Ican Si Pengusir Hantu

Oleh: Syauqi, M.Pd (Guru MTs Jeumala Amal)

Unan dan Uci adalah sepasang suami isteri dari kalangan jin. Mereka baru saja menyelesaikan pertapaan di sebuah gua sebagai syarat untuk bisa menampakkan diri di hadapan manusia. Menurut wejangan yang diajarkan kakek buyutnya, bahwa untuk bisa menampakkan diri kepada manusia, mereka harus menjalani ritual bertapa selama empat puluh hari empat puluh malam. Oleh karena itu, Unan dan Uci sekarang dengan penuh percaya diri, pergi mencari korban untuk ditakut-takuti.

Suatu malam, Unan dan Uci sudah berada di suatu tempat yang gelap di bawah pokok pohon bambu menunggu mangsanya. Unan berbisik pada isterinya, “Uci, kamu yakin bahwa anak-anak pulang dari mengaji akan melewati jalan ini?”

“Saya yakin sekali, seorang kawan memberitahukan kepada saya bahwa anak-anak selalu melewati tempat ini untuk pulang ke rumah masing-masing…!” Jawab Uci.

“Tapi,…!”

Unan tidak melanjutkan pembicaraannya, karena ia telah mendengar suara tapak kaki anak-anak sedang pulang dari mengaji dari kejauhan.

“Sssst…., itu mereka!” Kata Uci dengan wajah berseri-seri.

Dari kejauhan, nampak lima orang anak sedang berjalan. Tiga anak laki-laki yang berjalan di depan yaitu adalah Ican, Isan, dan Ilan. Mereka masih kelas 4 SD. Sementara dua lagi yang perempuan bernama Isna dan Isti berjalan di belakang mereka. Isna adalah adiknya Ican. Karena Ican sering tertinggal di dalam pelajaran dan dua kali tidak naik kelas. Maka Ican menjadi satu kelas dengan adiknya. sementara Isti yang masih duduk di kelas 3 adalah adiknya Ilan.

Ican adalah anak yang bertubuh lebih besar dan lebih tinggi dari anak-anak yang lain, ia sangat percaya diri dan pandai bergaul. Sehingga disukai oleh kawan-kawannya. Walaupun kemampuan dalam belajarnya sedikit lemah, tetapi tidak menyurutkan semangat kawan-kawannya untuk selalu bersamanya.

Mereka berjalan bergandengan tangan. Ican yang terkenal pemberani berjalan paling depan. Ketika melewati pokok bambu. Tiba-tiba mereka melihat dua bayang-bayang putih di bawah pokok pohon bambu, disusul dengan bau harum bunga. Isna langsung memeluk abangnya Ican karena ketakutan, sementara Isan, Ilan dan Isti saling berpegangan tangan.

Mereka ingin berteriak dengan keras untuk meminta bantuan dari seseorang. Tetapi suaranya seolah-olah tertahan di tenggorokan karena rasa takut yang sangat luar biasa. Sehingga suara teriakan mereka tidak terdengar sedikitpun.

Ican yang merasa bertanggung jawab melindungi adik dan kawan-kawannya, dia mengumpulkan keberanian dan menatap dua bayangan putih yang ternyata Unan dan Uci.

Ican saat itu mengingat nasehat guru mengajinya bahwa bila berjumpa dengan makhluk halus sejenis jin, maka bacalah do’a dihadapan mareka, maka jin tersebut akan menjauh. Sementara saat itu Ican masih belum bisa menghafal do’a-do’a yang telah diajarkan oleh guru mengajinya. Tiba-tiba dia teringat satu do’a yang baru saja dihafal di tempat pengajian yang belum sempat disetor kepada guru mengajinya.

Dengan penuh keyakinan, Ican langsung membacakan do’a tersebut dengan suara yang lantang. Mengengar do’a yang dibacakan oleh Ican, tiba-tiba Unan menjadi panik dan dihantui rasa ketakutan. Tidak lama kemudian ia langsung menghilang dari bawah pokok bambu, sementara Uci yang tidak mengerti apa yang terjadi, ikutan juga melarikan diri.

Ketika dua bayangan putih menghilang. Ican berkata pada kawan-kawannya, “jangan takut lagi, mereka sudah pergi. Mari kita lanjutkan perjalanan pulang!”

Semua anak-anak tersebut memberanikan diri untuk melihat ke arah pokok bambu, dan ternyata benar apa yang disampaikan oleh Ican bahwa dua bayangan putih itu tidak terlihat lagi. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.

Keesokan hari, berita tentang Ican bisa mengusir hantu tersebar di kalangan murid-murid pengajian. Guru mengaji yang bernama Ustadz Amri juga telah mendengar tentang berita tersebut. Ustadz Amri merasa kagum atas keberanian Ican, tetapi beliau juga merasa penasaran dengan isi do’a yang dibacakan oleh Ican. Karena seingat Ustadz Amri, Ican belum bisa menghafal do’a-do’a atau ayat-ayat pendek yang ditugaskan olehnya.

Pada malam berikutnya, setelah selesai pengajian, Ustadz Amri memuji Ican dihadapan teman-teman pengajiannya.

“Ican, saya kagum dengan keberanianmu dan rasa tanggung jawabmu untuk melindungi kawan-kawanmu. Kamu adalah anak yang baik dan pemberani!” Kata Ustadz Amri memuji Ican.

“Sebenarnya Saya juga takut, Ustadz, tapi saya sangat yakin bahwa dengan membaca do’a, maka jin tersebut akan lari!” Kata Ican nyengir.

“Kalau boleh Saya tahu, do’a apa yang kamu bacakan semalam sehingga jin itu lari!” Tanya Ustadz Amri penasaran.

“Sebenarnya do’a yang Saya bacakan adalah do’a yang telah saya hafal malam kemaren, tetapi saya belum sempat menyetor hafalannya kepada Ustadz….!” Kata Ican.

“Apa bunyi do’anya?” Tanya Ustadz Amri ingin tahu.

Ican langsung membacakan do’a yang telah dihafalnya dengan penuh percaya diri.

“Allahumma baariklanaa Fiimaa razaqtanaa waqinaa ‘adzaaban naar,” timpalnya.

Ustadz Amri menggangguk-ngangguk kepala sambil tersenyum.

“Kamu hebat Ican! Kamu harus banyak menghafal lagi do’a-do’anya agar jin tidak berani lagi menampakkan dirinya!” Nasehat Ustadz Amri.

“Iya, Ustadz…!” Kata Ican.

Sementara Unan dan Uci telah sampai di bawah pohon beringin besar yang jauh dari pokok bambu.

“Kamu kenapa ikut-ikutan lari?” Tanya Unan pada Uci.

“Saya melihat kamu tadi berlari, jadi Saya juga ikutan lari. Memangnya ada apa tadi?” Tanya Uci penasaran.

“Kamu tahu do’a apa yang dibacakan anak tadi?” Tanya Unan.

“Saya tidak tau, memangnya do’a apa yang dibacakan tadi?” Jawab Uci polos.

“Do’a yang dibacakan anak tadi adalah do’a sebelum makan. Itu artinya, setelah ia selesai membaca do’a itu, anak tersebut akan memakan kita, maka saya lari agar tidak dimakan olehnya!” Jelas Unan dengan wajah serius.

Uci yang tidak mengerti tentang do’a-do’a hanya diam saja, lalu mereka berdua pergi melanjutkan perjalanan mencari tempat lain. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *