Oleh: Ibnu Mujahid, S.H
Lulusan Dayah Jeumala Amal tahun 2012, saat ini mengemban amanah sebagai Hakim di Mahkamah Syar’iyah Kutacane
“Assalamua’alaikum Teungku” sapa beliau mengawali obrolan kami melalui sosial media siang itu (Selasa, 25 Oktober 2022), “Wa’alaikumsalam Ustadz” balasku menjawab salam dari Ustaz Azmi Abubakar, Lc., M.H., sosok guru yang saat ini sedang mengabdikan ilmunya di Dayah Jeumala Amal, salah satu Dayah yang memberiku banyak ilmu dan pengalaman selama enam tahun lamanya.
Awalnya saya berpikir beliau hanya sekedar sapa saling berbagi kabar saja, justru sebaliknya beliau meminta kesediaan saya untuk menulis secuil pengalaman atau semangat ilmu untuk dipublis di website dayah kebanggaan kami, https://jeumalaamal.org/. Ingin jemari ini mengetik “Saya belum layak Ustadz, pengalaman dan ilmu saya masih jauh untuk dibagi, apalagi di sini.”, tapi sayangnya itu hanya ingin saja, saya sudah pernah menolak sebelumnya, jangan sampai saya membuat beliau dan guru-guru saya lainnya kecewa lagi. Mungkin inilah mengapa dua hari lalu di Instagram saya lewat sebuah postingan seolah ingin menyemangatiku hari ini untuk menerima dan tidak menolak permintaan dari sosok guru yang tulisannya sudah malang melintang menghiasi berbagai media kepada pribadi ini yang masih layaknya “anak kemarin sore. “Jangan bandingkan halaman pertamamu dengan halaman ke tiga puluh milik orang lain.”
Sambil duduk saya berfikir keras, pengalaman dan ilmu apa yang bisa saya bagikan? Saya berusaha flashback kenangan enam tahun di Jeumala. Dan ternyata kisah 16 tahun lalu itu selalu menjadi kenangan awal yang tak terlupa, dimana saya meneteskan airmata untuk pertama kalinya di Jeumala, airmata setelah shalat ashar berjamaah yang kemudian menyadarkan diri, inilah fase yang harus saya lalui, saya pasti bisa saya harus kuat, sambil mengingat kembali pesan kedua orangtuaku tadi siang sesaat sebelum mereka pulang setelah mengantarkanku “Beu geut-geut di Dayah beh Neuk” (baik-baik di Dayah ya, Nak), “Geut Mak, geut Abu” (Baik Mak, Baik Abu) jawabku singkat. Sungguh kenangan singkat yang indah untuk membuka lembaran baruku di Dayah Jeumala Amal, satu lembaran dari lembaran-lembaran cerita panjang enam tahun ke depan.
Lembar kenangan berikut berlanjut ke cerita dimana kaki ini gemetar dan gugup saat pertama kali harus tampil di panggung dihadapan seluruh murid dan para dewan juri dalam aneka perlombaan untuk memeriahkan ulang tahun Dayah Jeumala Amal yang menjadi agenda tahunan paling meriah saat itu. Ya, tahun pertama di Jeumala saya dipercaya oleh Mudabbir dan teman-teman untuk mengikuti lomba Syarhil Qur’an, sayangnya saya belum bisa memberikan yang terbaik dan harus berlapang dada tahun pertama tanpa juara. Pun demikian saya tidak berpuas diri dan terus berusaha tahun depan harus juara, terlebih salah satu tulisan yang saat itu dilukis menghiasi hampir di setiap sudut dinding gedung di Jeumala ternyata berhasil menyemangatiku, “You can if you think you can, you can’t if you think you can’t”. Baru sekarang saya meyadarinya, ternyata kata-kata motivasi di setiap sudut itu tidak hanya sebagai hiasan belaka, namun lebih bermakna sebagai edukasi demi membentukan karakter pribadi setiap murid.
Lanjut ke kisah lembar tahun kedua saya di Jeumala tak kalah pentingnya, kesempatan sangat berharga yang kemudian dari situ lembaran demi lembaran makin diwarnai dengan pengalaman demi pengamalan yang tak akan pernah terlupa. Di tahun kedua, saya dan beberapa teman lainnya dipilih untuk bergabung ke dalam grup Nasyid Jeumala Junior, sebuah grup yang harus siap untuk tampil di setiap event di Jeumala dan juga mengikuti lomba-lomba baik antar dayah atau sekolah yang lainnya, itupun berarti kami harus siap menjadi penerus grup Nasyid Jeumala Senior yang tidak lama lagi akan menyelesaikan masa pendidikannya di Jeumala.
Mulai dari situlah kami terus dibina dan dilatih setiap malam Jum’at selesai Muhadharah, yang seharusnya malam Juma’t saat itu adalah malam paling ditunggu setiap santri untuk bersantai, kami malah harus berlatih nasyid yang tak jarang sampai larut malam. Lelah sudah barang tentu kami rasakan, namun lelah itu akan hilang yang tinggal adalah pengalaman yang sampai kini menjadi guru dalam perjalanan; “Experience is the best teacher”.
Kuajak lamunanku untuk berhenti sampai disitu dan mulai menulis pengalaman atau semangat ilmu, namun ia menolak tak mau, ia masih ingin memutar kembali memori hari demi hari di Jeumala Amal tercinta. Terlukis kembali tahun-tahun berikutnya di dipenuhi dengan canda tawa sedih bahagia bersama teman-teman semua menjadi satu, mulai dari makan bersama sepiring berlima, disanksi melanggar bahasa, denda juga sudah hal biasa. Pengalaman saya dalam berorganisasi pun ditanam di dayah ini, salah satu pengalaman sebagai ketua bidang kesenian dan dekorasi dalam Organisasi Murid Intra Dayah (OSMID), padahal sebelumnya saya pribadi saja tidak pernah terbayang akan hal ini, banyak teman- teman lain yang lebih ahli di bidang kesenian.
Saya kira itulah buah dari , “Membantu” Kakak kelas, dua bulan setelah saya membantu mengukir namanya di sandal jepit, ia memilih saya sebagai anggotanya sebagai OSMID Junior angkatan mereka, padahal kesempatan jadi OSMID angkatan Saya masih setahun lagi, berbekal dari situlah saya dipilih jadi ketua bidang kesenian dan dekorasi dalam Organisasi Murid Intra Dayah (OSMID) 2012, padahal hanya berawal dari “sandal jepit”. Benarlah penghalan firman Allah QS. Al-Isra’ Ayat 7: “Jika kamu berbuat baik, berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri.”
“Tok..tok..tok…” tiba-tiba ketukan pintu dari luar menghentikan niatku untuk makin menyelami kenangan demi kenangan di Jeumala hingga hari wisuda. “Iya, masuk aja, gak dikunci” jawabku menyilahkan masuk yang diluar sana. “Ayo sidang Pak, masih ada dua sidang lagi, sudah ditunggu sama Ketua Majelis”, ajak petugas pengaman sidang ditempat saya ditugaskan. “Baik Pak” jawabku singkat. Saking dalam mengingat “Jeumala” saya sampai lupa masih ada pekerjaan yang menunggu, segera saya pakai baju toga hijau, dasi putih serta peci hitam itu dan menuju ke arah teman yang telah menunggu.
Langkah singkat menuju ruang sidang meyadarkanku, meskipun saat-saat di Jeumala banyak suka duka dan terasa begitu lama, namun enam tahun berproses di Jeumala adalah bagian penting dalam hidup saya, di sini saya belajar banyak hal, mulai dari yang paling membahagiakan hingga yang paling menyedihkan yang tidak mungkin bisa digambarkan semua melalui tulisan singkat ini. Pastinya untuk menjadi nahkoda tangguh sebagaimana harapan Jeumala bagi setiap murid sebagai “Place of the future leader” tidaklah dilahir di laut yang tenang.
Nahkoda itu lahir di laut yang penuh dengan ombak dan badai serta lika-liku kehidupan dan naik-turun pengalaman demi pengalaman. Layaknya seribu satu tikungan yang harus ditaklukkan sebagaimana proses yang saya rasakan saat ini mengemban amanah sebagai Hakim di Mahkamah Syar’iyah Kutacane. Kami di sini bukan berarti tangguh telah melewati ombak kehidupan karena sejatinya cobaan akan terus berdatangan selama nyawa dikandung badan, kami di sini ada karena Allah yang Maha memudahkan segala urusan, berikut orangtua dan keluarga yang senantiasa mendoakan serta para guru yang telah membimbing kami.