Oleh: Nisaul Musna
Murid Kelas 3 Tsanawiyah
Rasulullah merupakan sosok manusia yang merupakan pemimpin yang adil, alim, politikus dan panglima yang menawan. Beliau adalah pemimpin yang membela hak-hak kaum tertindas. Rasulullah tidak hanya meneriaki reformasi politik di dunia Arab kala itu, tetapi juga menggulirkan revolusi sosial-kultural menuju sebuah sistem yang egaliter dan humanis. Rasulullah merupakan manusia ideal yang sudah sepantasnya menjadi uswatun hasanah bagi seantereo dunia. Sejarah telah mencatat bahwa Nabi hadir di tengah masyarakat Arab jahiliyah dengan visi dan misi untuk mendekontruksi segala bentuk sistem budaya yang sarat dengan benih diskriminasi.
Rasul sangat adil dan demokratis, meskipun suku Quraisy adalah suku terbaik dan Islam sebagai agama dominan, tetapi mereka tidak dianakemaskan. Seluruh lapisan masyarakat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Ideologi sukuisme dan nepotisme tidak dikenal Nabi. Dalam aspek ekonomi, Nabi mengaplikasikan ajaran egaliterianisme, yakni pemerataan saham-saham ekonomi terhadap sekuruh masyarakat. Di mana seluruh masyarakat mempunyai hak yang sama untuk berdagang.
Karena itu, Nabi sangat menentang paham kapitaslisme, di samping faktor politik dan ekonomi hal sangat mendasar yang ditegakkan Nabi adalah konsistensi hukum, Nabi memahami bahwa aspek hukum sangat urgen dan signifikan dan kaitannya dengan stabilitas Negara. Keadilan yang berhasil ditegakkan akan mengantar terjadinya peradaban, sebaliknya kekacauan, kekerasan dan kejahatan akan mencabik dan mengoyak kehidupan masyarakat manakala hukum dan keadilan dimatikan. Lalu bagimana dengan kepemimpinan bangsa kita? Dalam sejarah percaturan politik nasional, kita masih saling dihadapkan dengan kenyataa kepemimpinan yang lebih mengandalkan tidakan represif dari pada persuasif.
Kita sering menyimak dari media massa tentang bagaimana para elit politik lebih disibukkan dengan kepentingan kelompok dan perilaku hedonis daripada memperjuangkan dan menginspirasi masyarakat jelata. Jika melebur dengan rakyat tentu pemimpin akan mehamami apa yang menjadi keluh kesah dan dambaan rakyatnya bukan malah mengorupsi uang negara yang esensinya berasal dari rakyat.
Sejarah membuktikan betapa banyak pemimpin yang kemudian tergiur manisnya kekuasaan sehingga mereka lupa akan amanat dan tugas kepemimpinan yang diembankan kepadanya, mereka kemudian menjadi tidak peduli dengan jeritan rakyat yang dulu sangat peka didengarnya. Jika seorang pemimpin tidak mampu menahan godaan dan nafsu yang mengitarinya, dia akan menggunakan kekuasaan sebagai senjata ampuh. Ini dilakukan untuk menindas rakyat dan lawan politiknya serta berusaha menegakkan panji-panji otoritarianisme.
Bangsa ini butuh pemimpin sejati bukan pemimpin yang hanya pintar beretorika tanpa fakta, bukan pemimpin yang gampang marah dan suka mengeluh tapi pemimpin yang mau mendengar segala kesuh kesah rakyatnya. Bukan pula pemimpin yan sibuk dnegan kepentingan golongan dan orientasi politik partisan sesaat, tapi pemimpin yang sadar bahwa hidup dengan segala bentuk pertanggungjawaban. Tidak hanya di unia saja, tapi juga di akhirat kelak. Saatnya bangsa ini meneladani kepemimpinan Rasulullah.