Awal Mula Mengenal Barang Branded di DJA

Oleh Ahmadi, M. Isa, M.Pd

Pada masa new normal covid-19 saat ini, hampir seluruh daerah di Indonesia menormalkan kembali segala bentuk aktifitas di tiap instansi pendidikan. Proses belajar mengajar secara tatap muka akan dilangsungkan pada sekolah di tiap jenjang, mulai dari jenjang dasar hingga jenjang menengah atas. Tentunya harus mematuhi dan menerapkan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai covid-19. Bukan hanya instansi pendidikan umum, tetapi instansi pendidikan agama yang sifatnya boarding seperti pesantren juga dinormalkan kembali. Rutinitas murid mulai digalakkan lagi di beberapa pesantren atau Dayah di Aceh. Kontak sosial murid di asrama tetap dikontrol dan dibatasi untuk kewaspadaan penularan covid-19.

Berbicara tentang rutinitas dan aktifitas murid di dayah, secara tiba-tiba ingatan penulis dirasuki memori nostalgia 20 tahun Silam. Di mulai dari tahun 2001, wajah yang masih lugu berdiri tegap di tengah lapangan, dan menatap ke arah tembok-tembok asrama. Banyak kalimat-kalimat dalam tulisan Arab dan latin berisi tentang motivasi dan semangat untuk belajar di Dayah. Salah satu kata motivasi yang primadona saat itu adalah “min huna nabda’ “(dari sini kami memulai). Harapannya biar kami lebih semangat belajar dan betah tinggal di asrama, namun tidak berpengaruh untuk umur saat itu.

Waktunya mencari-cari teman yang cocok dan satu level, cocok hobinya dan juga satu level lugunya. Pribadi yang kutu buku tentunya mencari teman yang kutu buku juga. Pribadi yang asyik dengan olahraga tentunya mencari teman yang kesenangannya sama. Pribadi yang suka observasi pintu gerbang dan tembok belakang, tentunya mencari teman yang bisa memberi jalan ke luar dari asrama. Kosakata bahasa arab yang pertama kali diajarkan adalah Qalansuatun yang artinya peci. “Aina qalansuatuka..?, qalansuatii ‘ala raksii” (dimana peci kamu?, peci saya di atas kepala). Kosakata dan kalimat itu diulang-ulang terus sampai terhafal. Hari demi hari, bulan berganti tahun hingga banyak kosakata yang terhafal. Tahun 2004, tamat Tsanawiyah dan melanjutkan ke jenjang ‘Aliyah. Tibanya masa-masa puberitas, tentu cara berpakaian sudah berbeda, pakai qalansuatun pun dirubah gaya, baju diletakkan di bawah bantal ganti setrika, wajah pun kerap dibasuh dengan sabun muka biar lebih cerah mempesona.

Barang-barang Branded di Dayah

Rutinitas di dalam asrama tentunya berbeda dengan kehidupan normal di luar asrama. Barang apapun akan dimanfaatkan asalkan membantu aktifitas dan rutinitas di dalam sana. Bahkan satu barang rela dipakai beramai-ramai karena langkanya barang tersebut. Adapaun Barang-barang bermerek dan mahal pada saat itu adalah:

Piring

Piring merupakan barang yang wajib ada ketika hendak makan, namun sebagian murid piring bisa menghilang secara misterius diambil siluman atau dijadikan piring terbang ketika haus akan permainan. Maka kawan-kawan yang mengalami kejadian demikian, otomatis mencari patner  yang piring nya masih ada untuk diajak join  makan satu piring ber-dua, ber-tiga, ber-empat atau lebih. Piring juga multi fungsi untuk Alkub (Cangkir). Selesai makan tentu yang kita cari adalah air untuk menolak makanan ke lambung. Untuk lebih praktis dan cepat maka pengganti cangkir adalah piring. Tampung air minum dari wadah, lalu minum dengan hati-hati karena bibir piring yang lebar dan tetap antri bergiliran.

Gayung dan Ember

Selain basahan, murid tidak bisa mandi tanpa gayung. Karena tidak tersedianya kolam renang di asrama. Makanya gayung juga barang mahal. Demikian juga dengan ember sangat berguna bila ingin buang air besar saat air di dalam bak kosong. Maka jangan sekali-kali meninggalkan gayung dan ember di kamar mandi dan WC. Maka seketika raib menjadi milik bersama.

Sabun dan Shampoo

Masih di kawasan kamar mandi. Barang mahal lainnya adalah sabun dan shampoo. Jangan lengah sedikit pun untuk menjaga kepemilikan sabun dan shampoo. Sedikit lengah, barang bisa hilang. Ada segelintir kawan memakai kata sopan yang dianggap sakti, yaitu: “ista’ir suwaiya” (pinjam sebentar). Hingga tetes terakhir pun masih pinjam sebentar.

Jemuran dan Sangkutan

Ketika hari libur biasanya murid meluangkan waktu untuk mencuci pakaian. Lapak cucian pun sudah di-charter sebelum subuh. Bagi yang terlambat akan menunggu giliran selanjutnya. Masalah tunggu menunggu lapak mungkin masih bisa diantisipasi. Tapi yang paling sakit adalah selesai mencuci, jemuran sudah penuh. Alternatif selanjutnya mencari hanger atau sangkutan tak bertuan, lalu menjemur pakaian saat malam hari di dekat cahaya lampu pijar.Ketika situasi darurat timbul inovasi cemerlang.

Ayam Goreng di Hari Jum’at

Seminggu sekali para murid disajikan menu special untuk menambah stamina dan menambah nafsu makan. Biasanya tiap hari jumat menu spesialnya adalah ayam goreng. Saking spesialnya terkadang petugas dapur harus mengerahkan anggota lebih banyak untuk menyelamatkan sang ayam goreng tersebut. Siapapun yang terlambat maka back to nature. Ia mendapat jatah telurnya si ayam goreng atau hanya menatap hampa ember merah yang sudah kosong.

Itulah beberapa barang-barang branded yang langka dan mahal ala murid. masih banyak lagi yang belum disebutkan atau bahkan saat ini sudah berkurang. Beda generasi tentu beda pula tuntutan. Jangan hanya ditilik jeleknya saja. Lihatlah pula manfaat yang dirasakan pemilik dan pemakai barang-barang tersebut. Saat ini mereka sudah sukses dan berhasil dalam bidangnya masing-masing. Mereka bertahan di asrama karena memanfaatkan apapun yang ada hingga sanggup berdamai dengan keadaan.  Pelajaran yang bisa diambil: kreatif dan inovatif adalah kunci suksesnya generasi millenial. Jangan menyepelekan hal kecil. Karena hal kecil akan menjadi besar jika dikerjakan dengan keyakinan. Terimakasih untuk  Tgk. H. Azmi Abubakar Lc, selaku pengurus kolom website Dayah Jeumala Amal yang sudi kiranya memuat tulisan sederhana ini. Beliau adalah kawan seperjuangan dan satu angkatan alumni yang mungkin juga pernah merasakan barang-barang branded di asrama.  Salam dari alumni 2007.

Penulis adalah  Alumni Dayah Jeumala Amal 2007, Menyelesaikan Studi Magister Pendidikan di Univ. Syiah Kuala.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *