Oleh: Mishbahul Munir, S.Hum., M.Pd.
Mendidik adalah tugas mulia. Mendidik bukan hanya terbatas pada ruang kelas yang ada di sekolah dan madrasah. Namun ia adalah proses untuk memanusiakan manusia dan menjadikan manusia tersebut menjadi insan yang baik di mata umat dan Rabb-nya. Pendidikan bisa berlangsung di mana saja, di rumah, surau kecil di pedalaman kampung, pesantren, tempat pengajian, atau bahkan perkara saling mengingatkan sesama teman sejawat. Mengajak kawan untuk Shalat jamaah ke Meunasah (red. musalla) sudah termasuk dalam pendidikan. Apalagi seorang guru yang mengajarkan murid-muridnya tentang karakter dan etika. Misalnya bagaimana tata cara seorang mukmin yang baik dapat bersikap dengan orang yang lebih tua atau lebih muda darinya.
Terkadang pendidik tidak perlu takut dibenci karena ia tegas dalam mendidik. Misalnya seorang pendidik di pesantren harus tegas menjalankan disiplin mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Terkadang ia juga harus berhadapan dengan wali murid yang terus-terusan melakukan intervensi atas peraturan-peraturan yang ada. Terkadang ada juga murid-murid yang terkadang bandel dan suka melanggar disiplin. Hingga juga ada anak didik yang mengolok-olok gurunya di belakang bahkan di depan gurunya. Tidak salah, mendidik tersebut memiliki derajat yang tinggi di hadapan Allah SWT jika ia ikhlas menjalaninya.
Seorang pendidik yang baik adalah mereka yang melandaskan dirinya dengan keikhlasan. Ikhlas adalah kunci keberhasilan dalam mendidik. Keikhlasan merupakan sikap yang mendasar dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak. Ketika seorang pendidik melakukan tugasnya dengan ikhlas, maka proses pembelajaran akan menjadi lebih baik dan bermakna. Dengan keikhlasan, seorang pendidik akan mampu memberikan pengaruh positif kepada anak didik dan membantu mereka untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Perkara ikhlas merupakan amalan hati yang perlu dilatih perlahan-lahan, karena ia adalah amalan yang berat dilakukan. Urusannya langsung berkaitan dengan istilah “karena Allah”. Keikhlasan justru hanya mengharap Ridha dan Taufik dari Allah, bukan mengharap dipuji, diberi uang saku, atau bukan karena dibawa buah tangan oleh wali murid. Hakikat ikhlas bukan muncul dari kata-kata yang mengajak untuk ikhlas. Akan tetapi keikhlasan akan terlihat dari tindakan dan bagaimana pendidik menyikapi sebuah perkara. Ia muncul dari niat suci dan motivasi pribadi yang menginginkan kemaslahatan umat.
Murid dapat membedakan pendidik yang ikhlas ketikan mengajar dan pendidik yang kurang ikhlas. Mendidik yang dilandaskan dengan keikhlasan akan menghasilkan anak didik yang ikhlas jua, ikhlas dalam belajar dan bersikap. Pembelajaran dari hati ke hati. Pernahkah kita sesekali berdoa agar murid kita mudah dalam belajar? Pernahkah sesekali kita berdoa agar anak didik kita mudah menghafal Al-Quran? Terkadang kita lupa bahwa dibalik kesuksesan seorang murid ada Ridha dan doa dari guru. Artinya guru mengikhlaskan dirinya mendidik dan mentransfer ilmunya kepada siapa pun yang dinginkan.
Oleh karena itu, penting bagi setiap pendidik untuk selalu menjaga keikhlasan dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam proses pendidikan. Dengan keikhlasan, pendidik dapat memberikan yang terbaik bagi anak didiknya dan membantu mereka mencapai potensi terbaik yang mereka miliki. Wallahu waliyyut Taufiq wan Najah.[]