan keadaan yang sudah sangat menyedihkan. Bu Aisyah melihat tujuh ekor anak bebek nya sedang mengalami sakaratul maut, bahkan beberapa sudah menemui ajal nya.

Ternyata, saat ibunya pergi mengambil durian Aiyub kecil merasa kehilangan dan mencoba menyusul ibunya kebawah pohon durian, namun dia di buat terkesima oleh anak-anak bebek berwarna kuning yang imut dan lucu yang sedang bersantai di dalam akar pohon nangka. Dia kemudian membuka penutup pohon itu yang hanya sebuah papan bekas membuat rangkang dan menunggu anak bebek satu per satu keluar dan mulai meremas mereka sampai KO.

          Meskipun hati bu Aisyah merasa sangat sedih, namun dia tidak memarahi Aiyub anak nya apalagi sampai memukul nya. Berbeda dengan cerita ibu-ibu jaman sekarang yang mudah marah dan emosi mungkin karena tuntutan zaman sekarang dan tagihan bulanan yang menjulang.

 Bu Aisyah terus saja mengucapkan kata-kata penyesalan karena meninggalkan anak nya sendirian. Setelah itu sambil menggendong Aiyub, bu Aisyah bergegas mengambil cangkul dan ke tujuh anak bebek yang sudah menghadap Ilahi itu untuk di kebumikan secara layak sebagai hewan. “Mereka akan terus menjaga kebun durian ini dan berada disini ” tuturnya.

          Tiga ekor anak bebek bu Aisyah yang selamat dari jeratan tangan Aiyub kecil tumbuh besar dan sehat hingga mereka beranak pinak yang akhirnya Sebagian mereka  di jual dan Sebagian lagi di konsumsi keluarga bu Aisyah bahkan ada yang di kendurikan pada acara Maulid Nabi.

Cerita ini berpesan kepada kita agar kita jangan sekali-kali meninggalkan anak-anak kita sendirian baik di hutan belantara, di rumah, di dalam mobil atau di tempat permainan. Jika ingin meninggalkan anak- anak kita pilih lah tempat yang tepat dan mendidik contohnya Dayah Jeumala Amal. Intinya, semua kita akan pergi meninggalkan anak-anak kita kelak, namun kita harus memastikan bahwa anak -anak kita di tinggalkan dalam keadaan berilmu dan berakhlak mulia serta memiliki ketrampilan dan kemapuan dalam menghadapi Dunia yang serba digital ini. So,lets take care of our children Moms.

Top of Form

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *