Oleh: Khairan Rafi (Murid kelas XI MIA 2)
Di zaman modern ini, seringkali pendidikan anak dihubungkan dengan sosok ibu. Lalu, kemana peran sosok ayah? Sosok ayah sering dihubungkan “hanya” dalam hal mencari nafkah. Pendidikan anak? Itu bukan urusan saya. Tugas saya Cuma cari nafkah, kata mereka. Akibatnya, beberapa pakar sering menyebut zaman ini sebagai fatherless era di mana anak-anak tumbuh tanpa pendidikan dan kasih sayang ayah. Dampaknya? Fatal.
Jika seorang anak perempuan tumbuh tanpa kasih sayang dan pendidikan dari ayah, ini yang akan menimpa mereka: depresi, bunuh diri, gangguan makan, obesitas, hamil usia remaja, kecanduan obat-obatan, kesulitan mencintai, dan kesulitan mempertahankan hubungan cinta.
Bagaimana dengan anak lelaki yang tumbuh tanpa ayah? Hasilnya mirip. Mereka akan berpeluang besar menjadi miskin, terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan alkohol, putus sekolah, dan menderita masalah kesehatan emosional.
Apakah kita termasuk golongan fatherless atau tidak? Mudah, tanyakan ke diri kita masing-masing: sedekat apa kita dengan ayah? Seberapa sering ayah memuji, mendukung, dan memeluk kita? Atau yang ada malah kenangan-kenangan bentakan dan omelan dari ayah? Apalagi pelukan, tidak ada sama sekali kenangan itu.
Atau malah lebih parah lagi: ayah menganggap diri kita tidak ada, Tidak exist. Sebab, ia meninggalkan kita, pergi begitu saja dari rumah. Wake up, itu realita yang terjadi di sekeliling kita. Namun, jika kita mendapat kasih sayang berlimpah dari ayah, bersyukurlah, tidak semua orang bisa merasakan hal itu.
Padahal, kalau kita meneliti ulang ke Alquran, kita akan menemukan banyak sekali panduan ayah dalam mendidik anak. Ada kisah tentang Ibrahim dan Ismail, Lukmanul Hakmi, Nabi Yaqub dan Yusuf, Nabi Zakaria dan Yahya dan seterusnya. Mayoritas dari ayat Alquran itu mendidik anak di Alquran adalah pendidikan dari ayah ke anaknya.
Apalagi kalau kita menggali ke dalam hadist, kisah para sahabat, dan sejarah islam, lebih banyak lagi contoh-contoh luar biasa yang ada disana, bahkan sampai membuat kuta terheran-heran. Apa sosok ayah seperti ini beneran ada?
Ada seorang salaf yang pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, sesungguhnya aku memperbanyak shalat karenamu (dengan harapan Allah menjagamu).” Bahkan, ada tabiin yang bernama Saad bin Musayyab yang bercerita kepada temannya, “Ada kalanya ketika aku shalat, aku teringat akan anakku, maka aku pun menambah shalatku (agar anak-anakku dijaga oleh Allah ta’ala).”
Jadi kalau kita ditanya, “Siapa penanggung jawab utama pendidikan anak?” Jawabannya tanpa ragu-ragu adalah AYAH. Nah, karena tanggung jawab itulah, seorang ayah akan membuat visi, kurikulum, dan target yang sesuai dengan visi Islam, kemudian berdiskusi dan membagi tugas dengan sang istri tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Beginilah cara para ayah dalam sejarah Islam mendidik anak-anak mereka sehingga menghasilkan generasi yang hebat dan kuat.[]
DIBALIK AYAH DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh: Khairan Rafi
Di zaman modern ini, seringkali pendidikan anak dihubungkan dengan sosok ibu. Lalu, kemana peran sosok ayah? Sosok ayah sering dihubungkan “hanya” dalam hal mencari nafkah. Pendidikan anak? Itu bukan urusan saya. Tugas saya Cuma cari nafkah, kata mereka. Akibatnya,beberapa pakarr sering menyebut zaman ini sebagai fatherless era di mana anak-anak tumbuh tanpa pendidikan dan kasih sayang ayah. Dampaknya? Fatal.
Jika seorang anak perempuan tumbuh tannpa kasih sayang dan pendidikan dari ayah, ini yang akan menimpa mereka: depresi, bunuh diri, gangguan makan, obesitas, hamil usia remaja, kecanduan obat-obatan, kesulitan mencintai, dan kesulitan mempertahankan hubungan cinta.
Bagaimana dengan anak lelaki yang tumbuh tanpa ayah? Hasilnya mirip. Mereka akan berpeluang besar menjadi miskin, terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan alkohol, putus sekolah, dan menderita masalah kesehatan emosional.
Apakah kita termasuk golongan fatherless atau tidak? Mudah, tanyakan ke diri kita masing-masing: sedekat apa kita dengan ayah?seberapa serin ayah memuji, mendukung, dan memeluk kita? Atau yang ada malah kenangan-kenangan bentakan dan omelan dari ayah? Apalagi pelukan, tidak ada sama sekali kenangan itu.
Atau malah lebih parah lagi: ayah menganggap diri kita tidak ada, Tidak exist. Sebab, ia meninggalkan kita, pergi begitu saja dari rumah. Wake up, itu realita yang terjadi di sekeliling kita. Namun, jika kita mendapat kasih sayang berlimpah dari ayah, bersyukurlah, tidak semua orang bisa merasakan hal itu.
Padahal, kalau kita meneliti ulang ke al-quran, kita akan menemukan banyak sekali panduan ayah dalam mendidik anak. Ada kisah tentang Ibrahim dan Ismail, Lukmanul Hakmi, Nabi Yaqub dan Yusuf, Nabi Zakaria dan Yahya dan seterusnya. Mayoritas dari ayat Alquran itu mendidik anak di Alquran adalah pendidikan dari ayah ke anaknya.
Apalagi kalau kita menggali ke dalam hadist, kisah para sahabat, dan sejarah islam, lebih banyak lagi contoh-contoh luar biasa yang ada disana, bahkan sampai membuat kuta terheran-heran. Apa sosok ayah seperti ini beneran ada?
Ada seorang salaf yang pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, sesungguhnya aku memperbanyak shalat karenamu (dengan harapan Alla menjagamu).” Bahkan, ada tabiin yang bernama saad bin musayyab yang bercerita kepada temannya, “Ada kalanya ketika aku shalat, aku teringat akan anakku, maka aku pun menambah shalatku (agar anak-anakku dijaga oleh Allah ta’ala).”
Jadi kalau kita ditanya,”Siapa penanggung jawab utama pendidikan anak?”jawabannya tanpa ragu-ragu adalah AYAH. Nah,karena tanggung jawab itulah, seorang ayah akan membuat visi, kurikulum, dan target yang sesuai dengan visi islam, kemudian berdiskusi dan membagi tugas dengan sang istri tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Beginilah cara para ayah dalam Sejarah Islam mendidik anak-anak mereka sehingga menghasilkan generasi yang hebat dan kuat.