Oleh Haikal Khalid
Alumnus DJA, Mahasiswa S1 Univ. Al-Azhar Kairo-Mesir
Jam menunjukkan pukul 10:30 CLT kami berangkat ke titik pertemuan bertujuan rihlah (liburan) ke salah satu tempat bersejarah di bumi para nabi, Mesir. Dengan suhu dingin 6 derajat celcius bermodal minbus kami sampai di hay sabi’, madinat nasr yang merupakan titik temu.
Pada pukul 11:45 bus yang kami tumpangi berjalan menuju tempat yang di janjikan. Kami memiliki tiga tujuan dalam rihlah kali ini yang pertama Syarm Syekh, kemudian Dahab, dan terahir tempat paling bersejarah bagi tiga agama, Islam, Kristen dan Yahudi. Tempat yang di maksud adalah bukit Sinai, atau tursina.
Bus yang ditumpangi oleh kami berhenti di Ra’s Sudr setelah melewati terusan Suez. Di sana kami beristirahat minum syai (teh), qahwa (kopi) dan roti. Dingin nya malam di tengah musim dingin dengan suasana yang sepi seakan-akan kami sedang berada di saree dengan cuaca ekstrem. Berbeda dengan Ra’s Sudr yang mana tempat ini tidak kami dapati pepohonan yang lebat, tetapi padang gurun yang luas, dengan gedung perumahan yang sedikit di samping jalan raya.
40 menit menjadi waktu yang cukup untuk beristirahat agar sampai pada tujuan dengan waktu yang ditentukan. Kami pun melanjutkan perjalanan panjang. Perlu di ketahui bahwa perjalanan dari Kairo ke Syarm Syekh memakan waktu sekitar 8 jam. Jalanan mulai sepi, tak satu pun terdapat kendaraan kecuali bus kami, jalanan di sini tak seramai kota Kairo. Bak jakarta, Kairo juga terbilang kota yang padat dan lalu lintas yang macet. Baru di sadari ketika kami keluar darinya.
Syarm Syekh kota yang indah di tepi pantai menjadi tempat paling sering dikunjungi oleh para turis, terutama turis Rusia. Hampir semua toko di kota ini di selipkan bahasa Rusia. Ini menjadi bukti bahwa pelancong Rusia sangat senang berkunjung ke tempat bersejarah ini. Konon kota ini dibangun oleh para militer Mesir. Masjid Sahaba salah satu bukti bahwa kota ini di bangun oleh militer Mesir. Penghargaan untuk merancang masjid ini diberikan kepada arsitek Mesir Fouad Tawfik Hafez yang melakukan pekerjaan luar biasa ini secara gratis.
Masjid ini berdiri di atas reruntuhan tua era pendudukan Israel. Setelah batu fondasi diletakkan pada tahun 2011, butuh waktu enam tahun untuk menyelesaikannya karena pembangunannya sempat terhenti selama beberapa bulan pada tahun 2011 karena peristiwa revolusi. Perpaduan antara Ottoman dan timur Tengah membuat masjid tampak agung nan indah. Masjid ini mampu menampung 3.000 jamaah.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Dahab, memakan waktu sekitar dua setengah jam perjalanan. Dahab merupakan kota wisata, di sana kami menghabiskan waktu untuk bermain melepas beban. ATV merupakan permainan yang sangat saya sukai. Kami mengunjungi kampung orang Arab badui dan beristirahat di sana.
Cuaca semakin menurun, hawa dingin menembus jaket tebal kami ketika kami berkunjung ke makam Nabi Saleh dan makam Nabi Harun. Perjalan dari Dahab ke Sinai menempuh waktu sekitar satu jam setengah. Di depan Makam Nabi Harun, kami melihat sebuah patung anak lembu yang konon katanya patung tersebut adalah hasil pahatan Samiri, orang yang membangkang anjuran dan larangan Nabi Musa. Kami shalat Ashar di penginapan yang ada di lereng bukit Tursina, kami hanya mampu mengharap pada Allah SWT dan air panas yang tersedia. Sebab cuaca yang sangat dingin, percikan salju mulai terlihat. Kami beristirahat selama empat jam lebih demi mengumpulkan tenaga untuk mendaki gunung Sinai.
Dari jendela bus kulihat indahnya bukit-bukit gunung Sinai, tak sabar rasanya ingin menaklukkan. Setelah semua pemeriksaan selesai, kami memulai pendakian dengan membaca basmalah berdo’a kepada Allah supaya diberkati dalam pendakian bersejarah ini, bagaiamana tidak, Sinai merupakan gunung paling bersejarah bagi tiga agama besar. Islam, Kristen dan Yahudi. Dimana gunung ini menjadi tempat turunnya wahyu kepada Nabi Musa Alaihissalam.
Pendakian dimulai pada jam 12:45 CLT waktu Mesir. Dan untuk sampai ke puncaknya menghabiskan waktu sekitar 4 jam setengah. Dengan cuaca minus menjadikan trip kali ini sangat tertantang. Berbeda dengan kebanyakan gunung yang ada di Asia, gunung di sini di penuhi batu-batu besar, hanya sedikit yang kami dapati tumbuhan – tumbuhan kecil yang menghiasi gunung. Beranggotakan 40 orang, pendakian tidak bisa melaju dengan cepat, kami akan berhenti ketika salah satu dari kami ada yang kelelahan. Ibarat Hadis Nabi “kaum muslimin seperti satu badan.. ” Kami tidak bisa meninggalkan saudara kami yang kelelahan.
Tenaga mulai terkuras di pertengahan gunung Sinai, di dukung oleh cuaca minus membuat tubuh kami merasakan sejuk yang luar biasa, jaket tebal berlapis empat, kami rasa cukup menanggung salju yang menyengat. Namun perkiraan manusia tidak selalu sempurna. Empat puluh menit mendatang waktu subuh akan tiba. 40 anak Asia yang sedang bertempur dengan alam akhirnya sampai di puncak yang dijanjikan. Rasa senang bercampur haru menghilangkan semua kelelahan. Syukur kepada pencipta gunung Sinai tak hentinya kami sebutkan. Kami sampai dengan selamat.
Di puncak gunung Sinai kami mendapati dua rumah ibadah yang terbilang cukup kecil. Satu Mushalla dan satu Gereja yang menghiasi puncak gunung tersebut. Puncak gunung ini di penuhi oleh pelancong dari seluruh dunia, pelancong Russia salah satunya, berbekal jaket tipis seolah tak merasa dinginnya salju, menjadi bukti bahwa salju di sini sangat tidak sebanding dengan lebatnya salju di negeri beruang putih. Setelah menikmati indahnya gunung Sinai yang di selimuti salju, kami turun dengan selamat pada pukul 10:30 CLT pagi. Alhamdulillah gunung Sinai ini menjadi salah satu dari sejarah hidup saya dan kawan-kawan.