Oleh: Muhammad Nizarullah
Dulunya, Fadhlullah seorang murid di Dayah Jeumala Amal (DJA). Ia menamatkan pendidikan Tsanawiyah di DJA tahun 1999. Apakah pernah terbersit dalam pikirannya bahwa akan menjadi orang nomor dua di Aceh saat ini? Semasa di Dayah, Ia dengan lugunya meulikak-likak dalam dayah bak anak yang hanya menuntaskan kewajiban dari orang tuanya, menjalani semua aturan yang berlaku, hingga melakukan pelanggaran hanya untuk mencari jati diri. Sekarang, Jabatan Wakil Gubernur Aceh ia emban sebagai amanah dari rakyat Aceh.
Ayah Ham yang saat ini menjabat Direktur Dayah Jeumala Amal (dulu sebagai Kepala Asrama), digambarkannya bagai malaikat maut yang siap menerkam sesiapa murid yang tidak mengindahkan aturan yang sudah disusun sedemikian apik. Hukuman yang ia dapati seperti resep dokter -minum obat tiga kali sehari- sudah jadi bagian dari rutinitasnya. Dengan tempaan amukan, tubian rotan yang menjalar di bagian tubuhnya, siapa sangka akan berbuah manis di masa mendatang.
Hari ini, di wisuda Alumni Dayah Jeumala Amal yang ke- 33, sosok yang ditunggu-tunggu, tokoh masyarakat, orang nomor dua di Aceh, alumni Dayah Jeumala Amal, berkumpul bergumul dengan para alumni yang hendak melanjutkan hari pertamanya sebagai masyarakat di tempat bertumbuh masing-masing. Ia bukan lagi bocah ingusan yang dulu pernah merasakan manis pedasnya sambal Jeumala, ia bukan lagi bocah yang meulikak likak bak pesawat tanpa landasan pacu. Ia sekarang seorang insan cendikia yang sudah memanen hasil dari pendidikan islami yang didapatinya tanpa ia tahu pelajaran mana yang membawanya menuju insan saat ini. Ia sekarang orang yang sudah terbentuk setelah ribuan kali terbentur dengan realita kehidupan pondok pesantren, menahan perihnya susah belajar, hingga ia dapati selayak nasehat Imam asy-Syafi’i “Jika engkau tak tahan lelahnya belajar, di masa mendatang akan kau merasakan pedihnya kebodohan.”
“Jeumala Amal adalah contoh nyata bagaimana pendidikan Islam dapat bertransformasi menjadi pusat pembentukan karakter dan kecerdasan intelektual.” Gumamnya di tengah kata-kata sambutan yang membuat haru pilu tamu undangan, wali murid, dan tentu saja kebanggaan bagi mereka yang merasakan kepunyaan di bawah naungan Jeumala. Hadirnya alumni yang begitu sesak di bawah tenda yang diminta untuk dibakar terik matahari, menambah nuansa kebanggaan tersendiri memiliki alumni yang sudah tersebar se antero negeri, mulai dari DPRK, DPRA, Direktur Bank, pengusaha, hingga Wakil Gubernur Aceh.
Inikah sebuah kebetulan? Saya rasa bukan kebetulan yang tak disengaja. Bertaburan alumni se antero negeri membawa gemerlap tersendiri bagi almamater tercinta. Kebetulankah itu? Dengan pendidikan islam yang diperoleh, bentukan karakter yang sudah terlatih hari demi hari menumpuk menahun, melahirkan the feature leader yang kini bak gemerlap gemintang di malam Lailatul Qadar. Kebetulankah itu? Atau kebetulan yang disengajakan?
Sebuah sistem pesantren yang sudah tertanam siap meledak saat terinjak. Ranjau ini bertransformasi menjelma kekuatan akar rumput yang sigap menghadapi perubahan zaman di berbagai medan pertempuran. Kecerdasan intelektual yang dimiliki, pembentukan karakter yang tertanam kuat mampu mendobrak ketidakadilan dan berdiri tegak di tampuk kekuasaan, tentu saja amanah dari Allah dan rakyat. Bukankah kata innalillahi wainna ilaihi raji’un sudah terpatri dalam sanubari? Semua kekuasaan bermula dari Allah dan akan kembali hanya kepada Allah? Selagi ada, jadilah seperti yang diamanahkan. Kelak, tuailah hasil dari kerja keras dan tanggung jawab yang kau jejaki saat ini.[]