Tujuan utama dari syariat adalah menjadikan manusia mencapai kebahagiaan. Untuk maksud itu, maqasid al-syari’ah menerapkan lima prinsip umum (kuliyyat al khamsah), salah satunya adalah pemeliharaan akal (hifz al-Aql). Misalnya syariat pengharaman khamar secara bertahap (tadarruj), di sini khamar dapat menjadikan peminum menjadi rusak akalnya, konsekuensinya seseorang tidak lagi mampu berbuat kebaikan (ibadah). Tegasnya, seseorang yang menjaga akal dengan baik, maka ia juga menjaga agamanya dengan baik.
Salah satu kisah yang mengabaikan akal terjadi pada masa jahiliyah. Kaum jahiliyah sering menuduh seorang perempuan telah wath’ dengan laki-laki yang bukan suaminya. Mereka juga terbiasa menuduh bapak dari seorang anak dengan dugaan tidak terbukti, mereka menduga-duga ayah dari seorang anak melihat dari kemiripannya dengan seseorang yang bukan ayahnya, kerap kali mereka juga melihat seorang anak dari warna kulitnya yang tidak sama dengan warna kulit ayah dan ibunya.
Dalam maqasid al-Syari’ah, pemenuhan kepada al-kulliat al khamsah mutlak harus terpenuhi. Seorang mukmin mestinya mendapat kemerdekaan (huriyah) guna mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ibn ‘Asyur dalam tafsir Tanwir wa Tahrir memaknai ahsanu taqwim bukan hanya keindahan fisik semata, tetapi keindahan pikiran karena telah difungsikan dengan benar. Dari sisi historis penjagaan kepada akal terangkum dalam khasanah keilmuwan Islam, perkembangan Usul Fikih misalnya begitu mengesankan, di sini pergumulan akal sangat hidup bahkan turun temurun lintas guru-murid. Imam Juwaini dan Imam Hujjah al Islam Imam al-Gazali adalah hubungan guru-murid diantara sekian contoh.
Berbarengan dengan itu, nalar berpikir terus tajam dengan perkembangan filsafat al-Farabi, Ibn Sina dan lain-lain. Pikiran ilmiyah kritis terus menghiasi peradaban Islam dibalik kemajuan Bani Abbasiyah. Belum lagi kemewahan berpikir yang terdapat di Andalusia, Imam al-Syatibi dengan maqasid-nya meneruskan apa yang sudah diperjuangkan Imam al-Gazali. Pergumulan fikihpun seperti itu, bahkan ranah fikih menurut Imam al-Gazali Sembilan puluh persen nya mulai dari ijtihad, istinbath sampai istidlal melibatkan akal manusia,. Pada masa Imam al-Gazali misalnya, beliau melihat bahwa banyak yang mendalami ilmu agama, tetapi korupsi dan menganiyaya anak yatim begitu merajalela, bahkan kasus bersumpah palsu dalam pengadilan.
Jika melihat kepada makna akal, al-Qur’an menyebut sebanyak 49 kali, Diantaranya mengenai pembatasan wewenang mengelola dan membelanjakan harta walau milik seseorang bagi yang tidak memiliki akal (al-Quran, al-Nisa ayat 5). Bahkan pengabaian terhadap akal berpotensi mengantar seseorang tersiksa di dalam neraka (al-Quran, Al-Mulk ayat 11). Sedangkan makna akal dalam kamus Lisanu al-Arab memiliki beberapa makna, salah satunya mengikat, dikarenakan sesuatu yang terlintas dalam akal manusia akan terekam dan manusia dapat mengingat hal tersebut dalam jangka yang lama seperti halnya apabila dikatakan, “unta telah diikat,” berarti unta itu telah diikat dileher sampai pahanya.
Diantara contoh ayat tentang akal dalam al-Qur’an, yaitu kisah seorang yahudi yang menyeru pada kebaikan, akan tetapi dirinya tidak melaksanakannya. Al-Quran juga menyebut orang yang menyalahi akal seperti dalam ayat: Wail al-Mutaffifin, Kata wail ini ancaman bagi orang-orang yang menantang, membangkang dan melawan kebenaran.
Diantara contoh di depan mata dalam upaya merusak akal adalah bermain PUBG. Ulah anak muda ini sangat mengkhawatirkan. Ketua MPU waktu itu Almarhum Abu Muslim menyebut kecanduan serta akibat yang ditimbulkan dari game PUBG dan sejenisnya mirip sekali dengan akibat yang ditimbulkan khamar, termasuk ganja. Kemudian muncul wacana sangsi secara qadhai dari Ketua Dinas Syariat Islam kota Langsa Ibrahim Latif, bahwa hukuman cambuk memungkinkan untuk diterapkan apabila PUBG dan sejenisnya masuk dalam kategori perjudian.
Karena itu, paska MPU mengeluarkan fatwa keharaman game Pubg diperlukan lagi campur tangan pemerintah melalui sekian wewenangnya untuk membatasi hal-hal yang dirasakan merusak akal dan menghalangi semangat menuntut ilmu. Disisi lain, tersedianya fasilitas dan ruang keilmuwan seperti pustaka dan lembaga pendidikan yang komprehensif menjadi tanggung jawab pemerintah dalam rangka menjaga akal. Hemat penulis, sangsi secara qadhai terhadap pemain PUBG memungkinkan untuk dilakukan dengan pertimbangan kadar maslahat-mafsadat.
Lebih lanjut, dalam teori al-wazi’, sangsi dapat dilakukan jika memenuhi tiga unsur yaitu 1). Hubungan kausal antara perbuatan dengan efek mudaratnya bersifat pasti (qat’iyyah). Efek mudaratnya bersifat massif (kulliyah), 3). Efek mudaratnya mengancam kebutuhan primer (darurah). Al-hasil, penjagaan kepada akal (hifz al-Aql) mutlak harus dilakukan agar terwujudnya kemashlahatan, tersebarnya kebaikan dan kebahagian bagi manusia.