Oleh: Azmi Abubakar, Lc., M.H
Beberapa hari lalu masyarakat dunia kembali menghadapi musibah alam dengan terjadinya erupsi gunung Semeru dan banjir besar yang melanda Kuala Lumpur dan sekitarnya. Musibah Semeru dan banjir di Malaysia semakin menyadarkan kita bahwa dunia terus menghadapi perubahan iklim dari waktu ke waktu. Tegasnya, perubahan iklim ini telah dirasakan hampir semua lini masyarakat dunia.
Berangkat dari realita ini, para pemimpin agama secara berterusan menyerukan keprihatinan mengenai perubahan iklim dan berbagai dampaknya. Grand Syekh Al Azhar, syekh Ahmad Tayeb misalnya mengingatkan bahwa berbagai bencana banjir dan naiknya suhu bumi yang menyebabkan ribuan korban jiwa jelas disebabkan oleh krisis perubahan iklim. Syekh Azhar menyerukan tindakan serius untuk melawan krisis perubahan iklim. Kegelisahan ini cukup beralasan karena akibat perubahan iklim telah menjadi masalah hidup yang langsung dirasakan masyarakat.
Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus menyeru hal sama. Beragam bencana alam yang terjadi di Eropa dan belahan dunia lain menjadi perhatian serius. Dalam kesempatan peringatan Hari Bumi 2021, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 dan krisis lingkungan menjadi pengingat bahwa tidak ada lagi waktu yang memadai untuk bersikap santai menghadapi krisis perubahan iklim.
Seruan para pemuka agama ini menjadi pengingat penting bahwa krisis perubahan iklim bukan lagi masalah yang berputar di meja perundingan. Musibah kekeringan, banjir, dan bencana alam lainnya diperkirakan bisa memperbesar risiko kemiskinan dan bencana kemanusiaan secara global. Selanjutnya, sebagai respon serius masyarakat dunia terhadap perubahan iklim ini, baru-baru ini juga telah dilaksanakan konferensi perubahan iklim (Conference on Parties/COP) ke-26 i Glasgow, Skotlandia 31 Oktober – 12 November. COP26 ini dihadiri 197 pihak, terdiri dari para pemimpin negara, Non Government Organisation (NGO), aktivis, dan korporasi terkemuka dunia. Isu-isu utama yang berkembang dalam COP-26 di antaranya adalah kesepakatan target interim dan jangka panjang mengenai penurunan emisi gas rumah kaca, keterbukaan tindakan pengelolaan lingkungan, dan kesepakatan fondasi sistem keuangan berkelanjutan. Sementara itu, Indonesisia memiliki rencana penting tahun depan yaitu persiapan menyelenggarakan agenda global KTT G-20. salah satu isu yang akan diangkat nantinya adalah perubahan iklim.
Secara historis, perubahan iklim telah terjadi pada umat terdahulu, seperti masa Firaun, sekian ribu tahun yang lalu. Allah berfirman; Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (Al-A’raf ayat 130). Kita juga mesti ingat bagaimana iklim yang tenang membawa kemaslahatan dalam kehidupan manusia, Dalam surah Quraisy, Allah menceritakan tentang kebiasaan orang-orang Quraisy yang bepergian di musim dingin dan panas untuk mendapatkan makanan dan rasa aman. Bayangkan seandainya musim berubah dan orang tak bisa lagi menjadikan musim dengan teratur, sebagai perangkat mendapatkan makanan dan rasa aman. Dalam surah Quraisy rasa aman dimaksudmuncul karena adanya keteraturan musim. Keteraturan yang membuat kita tahu kapan harus menanam, memanen, memperdagangkannya, dan lain sebagainya.
Di sisi lain Alquran menegaskan bahwa kerusakan di bumi sejatinya ada campur tangan manusia, Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar (al-Rum: 41) ) Ayat ini hendaknya menjadi pengingat akan spirit pengelolaan bumi, mengisinya dengan ibadah kepada Allah, wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liyakbudun, artinya; tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (al-Zariat: 56).
Perubahan iklim telah menjadikan sebagian manusia tertekan, stress dan penuh ketakutan. Islam memiliki kaidah bagaimana seharusnya bersikab. Dalam surah al-Baqarah: 155-156 Allah berfirman: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un.
Di tengah iklim yang tidak menentu, justru ibadah harus dilakukan semakin giat dengan memperhatikan kaidah-kaidah hukum. Ada keringanan yang Allah berikan sebagai bagian rahmatnya, tetapi dengan tidak mengurangi esensi dari perintah Allah itu sendiri. Islam memiliki aturan tersendiri tentang bagimaana ibadah dalam keadaan darurat. Dari sisi agama, perubahan iklim harus disikapi secara arif, bagaimanapun muslimin tidak boleh meremehkan ibadahnya, baik ibadah kepada Allah mapun ibadah dalam hal menjaga hubungan sesama manusia, keluarga istri dan masyarakat,
Perubahan iklim telah memantik rasa kemanusiaan antar negara, misalnya apa yang telah diberikan kaum muslim sedunia ketika menghadapi pandemi covid 19 yang melanda, melalui sedekah antar sesama. Ada saudara seiman yang sangat membutuhkan bantuan, tanpa peduli akan sekat-sekat dan status sosial. Di Aceh sendiri peringatan Tsunami yang dilakukan setiap tahunnya mengindikasikan betapa responsifnya masyarakat dunia terhadap musibah ini. Tsunami di Aceh telah menjadi contoh terbaik untuk dunia, betapa nilai kemanusiaan begitu muncul di sini. Tidak hanya muslim, namun non muslim merasa bertanggung jawab untuk membantu, menegaskan nilai-nilai kemanusiaan.
Memberi dan peduli terhadap sesama di tengah perubahan iklim juga merupakan spirit ibadah terpenting. Hal ini merupakan wujud implementasi dari kandungan ayat-ayat Alquran. Manusia harus membantu satu sama lainnya sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Memberi adalah wujud syukur kita kepada Allah, terhadap betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada manusia.
Hari ini kita bersyukur bahwa Aceh masih Allah berikan keadaan yang aman dan damai. Mari bersyukur dan terus giat beribadah baik hubungan dengan Allah (habl minallah) maupun manusia (habl minan nas). Masjid-masjid yang telah dibangun dan renovasi mesti diisi dengan memakmurkannya. Akhirnya kita mesti kembali mengambil spirit dari surah Quraisy; ditengah musim dingin dan panas, Qurasy tetap melanjutkan perdagangannya, dan Allah mengingatkan untuk selalu menyembah Allah dan menjaga kakbah serta jaminan keamanan dari Allah. Jangan sampai kita menjadi bangsa meuratep watee ka geumpa;bencana. Karena itu, selagi ada waktu, mari terus menjaga spirit ibadah kepada Allah Swt.
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Spirit Ibadah dan Perubahan Iklim, https://aceh.tribunnews.com/2022/01/14/spirit-ibadah-dan-perubahan-iklim?page=all.