Oleh Azmi Abubakar
Genap 20 tahun aku berada di negara ini. Masih segar dalam ingatan, tepatnya medio Januari 2005. Kutinggalkan tanah kelahiran tercinta merantau ke deutschland atas jasa seorang guide asal Palembang. Beliau pernah bekerja di Jerman, dari bruder itulah sedikit demi sedikit aku belajar deutsch.
Informasi di zeitung menunjukkan kalau cuaca hari ini berkisar 12 derajat. Cuaca yang sangat dingin bagi kami yang menghuni kota Berlin. Tubuhku mulai menggigil, jaket yang kukenakan tidak cukup ampuh, sebatang rokok kusulut untuk menghangatkan badan.
Ich will, sebetulnya aku sangat ingin kembali ke nanggroe indatu, katanya Aceh sudah sangat maju dari masa yang kutingalkan dulu, aku tidak sungkan-sungkan menjawab kalau ada orang yang bertanya asal dari mana? “Ich bin Aceher, Aceh…” kataku bangga, bukan seperti tahun 20 tahun lalu, seorang kawan ketika disodorkan pertanyaan yang sama dengan ketakutan ia mengakui indentitas ke-Aceh-annya, ah terlalu sulit untuk mengungkap dan mengeja bagaimana Aceh pada masa itu.
Istriku sangat setia meskipun aku tidak pernah mencicipi gulai pliek buatannya, tapi suatu saat aku yakin ketika sudah pulang nanti, istriku akan bisa membuat kuah pliek. Aku ingin cepat-cepat mengakhirkan episode kehidupanku di negara ini, ingin melihat saudaraku yang kabarnya telah menjadi anggota dewan dari sebuah partai lokal.
Aku ingin melihat semuanya, merasakan rujak kak Ni di belakang rumah, rujak yang terkenal enak. Aku ingin memperlihatkan anak-anakku pada mak, ah..aku merindukan wajah itu, wajah mak yang telah kutinggalkan 20 tahun yang lalu. Aku telah berjani untuk pulang!
……………..
Ku buka tirai jendela kamar, nampak seorang anak kecil duduk termagu sambil menangis terisak-isak di halaman sana, ia adalah tetanggaku yang baru saja mendapat musibah. Adiknya tewas di sekolah ketika di hujani peluru oleh beberapa oknum-oknum tidak dikenal, kondisi Jerman akhir-akhir ini memang seperti Aceh yang ku tinggalkan dulu, penuh dengan kerusuhan.
Sekolah di Jerman dipenuhi teror senjata, beberapa media massa terkenal sedang gencar-gencarnya memberitakan kasus itu. Gubernur Banden sendiri mengatakan bahwa polisi sempat menembak tersangka saat melarikan diri dari sekolah, menyedihnya 3 orang guru menjadi korban dalam kasus ini.
………………….
Inspeksi yang kulakukan pagi ini cukup membuat pegawaiku kaget, “wie geht es ihnen…” sapa seorang pegawai wanita ramah. “Schoon schwester…” jawabku singkat. Ada satu lagi cita-citaku sekembalinya nanti ke negeri Aceh, Mengajarkan bahasa Jerman kepada mereka anak-anak Aceh, supaya tak ada lagi penipuan demi penipuan yang datang dari barat untuk umat muslim Aceh.
Apalagi dengan menguasai bahasa mereka, berarti kita juga telah menguasai kelemahan dan kekuatan bahkan kita telah menjajah mereka. Begitu pikirku suatu kali ketika bergolek di dalam rumah yang baru ku beli 3 tahun lalu.
30 September 2025
Hari ini aku berulang tahun, banyak karangan bunga, ucapan selamat dari berbagai negara hadir di depan kantorku, tak kusangka, smspun mulai bertaburan, ku ketik sebuah sms untuk adikku di kampung sana, ia baru saja menyelesaikan sarjananya di UIN Darussalam Banda Aceh. Tak lupa ku ketik sms untuk keponakanku di Kairo yang sedang menuntut ilmu di negeri ambiya.
“Kring… kring…..” bunyi telepon dari ruang tengah mengejutkanku, “abang payah neuwoe laju keunoe, mak teungeh saket nyoe… hana soe eu, Rahman manteng dalam perjalanan dari Jepang ke Banda Aceh, sedangkan Asjal katroh dari Australia…”, “dalam minggu nyoe abang akan woe…” sahutku. Sejenak aku termagu, teringat mamak yang puluhan tahun ku tingalkan, teringat kala di manja mamak, mak.. maafkan aku, anak mu sudah sukses di negeri orang tapi sudah melupakan mu di hari senja, mak.. aku menjerit, tak terasa air mata ku jatuh…”
“Tok..tok…tok…guten morgen, gestatten Sie….?” “masuk…” kataku dengan cepat sembari mengambil tisu mengelap air mata, seorang pegawai datang membawa setumpuk surat. Tugas-tugas di kantor dalam akhir bulan ini memang sangat banyak dan padat, aku kelelahan. “ entschuldigung pak…”, sebaiknya kita harus segera meninggalkan gedung ini, pihak keamanan menyuruh bapak untuk segera keluar, mereka memperingatkan bahwa gedung ini telah menjadi sasaran pengeboman oleh pihak-pihak tidak dikenal…”, “iya..iya…vielen dank…” kataku gugup, sambil mengambil laptop, email punya kakakku tidak sempat kubalas, ketika tiba-tiba saja “duar…”, suara itu mengejutkan ku.
Gelap dan hampa…” aku tidak ingat apa-apa lagi selain wajah mak, ayah, saudara-saudaraku, entahlah dengan setumpuk tugas dan tanggung jawabku puluhan tahun di kantor ini. Semuanya telah gelap, segelap Aceh di tahun kelahiranku 1989…!
Keterangan
Bahasa Jerman:
Ich bin Aceher : saya orang Aceh
Deutschland : negara Jerman
Deutsch : bahasa Jerman
Zeitung : surat kabar
Ich will : saya akan
wie geht es ihnen : apa kabar
Schoon schwester : baik nona
Guten morgen, gestatten Sie? : Selamat pagi, permisi pak?
Entschuldigung : maaf
vielen dank : terima kasih banyak
Bruder: Abang
Bahasa Aceh:
Abang payah neuwoe laju keunoe, mak teungeh saket nyoe… hana soe eu: Abang harus pulang terus kesini, ibu lagi sakit, tidak ada yang merawat.
Katroh: Sudah tiba
Dalam minggu nyoe abang akan woe: Dalam minggu ini abang akan pulang