SAHABAT

Oleh: Syauqi, S. Ag. M. Pd. (Guru Dayah Jeumala Amal)

Sebaik-baik sahabat yang menunjukkan kebaikan kepadamu, seorang sahabat selalu menasehatimu untuk meninggalkan sesuatu yang tidak baik. Ia juga akan memaafkan kekhilafan yang pernah kamulakukan serta mendorong dan memotivasi agar selalu berusaha membuat dirimu berubah ke arah yang lebih baik.

Pada suatu pagi, Abdul Karim, 17 tahun, berdiri menunggu sahabatnya, Hasbi, di sebuah lorong. Hasbi, 17 tahun yang tinggal di lorong berbeda, melangkah menuju persimpangan jalan. Abdul Karim tersenyum melihat Hasbi dari kejauhan. Ketika Hasbi mencapai persimpang, mereka berjalan bersama menuju sekolah. Masing-masing menggendong tas ransel. Mereka bersekolah di SMA yang sama. Abdul Karim yang terkenal ramah dan suka bergaul lebih banyak berbicara ketimbang Hasbi yang pendiam. Hasbi hanya sesekali tersenyum tanpa berbicara sepatah kata pun.

Abdul Karim berada di kelas XII-MIA-5. Sementara Hasbi belajar di kelas lain pada tingkat yang sama. Abdul Karim dikenal pelajar yang ramah dan jujur. Sehingga ia dipercaya kawan sekelasnya menjadi bendahara kelas. 

Hasbi berasal dari keluarga tidak mampu. Jangankan jajan, untuk makan saja kadang kala ia hanya makan singkong. Abdul Karim sering mentraktir Hasbi jajan di kantin sekolah.  Mereka berdua sudah bersahabat sejak SMP dan berlanjut di SMA. Semua siswa SMA mengetahui hubungan batin di antara mereka.

Ada satu kebiasaan Hasbi yang tidak disukai teman-teman mereka. Hasbi kerap mengambil alat-alat tulis mereka, seperti pena, penggaris, dan penghapus. Mereka menyampaikan keluhan tersebut kepada Abdul Karim. Abdul Karim merespon keluhan kawan-kawannya dengan memberi nasehat supaya Hasbi meninggalkan kebiasaannya itu. Hasbi mendengarkan nasehat Abdul Karim dan berjanji tidak lagi mengambil barang-barang mereka tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Pada suatu Senin, ruangan kelas XII-MIA-4 dihebohkan oleh tangisan seorang siswi. Santi menangis sambil memegang dompetnya yang sudah kosong. Dompet yang disimpan di tasnya sudah terbuka dan uangnya raib. Padahal uang tersebut akan diberikan kepada Wakil Kepala Bidang Kesiswaan untuk biaya kegiatan ekstrakurikuler.

Ketua OSIS dan beberapa anggotanya dibantu Guru Pembina menyelidiki kejadian tersebut. Namun, hingga seminggu berjalan, mereka tidak berhasil mendeteksi keberadaan si pencuri. Salah seorang di antara pengurus OSIS, Aslam, mencurigai seseorang yang bernama Hasbi, tetapi ia tidak berani mengungkapkan kepada kawan-kawannya karena kurang bukti.

Suatu hari, Aslam menjumpai Abdul Karim usai jam pelajaran terakhir. Ia sengaja keluar terlebih dahulu dari kelasnya menunggu Abdul Karim di pintu gerbang. Aslam menarik tangan Abdul Karim ke sudut sekolah. Hasbi yang berjalan berbarengan dengan Abdul Karim langsung pulang sendiri. Ketika seluruh siswa sudah meninggalkan sekolah, barulah Aslam menceritakan tentang kecurigaannya terhadap Hasbi. Abdul Karim tidak menampik kecurigaan itu karena ia sangat mengenal kebiasaan Hasbi. Namun, ia juga tidak menduga Hasbi melakukan sejauh itu.

Keesokan hari, mereka berdua mulai mengintai kelakuan Hasbi saat di sekolah. Ternyata, yang mengintai Hasbi bukan saja Aslam dan Abdul Karim, tetapi juga Ketua OSIS dan beberapa kawannya. Abdul Karim merasa kasihan bila Hasbi terbukti melakukan pencurian. Karenanya setiap mereka duduk berdua, ia selalu menasehati Hasbi untuk mengubah kebiasaan mencuri walaupun Abdul Karim tidak bisa membuktikan bahwa Hasbilah pencuri uang di kelas XII-MIA-4.

Hasbi merasa tersinggung dengan nasihat Abdul Karim yang seolah-olah menuduhnya mencuri uang. Ia bersikeras mengatakan tidak melakukan pencurian. Abdul Karim merasa lega dengan pengakuan sahabatnya itu. Sehingga ia membuang jauh-jauh prasangka buruk terhadap Hasbi.

Abdul Karim tidak memantau lagi tingkah laku Hasbi, walaupun mereka tetap mengobrol dan pulang sekolah bersama-sama. Hingga suatu hari, ia yang sedang berada di kantin sekolah terkejut melihat ke ruang kelasnya. Banyak siswa berkumpul di sana. Bahkan hadir juga dua orang guru. Saat Abdul Karim hendak menuju ke kelasnya untuk mengetahui ada peristiwa apa, ia melihat Hasbi dipegangi oleh beberapa siswa lain kemudian dibawa ke ruang Bimbingan dan Penyuluhan (Bimpen). Abdul Karim mengikuti kerumunan siswa menuju ruang tersebut. Karena tidak mengetahui persoalan, ia bertanya kepada Aslam yang berada di dekatnya. Ia terkejut dan sedih saat mengetahui bahwa Hasbi melakukan pencurian di kelasnya.

Abdul Karim teringat uang dana social yang disimpan dalam ranselnya. Ia bergegas masuk ke kelas dan memeriksanya. Wajah Abdul Karim langsung pucat saat mengetahui bahwa uang tersebut hilang. Berkali-kali ia memeriksa tasnya, sampai-sampai ia mengeluarkan seluruh buku dari ransel itu. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil. Saat itu seorang siswi mendatangi dan memberitahu bahwa Abdul Karim dipanggil oleh Guru Bimpen ke ruangannya.

Abdul Karim memasukkan kembali buku-buku ke ransel, lalu menuju Ruang Bimpen. Setelah mengucapkan salam, ia masuk sambil menutup pintu. Ia melihat Hasbi duduk di depan Guru Bimpen sambil menundukkan kepala. Hasbi tidak berani menoleh ke arahnya. Abdul Karim pun duduk di samping Hasbi setelah dipersilahkan oleh Guru Bimpen. Ia tidak tahu kenapa didudukkan di samping Hasbi. Namun, Abdul Karim tidak berani bertanya.

“Abdul Karim!” panggil Ibu Guru Bimpen. “Kamu tahu kenapa Saya memanggilmu ke sini…?”

“Saya tidaktahu, Ibu.” jawab Abdul Karim polos.

“Hasbi sudah mengakui kesalahannya bahwa dia telah mencuri uang dari tasmu.” kata Ibu Guru Bimpen.

Abdul Karim tidak menyangka uang yang tadi dicarinya ternyata telah diambil Hasbi. Lalu ia melirik sahabatnya. Hasbi makin menunduk karena menyesal telah melakukan pencurian.

“Hasbi juga mengakui bahwa dia juga yang mengambil uang siswi bernama Santi di kelas XII-MIA-4,” lanjut Ibu Guru Bimpen.

“Kenapa kamu melakukan itu semua?” tanya Abdul Karim kepadaHasbi.

Hasbi diam sambil tetap menunduk.

“Dia melakukan itu karena membutuhkan uang untuk berobat ayahnya.” Ibu Guru Bimpen menjelaskan. “Karena uangnya tidak cukup, maka dia mengambil uangmu juga.”

Senyap sejenak.

“Hasbi sudah mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya. Dia juga bersedia mengganti semua uang yang telah diambil ketika sudah memiliki uang nanti!” Ibu Guru Bimpen menambahkan.

Abdul Karim mengikhlaskan uang dana sosial kelasnya yang diambil Hasbi setelah mendengar penjelasan Ibu Guru Bimpen. Namun, ia juga menyesali cara Hasbi memperoleh uang. Sebagai sahabat yang benar-benar mengetahui keadaan keluarganya, ia berjanji kepada Ibu Guru Bimpen akan membantu melunasi uang Santi yang telah diambil Hasbi.

Hasbi langsung menangis seusai mendengar perkataan Abdul Karim. Bahkan ibu guru Bimpen pun sempat menitikkan air mata karena terharu.

Abdul Karim langsung menggandeng tangan Hasbi ketika mereka keluar dari ruangan Bimpen. Sedangkan uangnya yang telah dikembalikan, diserahkan lagi kepada Hasbi untuk menebus obat ayahnya. Hasbi juga minta izin pulang lebih cepat karena selain bermaksud menebus obat di apotik, ia juga ingin mengetahui keadaan ayahnya yang sedang terbaring di rumah sakit.

Keesokan harinya, Hasbi tidak masuk ke sekolah karena harus membantu ibunya merawat ayahnya. Saat pelajaran Biologi, Abdul Karim meminta izin kepada Ibu Guru untuk berbicara sebentar di depan kelas.

“Kawan-kawan semua, saya kemarin sudah berbicara dengan Guru Bimpen. Beliau mengatakan bahwa ayah Hasbi dirawat di rumah sakit,” kata Abdul Karim.

Semua siswa terperangah kata-kata Abdul Karim. Mereka tidak menyangka karena Hasbi tidak pernah memberitahukan kejadian itu. Hasbi memang tidak pernah bercerita tentang keluarganya.

“Hasbi membutuhkan uang untuk perawatan ayahnya. Karena itu dia mengambil uang dana sosial kelas kita. Saya sudah memberikan uang tersebut kepada Hasbi untuk menebus kekurangan pembayaran obat,” jelas Abdul Karim. “Sedangkan untuk dana sosial yang hilang, Saya akan menggantikannya.”

Setelah kelas sepi sejenak, seorang siswi berkata, “Dana sosial itukan untuk keperluan sosial, seperti kasus ayah Hasbi ini. Jadi, kamu tidak perlu menggantikannya. Saya ikhlas. Bagaimana teman yang lain?”

“Saya setuju!” ujar beberapa siswa hampir bersamaan.

“Baiklah kalau begitu, tapi saya juga ingin mendengar jawaban dari teman-teman yang lain…!” Pandangan Abdul Karim menyisir teman-teman sekelas di hadapannya.

“Setuju!” jawab semua siswa hampir serentak.

“Terima kasih teman-teman.”Senyum Abdul Karim mengembang lebar.

“Boleh saya usul?” Seorang siswa yang duduk di bangku barisan belakang berteriak.

“Iya, silahkan.” Abdul Karim tetap tersenyum.

“Bagaimana kalau kita berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk ayah Hasbi sehabis pulang sekolah nanti?”

“Ya! Ya! Saya setuju!” ujar beberapa siswa.

“Saya ikut juga menyumbang untuk penganan orang sakit.” Ibu Guru Biologi mengeluarkan sejumlah uang dan meletakkan di meja guru.

Tanpa diminta, beberapa siswa bangkit dari duduk lantas meletakkan uang di atas meja yang sama. Abdul Karim sangat senang dengan perhatian kawan-kawannya yang berempati terhadap musibah Hasbi.

Setelah uang sumbangan terkumpul, Abdul Karim mengucapkan terima kasih dan mempersilahkan Ibu Guru Biologi melajutkan pelajarannya. Namun sebentar kemudian, bel istirahat berbunyi. Begitu Ibu Guru Biologi meninggalkan kelas, semua siswa berebutan keluar kelas berlomba-lomba ke kantin sekolah, seolah-olah mereka lupa masalah Hasbi yang baru saja dibahas.

Berita tentang sakitnya ayah Hasbi tersebar begitu cepat, sehingga banyak siswa ikut menyumbang sekadarnya. Santi sekretaris kelas XIII-MIA-4 yang kehilangan uang bergegas menemui Abdul Karim setelah mendengar kabar dari kawannya tentang Hasbi. Hampir saja ia menabrak Abdul Karim yang saat itu sedang keluar kelas. Mereka mengobrol serius tentang rencana membantu Hasbi di sudut sekolah. Santi mengatakan ikhlas untuk uang yang diambil Hasbi. Ia juga akan ikut serta berkunjung ke rumah sakit sepulang sekolah nanti.

Tadinya Abdul Karim bermaksud menyampaikan kepada Santi bahwa uang kelas Santi yang telah diambil Hasbi akan diganti olehnya. Ia batal melakukan itu dan sangat senang mendengar perkataan Santi. Ia juga meminta maaf atas perilaku sahabatnya serta mengucapkan terima kasih atas empati Santi

Siang hari, Hasbi terkejut saat melihat sepuluh siswa berseragam SMA masuk dari pintu gerbang rumah sakit menuju ke tempatnya duduk. Lebih terkejut lagi sewaktu ia mengenali mereka adalah teman-teman sekolahnya. Hasbi berdiri menyambut dan mengajak mereka duduk di teras depan kamar ayahnya dirawat. Satu per satu teman-temannya masuk ke ruangan rawat inap itu. Sementara yang lain mengobrol santai sambil bercanda ria di luar ruangan.

Abdul Karim menjadi juru bicara mewakili rekan-rekannya mengucapkan turut prihatin dengan musibah yang menimpa keluarga Hasbi. Ia juga mewakili rekan-rekan kelasnya mengatakan bahwa uang dana sosial yang telah diambil Hasbi tidak perlu diganti. Rekan-rekan kelasnya sudah mengiklaskannya. Mereka juga menitip pengangan alakadarrnya untuk disampaikan kepada keluarga Hasbi. Saat itulah, Hasbi melihat ke arah Santi yang duduk di sebelah Abdul Karim. Ia mengaku menyesal telah mencuri uang Santi. Namun, Santi memotong pembicaraan Hasbi dengan menyatakan bahwa ia sudah mengikhlaskan uang tersebut. Hasbi tidak kuat menahan air mata mengetahui teman-temannya sangat baik dan turut bersimpati terhadap musibah yang menimpanya.

Abdul Karim mengusulkan kepada teman-temannya agar menyisihkan dana social untuk diberikan kepada Hasbi setiap bulan. Beberapa hari kemudian, usulan itu disampaikan dalam rapat OSIS. Pengurus OSIS dan Pembina OSIS menyetujui usulan tersebut dan diputuskan bahwa setiap kelas wajib menyisihkan dana social untuk diberikan kepada Hasbi setiap bulan.

Ditemani Abdul Karim, Hasbi dating kesekolah setelah dua hari tidak hadir. Hasbi terharu melihat kawan-kawannya menyambut kedatangannya dengan ceria. Mereka juga sudah memaafkan kekhilafan yang telah dilakukan Hasbi. Hasbi bersyukur telah dianugerahkan sahabat yang setia dan kawan-kawan yang baik hati. Ia berjanji kepada diri sendiri untuk mengubah kebiasaannya mencuri dalam keadaan apa pun juga. Sejak saat itu, Hasbi tidak mencuri lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *