Memuliakan Kemerdekaan

Kemerdekaan seringkali dipahami sebagai bentuk kebebasan yang dimiliki manusia, sementara dalam Islam kemerdekaan berada dalam rambu-rambu syariat, dimana hikmah syariat sendiri adalah untuk membahagiakan  manusia di dunia. Maka kehidupan orang Islam sejatinya adalah kehidupan yang tak pernah menjajah manusia. Kedatangan kembali Rasulullah ke negeri kelahirannya Mekkah bersama para sahabat itu bukanlah penakhlukan tetapi pembebasan, Rasul ingin mengajarkan kepada kita nilai-nilai kemerdekaan dan bagaimana umat Islam ini mampu menghargai kemerdekaan itu.

Kenyataan yang terjadi sekarang, manusia yang rendah status sosialnya terus ditindas,  dan dengan mudah  diperjual belikan. Lihatlah TKI dan TKW yang selalu menjadi permasalahan besar, harga diri mereka bahkan  tidak lagi bernilai sebagai manusia. Islam mengajarkan bagaimana dulu Bilal bin Rabbah, Ammar bin Yasir dan lain-lain adalah orang tak pernah diberikan kebebasan sebelumnya, bahkan tak layak dianggap manusia. Kemudian Islam datang memecahkan masalah ini dengan mendengungkan pembebasan budak menjadi orang merdeka. 

Rasul dan sahabat datang dengan membawa semangat pembebasan dari kekangan ego dan penzaliman. Islam periode Madinah bukan lagi Islam yang minoritas. Dengan  segenap kekuatan bersama, Islam mampu menunjukkan rasa kasih sayang dari atas sampai kalangan bawah. Semuanya merasa mulia berada pada Islam. Rasul pernah mengingatkan kaum Anshar yang agak berat menerima keputusan Rasul untuk memberi harta ghanimah lebih besar kepada kaum Muhajirin, disini Rasul menyebut kembali bagaimana peran kaum Anshar yang begitu mulia dalam Islam.

Sudah sepatutnya kemerdekaan itu dirayakan dan diisi dengan perbuatan perbuatan yang merdeka dan beradab. Kemerdekaan itu tak membuat lagi masyarakat menjadi gusar karena harga minyak dan tunggakan listrik yang melambung tinggi. Kemerdekaan itu manakala para penguasa tak lagi melakukan bualan-bualan dan rayuan yang tong kosong nyaring bunyinya. 

Lihatlah bahwa Indonesia sudah merdeka 73 tahun lalu, penjajahan Belanda terhadap gugusan nusantara menjadi pelajaran penting bahwa nilai nilai menjajah bagian tak terpisahkan dari nuansa Barat kala  itu. Harus diingat pula sebuah kaidah,  jika semut terjepit, maka ia juga akan menggigit. Maka berkobarlah semangat kaum Islam di nusantara menentang penjajahan kafir. Barat bahkan sampai sekarang terus menegaskan diri sebagai pembawa pembebasan, bak menelan air liur sendiri itu hanyalah retorika nihil saja.  

Contoh yang paling nyata terjadi dalam dunia sepak bola beberapa waktu lalu, Ozil, pemain bola tim nasional Jerman keturunan Turki mengundurkan diri akibat sindiran kepadanya yang sudah gagal membawa Jerman menuju juara dunia. Padahal sebelumnya Ozil tampil secara maksimal bahkan sudah pula membawa nama Jerman menuju piala dunia tahun lalu. Saat itu, ia begitu dielus elukan sebagai seorang Jerman, namun manakala gagal, ia bahkan dicibir sebagai sampah imigran. Realitas itu bukti nyata bagaimana Barat masih memperdagangkan dagangan penjajahan.  

Namun naifnya jika ada masyarakat timur yang mengambil nilai-nilai penjajahan dimaksud. Mereka menindas saudaranya sendiri dengan beragam alasan yang tak bisa diterima, dimana yang kecil terus ditekan, yang besar terus disanjung.  Kemerdekaan sejatinya bukanlah produk individualis tetapi kemerdekaan bersifat kolektif dan dirasakan secara bersama-sama. Jika kemerdekaan dinikmati segelintir orang, maka tujuan sebenarnya dari kemerdekaan belumlah terpenuhi. Ketika pertama sekali tiba di kota Madinah, apa yang Rasul cetuskan pertama adalah membangun masjid Quba, Rasul turut bekerja mengambil batu bersama para sahabat, begini kebersamaan yang dicontohkan Islam.

Dalam tataran internasional, ada saudara kita sesama muslim yang masih terbelenggu daripada kebebasan, nikmat untuk beribahdah bahkan digerogoti, maka hari kemerdekaan di bulan Agustus ini sudah sepatutnya menggugah kembali gelora pembebasan Palestina. Kemerdekaan berdasarkan Islam rahmatal lil ‘Alamin ingin supaya manusia di seluruh muka bumi ini merasakan kasih sayang dalam Islam, Islam tak pernah mengotak manusia melalui kasta atau membagi dunia kepada tiga bagian sebagaimana yang pernah dilakukan barat masa silam, Islam hanya membedakan orang yang bertaqwa yang kualitasnya lebik baik di mata Tuhan. 

Sampai kapanpun, Islam adalah agama yang sangat memuliakan manusia sebagaimana ayat Alquran menyebutkan wa laqad karamna bani Adama. Kemerdekaan itu mencakup merdeka terhadap diri sendiri, keluarga dan juga merdeka dalam menunaikan kewajiban agama. Naif manakala melihat anak-anak kecil di kampung halaman tak lagi memiliki tempat bermain, jika ingin bermain maka orang tua harus membawa anak-anaknya ke area permainan. Ini merupakan bentuk penjajahan dan kezaliman masa kini yang dipraktikkan penguasa. Maka tugas pemerintah melayani masyarakatnya untuk mewujudkan kemerdekaan  itu dengan memenuhi kemashlahatan warganya.

Fathul Mekkah yang.menjadi simbol kebebasan bukanlah penakhlukan seperti yang dilakukan barat terhadap Islam, bukanlah invansi sepeti Amerika terhadap Irak. Pembebasan di mana orang yang pernah menyakiti Rasul dengan mudahnya Rasulullah memberi maaf. Maka di bulan dan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ini, mari membalut kemerdekaan itu dengan senyum kebebasan dalam segenap aktivitas, kebebasan ibadah dan kebebasan untuk melaksanakan hadis Rasul untuk memenuhi hak sesama kaum muslim. Semoga!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *